Wajah polos Kodrat (30), Warga Dusun Krajan RT 7 RW 3 Desa
Glundengan Kecamatan Wuluhan, Jember, terlihat pasrah saat Pertugas Penertiban Pemakaian
Tenaga Listrik (P2TL) Area Pelayanan Jaringan (APJ) Jember, membongkar paksa
dan membawa kwh meter dari rumahnya, Selasa (24/1/12).
Ditemui
diruangannya, Ristu, Menejer UPJ Ambulu, mengakui kesalahan yang dilakukan oleh
petugasnya, “setelah saya pelajari kronologis kejadiaannya, memang hal itu
disebabkan oleh kelalain petugas saya,” akunya. Ia bahkan menyayangkan petugas
P2TL yang tidak melakukan koordinasi dengan dirinya terlebih dulu sebelum
melakukan tindakan pembongkaran kwh meter milik pelanggan diwilayah kerjanya,
“untuk itu, saya akan mengirim surat keberatan resmi kepada Vendor Pelayanan
Teknik dan Kepala P2TL APJ Jember terkait permasalahan ini,” janjinya. (Ruz)
Ia beserta keluarganya tak
mampu berbuat sesuatu untuk meyakinkan petugas bahwa dirinya tidak melakukan
pencurian strum. “Saat itu saya kaget, tiba-tiba meteran dirumah saya dibongkar
pakasa oleh petugas PLN, kata petugas saya melakukan los strum,” cerita Kodrat,
saat mengisahkan kejadian yang membuatnya malu itu.
Ditemani dengan istri dan
dua tetangganya, ahirnya kodrat memberanikan diri untuk menanyakan pembongkaran
tersebut ke kantor PLN Unit Pelayanan Jaringan (UPJ) Ambulu. Namun dirinya
kaget, saat mengetahui penjelasan dari pihak PLN UPJ Ambulu bahwa ia harus
membayar denda sebesar Rp. 2,6 Juta lebih. “saya waktu itu merontah-rontah dan
sangat jengkel, lha wong saya tidak pernah merasa melakukan pencurian strum.
Jangankan mencuri strum, betulkan sakral saja saya tidak berani,” tutur Selami
(35), istri Kodrat yang turut serta saat mendatangi kantor PLN setempat.
Nasib serupa juga dialami
keluarga Mujiati (25), –yang nota bene masih tetanga Kodrat- selama satu minggu
kemarin, ia dan keluarganya tidak mendapat penerangan lampu listrik. Mujiati
juga menjadi korban pembongkaran paksa yang dilakukan oleh petugas P2TL APJ
Jember, tak jauh berbeda dengan kodrat, dirinya juga dituduh melakukan los
strum yang menimbulkan denda 2,6 juta lebih yang harus ia bayar. “Bagaimana
kami mau bayar denda, wong kami tidak pernah melakukan pencurian strum,”
ungkapnya dengan nada kesal.
Kisah yang dialami oleh
Kodrat dan Mujiati ini berawal saat kabel yang mengaliri listrik rumah mereka
putus akibat tetimpa pohon pisang 30 0ktober 2011 lalu, sekitar pukul 20.00
WIB. Keesokan harinya, Mashuri, salah satu tetangganya melaporkan kejadian
tersebut ke kantor PLN UPJ Ambulu. Tak berselang lama, petugas pelayanan teknik
datang dan menyambung kembali kabel yang putus tersebut.
Hari terus berjalan, tak
ada yang aneh paska penyambungan kabel listrik itu. Namun sekitar empat hari
kemudian, Matasan, tetangganya yang lain, mengatakan bahwa tembok dirumahnya
teraliri listrik. Sehingga Matasan melaporkan temuan itu ke petugas PLN UPJ
Ambulu. Namun, Kodrat dan Mujiati belum merasakan kebocoran listrik dirumahnya.
Hari berganti minggu, dan
bulan pun terus berlalu. Baru bulan Januari 2012, Kodrat dan Selami merasakan
ada kebocoran listrik dirumahnya. Tepat tanggal
24 Januari 2012, saat beberapa petugas PLN melakukan pemutusan sambungan
listrik dirumah Naenah, tepat depan rumah mereka. Sayuni, ibu Mujiati,
melaporkan bocornya listrik dirumahnya kepada petugas tersebut. “sayakan lapor,
eh malah dibongkar dan dibawa meteran saya,” kenang Sayuni. “Bahkan saat itu,
petugas PLN juga membawa polisi, sayakan jadi takut,” imbuhnya.
Kodrat dan Mujiati mengaku
menjadi korban atas kejadian tersebut. Mereka kemudian mengajukan keberatan ke
UPJ Ambulu beserta tim Majalah Gempur. Dikantor layanan PLN itu, mereka ditemui
dipos satpam oleh Agus, Asisten Menejer UPJ Ambulu. Namun komplain mereka
ditanggapi secara normatif, “saya tidak dapat memutuskan , ketentuan mengenai
denda itu ditangani oleh APJ Jember bidang P2TL,” terang Agus.
Kemudian Agus menghubungi
H. Taman, Kepala Bagian P2TL APJ Jember, dalam perbincangan lewat telphon itu Taman
bersikukuh bahwa denda tersebut harus dibayar penuh oleh Kodrat dan Mujiati,
“kalau memang merasa tidak mampu, ya bisalah dibayar dengan dicicil selama
sepuluh kali,” ujar suara dari telphon dengan nada tinggi, yang saat itu diloadspeaker oleh Agus. Merasa tidak
puas dengan jawaban dari pihak PLN, mereka kembali kerumah dengan raut wajah
kecewa, “saya sangat kecewa dengan jawaban H. Taman,” ucap Kodrat.
Melihat ada yang janggal,
tim investigasi LSM gempur mengkroscek kondisi dirumah Kodrat dan Mujiati. Saat
itulah tim LSM gempur menemukan bahwa terjadinya los strum yang menyebabkan
dibongkarnya kwh meter milik Kodrat dan Mujiati, diakibatkan oleh kesalahan
yang dilakukan oleh petugas PLN yang menyambung kabel yang menuju kerumah
mereka sekitar 3 bulan lalu.
Temuan ini diperkuat
dengan kondisi serupa (los strum_red) yang terjadi di dua rumah tetangga Kodrat
dan Mujiati, yang secara kebetulan atau tidak, tidak ikut dibongkar oleh pihak
PLN. “Lho inikan jelas bukan salah kami, nyatanya dua rumah dibelakang kami itu
juga ikut los strum,” papar Selami dengan ekspresi penuh kekecewaan.
Cerita terus berlanjut,
saat itu juga tim LSM Gempur melaporkan temuan ini ke pihak UPJ Ambulu. Ditemui
diruangannya, Agus tetap tidak dapat mengambil keputusan. Ia kembali
menghubungi H. Taman untuk memberi penjelasan agar temuan ini segera ditindak
lanjuti dengan membebaskan denda dan pemasangan kembali. Namun upaya itu
kembali menemui jalan buntu, bahkan H. taman dengan arogan menantang tim
investigas LSM Gempur untuk membuktikan temuan tersebut.
Ahirnya, Agus menugaskan
Parno, Koordinator Pelayanan Teknik UPJ Ambulu, untuk mengkroscek temuan itu.
Bersama empat orang lainnya, Parno meluncur kelokasi dengan mengendarai mobil
dinas PLN. Setibanya dilokasi, Parno bersama timnya memeriksa instalasi kwh
meter yang masih satu jalur kabel dengan kwh meter milik Kodrat dan Mujiati.
Dari hasil pemeriksaan itulah, tim yang dipimpin oleh Parno menemukan bahwa
kebocoran strum tersebut diakibatkan oleh kelalaian petugas PLN yang menyambung
kabel beberapa bulan lalu.