Translate

Iklan

Iklan

Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Jember PERLAKUKAN BURUH, MIRIP JAMAN KOLONIAL

6/22/08, 01:12 WIB Last Updated 2013-04-28T12:37:09Z
Ketua SBM Sabar
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Gaji buruh Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Jember jauh dari Upah Minimum Kabupaten (UMK), fasilitas yang diberikan juga buruk. Bahkan buruh yang sudah puluhan tahun mengapdi, belum diangkat menjadi buruh tetap ditambah lagi kebiasaan pemutusan hubungan kerja, dilakukan secara sefihak.

Disamping itu, menejemen perusahaan masih sangat tertutup. Dimikian disampaikan P Sabar, ketua Serikat Serikat Buruh Merdeka (SBM) PDP Sumberwadung Silo Jember, Rabo (18/6) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember. 

Dalam surat bernomor. 029/SBM/06/2008 yang ditujukan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jember dengan tembusan Pemerintah Daerah (Pemda) Jember dan Jawa Timur serta Mentri Tenaga Kerja. Sabar memenuntut agar buruh segera "diangkat menjadi buruh tetap, kenaikan upah sebesar Rp. 645.000,-, perbaikan fasilitas dan perusahaan tidak sewenang-wenang dalam memberhentikan buruh," seperti yang diamanatkan Undang-undang nomor. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.

Selama ini, menurut Sabar, Buruh Musiman harian hanya digaji Rp. 360.000/bulan. Buruh sadapan lepas/los tetap dan Buruh sadapan tetap Rp. 259.000,- (pada musim getah). Jika monster jeding buruk bahkan lebih rendah lagi. Sedangkan Buruh harian Los tetap, buruh harian digaji Rp. 525.000,-/bulan. Untuk mencapai gaji sesuai UMK, buruh harus mendapatkan sadapan karet sebanyak 50 kg/hari, tapi kenyataannya pekerja yang berangkat jam 1 malam sampai 10 pagi, maksimal hanya mendapatkan 20 Kg/ hari. 


Jika moster jeding baik (sample; red) yaitu 27 timbangan moster. Dari 20 kg getah basah yang diperoleh. Setiap bulannya buruh mendapatkan gaji Rp. 259.000,- (pada musim getah). Jika monster jeding buruk bahkan ada yang mendapat Rp. 150 ribu/bulan. Untuk mencapai 50 kg menurut buruh sangat langkah, harus deres 2 kali (2 hari; red). Buruh harus berangakat jam 3 siang sampai jam 10 malam dan berangkat lagi jam 3 malam sampai 10 siang, itupun belum tentu. Sehingga dengan sistim tersebut buruh tidak mungkin atau sulit mendapat gaji sesuai UMK.

Buruh sadapan lepas dan buruh sadapan tetap meskipun sudah mengabdi 4 tahun bahkan 20 tahun belum mendapatkan SK. Hanya Tunjangan Hari Raya (THR) dan fasilitas Inatura (rumah, air dan listrik ; red) Itupun pelayanannya sangat buruk. Sedangkan Jasa produksi (Jasprod), Jaminan kesehatan dan jaminan hari tua (pensiaun/pesangon) tidak diberikan.



Disamping itu ”Pemutusan Hubungan Kerja” dilakukan tidak hormat, hanya dengan kata-kata ”Kamu Besuk Berhenti” maka buruh harus berhenti. Seperti yang dilakukan Adm Sumberwadung Eming melalui Koordinator Keamanan (Korkam) P Salim. Karena kami bersikeras tidak mau berhenti, fasilitas perumahan peninggalan belanda yang kami tempati, akan dibongkar dengan alasan tidak jelas. 


Padahal kami sudah mengabdi di PDP Sumberwadung sudah 19 tahun. Pemberhentian seperti ini juga terjadi sebelumnya, jika dibiarkan kebiasaan ”Mirip dengan cara-cara jaman kolonial belanda”, dihawatirkan akam dilakukan pada masa yang akan datang.

Menanggapi persoalan tersebut Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Torap H Sayadi membenarkan bahwa perusahaan terkesan tertutup. Seperti Inatura penggunaanya tidak jelas. Buruh yang tidak mendapatkan fasilitas Inatura, uangnya dikemanakan?, PDP seharusnya transparan. 

Disamping itu Menurut Sayadi pemberhentian buruh yang dilakukan PDP selama ini tidak berdasar dan sangat lucu. Seharusnya melalui prosedur yang jelas jelas, Kalau buruh bersalah kasih surat teguran terlebih dahulu, bukan seperi itu. 

Tindakan ini menurut Sayadi sangat tidak manusiawi karena sudah tidak lagi memperdulikan buruh meskipun sudah lama mengapdi. Hal ini jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor. 13 tahun 2003 tentang tenaga kerja. Untuk itu pemerintah harus berenindak tegas. Tuturnya.

Sementara Adm Sumberwadung Eming yang dihubungi Gempur mengelak bahwah Gaji yang diterima buruh tidak sesuai UMK. Jika dijumlah dengan Inatura sudah sesuai. Eming berkilah pekerja yang sungguh-sungguh dan produksinya baik ada yang sehari mendapatkan Rp. 30.000,- dan lagi masalah ini sudah menjadi kesepakatan perusahan dan buruh. Dia mau memberikan upah sesuai UMK asalkan baruh tidak menempati Fasilitas yang disediahkan perusahaan. Tuturnya. 

Eming mengakui, masih banyak buruh yang belum diberi SK, karena keterbatasan anggaran perusahaanya, masih perlu dihitung lagi. Perlu ada pembicaraan dan kesepakatan dari menejemen PDP dan buruh. Sedangkan pemberhentian ketua SBM menurutnya karena P Sabar tidak cocok berada di keamanan. Pemberhentiannya tidak memerlukan surat, karena Sabar buruh lepas. Kilahnya.

Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember Miftahul Ulum, menyesalkan persoalan tersebut. Ulum menilai bahwa akar persolan ini sebenarnya ada di PDP itu sendiri. PDP yang notabene perusahaan milik daerah, seharusnya menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan yang lain. 

Untuk itu ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut mendesak agar Disnaker bertindak tegas, jangan pandang bulu. Miskipun perusahaan itu milik daerah, ya harus sesuai aturan. Tuturnya. Terkait persolan buruh menurut Ulum, masukan yang paling banyak adalah persolan yang terjadi di PDP, namun sampai saat ini masih belum ada tindak lanjut. 

Maka disisni, Disnakerlah yang mempunyai kewenagan untuk menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran terkait tuntutan buruh. Jika ternyata terdapat pelanggaran diperusahaan hususnya di PDP, maka Disnaker harus memberikan sangsi. Tegasnya.

Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Trtansmigrasi (Disnakertrans) Jember, Tamrin yang dihubungi Gempur di kantornya, sedang tidak ada titempat dan di hubungi lewat telpun selulernya sedang tidak aktif. (eros).
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Jember PERLAKUKAN BURUH, MIRIP JAMAN KOLONIAL

Terkini

Close x