Translate

Iklan

Iklan

Manisnya Gula: Komplotan Disekitar PTPN XI, Rugikan Warga NU

3/01/12, 23:19 WIB Last Updated 2013-12-08T18:39:08Z
Persoalan Gula di PTPN XI: Antara Bahtsul Masail dan Pemburu Rente.

Persoalan gula dan Petani Tebu di BUMN
MAJALAH-GEMPUR.Com. Persoalan gula dan petani tebu, ternyata masih menjadi masalah menarik bagi Menteri BUMN. Dahlan Iskan melakukan Bahtsul Masail untuk memecahkan masalah yang kesimpulannya, petani telah kehilangan kepercayaan kepada BUMN.

Ini memang akar persoalan yang tak pernah diselesaikan selama beberapa tahun. Persoalan lain diluar agenda ini, ternyata dalam hubungan petani dengan BUMN, banyak oknum yang bermain untuk mengeruk keuntungan sendiri (pemburu rente).

Dengan mengatasnamakan kepentingan petani dan memanfaatkan kedekatannya dengan penguasa pengelola pergulaan, para pemburu rente ini, justru yang menjadi bahan pertimbangan Direksi PTPN dalam menetapkan besaran profit sharing yang merugikan petani. Para ulama NU, yang menaungi kebanyakan umat petani tebu, yang sebagian besar Nahdliyin, memandang hubungan transakasi pabrik gula dan petani tersebut, dapat dianggap “batil” tidak sah.

Hampir seribu orang, para pemangku kepentingan pergualaan, mulai dari pegawai rendahan sampai direksi BUMN, dikumpulkan oleh Dahlan Iskan, Menteri BUMN, di gedung Empire Surabaya menyampaikan beberapa permasalahan yang ada di Pabrik Gula BUMN. Minggu 05 Februari 2011, (Jawa Pos, 06 februari 2012).

Dalam Forum itu, yang dikemas dalam acara “Bahtsul Masail Kubro” ditemukan 17 topik yang selama ini menjadi penyebab sulitnya pabrik gula. Topik-topik itu misalnya: mengapa petani tidak berminat menanam tebu di suatu wilayah pabrik, mengapa ada pabrik yang lebih dekat tetapi petani mengirim tebunya ke pabrik yang lebih jauh, mengapa ketidakefisienan pabrik ikut dibebankan kepada petani, mengapa tebu dari jauh diberi insentif ongkos angkut sementara tidak ada insentif kepada petani yang dekat dengan pabrik, apa yang harus dilakukan untuk merebut kepercayaan petani kepada pabrik gula setempat, betapa besar pengaruh kekompakan para kepala bagian di dalam suatu pabrik terhadap keberhasilan pabrik gula, bagaimana agar pembakaran ketel tidak lagi menggunakan bahan bakar minyak, mungkinkah dilakukan sistem beli putus: petani kirim tebu dan langsung dibayar saat itu, bagaimana mengatasi semakin sulitnya mencari tenaga untuk menebang tebu dan seterusnya.

Topik yang paling panjang tentu yang satu ini: bagaimana merebut kepercayaan petani, agar mereka mau menanam tebu. Agar mereka mengirim tebu ke pabrik yang terdekat. Agar pabrik tidak kekurangan tebu. Agar petani merasakan keadilan dan kesejahteraan.

Menurut Dahlan Iskan : mencari jawabnya tidak sulit. Sudah ada contoh yang sangat berhasil. Pabrik Gula Pesantren Baru dan Pabrik Gula Ngadirejo, keduanya di Kediri, sudah menerapkannya dengan sukses. Demikian juga delapan pabrik gula lainnya, termasuk yang di Lampung dan Palembang. Sejak empat tahun lalu kelompok 10 ini tidak pernah lagi mengalami kesulitan bahan baku. Bahkan sampai berlebihan. Kuncinya satu: Keterbukaan manajemen kepada petani tebu.

Namun, kata kunci itu tidak dapat dilaksanakan di beberapa pabrik gula, yang justru karena kesulitan bahan baku, bahkan berencana menutup 7 pabrik gula yaitu  PG Kanigoro Madiun, PG Gending, PG Wonolangan, PG. Pajarakan di Probolinggo, dan PG Wringinganom, PG. Olean, PG. Panji di Situbondo karena kekurangan lahan dan merugi. Meruginya ketujuh Pabrik Gula  PTPN XI tersebut, dikarenakan buruknya manajemen perusahaan.(Gempur, Juni 2011).

Apakah ada jaminan, jika manajemen pabrik gula di perbaiki dengan memberikan ruang pada petani untuk mengetahui manajemen pabrik, menjadikan kekurangan lahan terpenuhi? Ternyata tidak. Di PTPN XI, persoalan profit sharing yang tidak adil juga menjadi masalah yang dijadikan alasan petani untuk mengirimkan tebu ke pabrik lain. Sehingga tetap saja pabrik gula-pabrik gula dibawah PTPN XI menghadapi kekurangan pasokan tebu.

Bahtsul Masail Kubro, memang tidak secara detail membahas masalah profit sharing, sehingga persoalan “bagaimana merebut kepercayaan petani” dan bagaimana mengembalikan kepercayan petani yang hilang terhadap BUMN khususnya di PTPN XI, belum terjawab. Jebloknya kepercayaan petani, rupanya tidak bisa dijawab hanya dengan membuka manajemen pabrik. Karena justru manajemen pabrik (manajemen direksi) yang secara rapat ditutupi agar jaringan penguasaan gula, yang keuntungannya dinikmati segelintir pemain, tidak gampang dibongkar. Tehnik penguasaan itu, melibatkan pemodal, oknum direksi dan asosiasi petani, dengan melakukan rekayasa terhadap penentuan profit sharing

Persoalan Kebijakan Profit Sharing
Profit sharing adalah hitung-hitungan berapa bagian yang akan diterima petani, jika gulanya dilelang diatas harga yang disepakati pada saat petani menerima dana talangan. Dana talangan adalah sejumlah uang yang diterima petani atas penjualan gula sebelum dilelang. Jika harga lelang lebih tinggi, maka selisihnya dibagi antara petani dan penalang (investor), dengan ketentuan profit sharing

Kebijakan profit sharing, biasanya diambil berdasarkan surat Menteri Pertanian (Mentan) yang ditujukan pada Menteri Perdagangan. Ini berlangsung sejak tahun 2002. Untuk tahun 2011 berdasar pada surat Menteri Pertanian No.245/PD.320M/5/2011 pada tanggal 5 Mei 2011, yang menjelaskan usulan bahwa profit sharing bagian petani “minimal sebesar 60%. Surat itu mendapat jawaban dari Menteri Perdangan (Mendag) dengan No. Surat 729/M-DAG/5/2011 tanggal 6/05/2011, yang isinya setuju dengan usulan Mentan.  Kebijakan PTPN XI profit sharing 60%-40% ini, harus di ikuti oleh petani.

Untuk mengamankan kebijakan tersebut, pabrik gula dibawah PTPN XI, mengedarkan surat pernyataan kepada petani dibawah binaan pabrik gula, untuk menyetujui besaran profit sharing. Jika tidak, maka tebu petani tidak boleh digiling di PG-PG wilayah PTPN XI.

Jika dihitung secara kasar, lahan petani yang ada 50 ribu hektar (TR/Tebu rakyat PTPN XI), dengan rata-rata hasil gula petani bersih 4 ton per Ha (selama beberapa tahun). Dalam musim tanam MT 2010/2011, sebagai contoh, harga gula talangan Rp. 7000/kg, sedangkan harga lelang Rp. 8250/kg , terdapat selisih Rp. 1250/kg atau Rp. 1.250.00 per ton, jadi per Ha menjadi Rp. 5 juta. Bagian petani per Ha Rp. 3 juta, bagian penalang (investor) Rp. 2 juta. Investor yang bekerjasama dengan PTPN XI akan menikmati Rp. 100 milayar dalam sekali musim.  Duit yang sangat-sangat besar untuk dilepas begitu saja.

Padahal, dana yang mesti dijamin investor adalah Rp. 1,4 trilyun (4 tonx 50 Ha x Rp. 7000) untuk seluruh masa giling (selama 6 bulan). Satu periode masa giling dibutuhkan dana segar sampai rata-rata 10 kali. Jadi investor hanya cukup menyediakan dana segar sebesar Rp. 140 milyar yang diputar selama sepuluh kali. Dengan begitu, hitungannya investor menikmati 71 % (100M/140M x 100 %) dalam waktu 6 bulan. Ini hasil yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank dimanapun di Indonesia bahkan di dunia. Hasil yang besar inilah yang membuat investor tetap mempertahankan posisinya untuk bermain di dunia pergulaan selama beberapa tahun dengan membangun aliansi dengan pengurus asosiasi petani dan oknum direksi. (data Gempur, wawancara dengan Ketua PPTR, 2010)

Hal ini pulalah yang menimbulkan kemarahan petani, untuk itu ketua PPTR Jember mengirimkan SMS kepada Mentri BUMN dan Anggota DPR RI (lihat box sms petani kepada Dahlan Iskan di Majalah Gempur Edisi bulan Januari-Maret 2012 ), yang menjelaskan bahwa Direksi PTPN XI dan APTRI dibawah naungan PTPN XI, PT Tani Sejahtera, PT Bina Arta Niaga, serta PT Bima Citra, adalah produk sempurna Oligarki Hitam, yang artinya kebijakan itu merupakan kerjasama antara birokrat direksi PTPN XI, wakil-wakil petani tebu, dan investor yang semata-mata hanya mencari keuntungan saja.

Pada saat pertemuan antara Ketua APTRI Unit PG Jatiroto, Eko yuli, perwakilan Petani Tebu dan Adm PG Jatiroto Lumajang Jum’at, (10/06) kebijakan profit sharng tersebut dipertanyakan petani tebu: "Saya sangat menyayangkan kinerja APTRI karena saya rasa tidak memperhatikan petani tebu. Dimana usulan kami sebelumnya, terkait profit sharing ini 80% untuk petani dan 20% untuk investor. Tapi kenapa, tiba tiba muncul surat dari menteri yang menyatakan 60% untuk petani dan 40% untuk investor, padahal menteri sendiri tidak akan memutuskan sesuatu tanpa adanya usulan dari bawah, yang dalam hal ini Dewan Gula yang di dalamnya terdapat unsur APTRI. Ada apa dengan APTRI kita ?. "Ini penindasan, tidak mungkin keluar surat dari menteri kalau tidak didasarkan pada surat usulan dari Dewan Gula, yang salah satunya terdapat unsur APTRI, artinya APTRI kita sudah tidak berpihak lagi kepada petani melainkan ke berpihak Investor. " ungkap salah satu petani lainnya.

"Saya tetap akan memperjuangkan petani tebu, karena saya sendiri petani tebu. saya berani bersumpah DEMI ALLAH  saya tidak tahu atas munculnya profit sharing tersebut, untuk itu mari kita berjuang bersama-sama" Ungkap ketua APTRI Unit PG Jatiroto Lumajang Eko Yuli. Sementara Itu, Adm PG Jatiroto Djoko Winarno mengatakan bahwa pihaknya juga tidak tahu dalam penentuan profit sharing tersebut. Menurut Djoko, semua itu kebijakan dari Direksi. (Gempur, 10 Juni 2011)

Kalau APTRI mempertanyakan ketentuan profit sharing, karena usulannya tidak masuk dan salah satu Adm pabrik gula menunjuk kebijakan direksi, sebenarnya ketentuan profit sharing tersebut, permainan siapa?

Ternyata, pembahasan perjanjian dana talangan gula petani tebu lingkup PTPN XI untuk tahun giling 2011 berlangsung di Kantor Pusat, Surabaya, Rabu (8/6/2011), yang didahului sebelumnya dengan rapat koordinasi antara direksi, investor dan ketua APTRI tanggal 3/8/2011 Dalam pembahasan tersebut hadir 4 orang anggota Direksi, wakil investor, dan Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) M. Arum Sabil.  Sesuai kesepakatan, semua petani tebu PTPN XI mendapatkan dana talangan gula sebesar Rp. 7.000 per kg.  Bila harga riil lebih rendah, risiko ditanggung investor. Sedangkan bila lebih tinggi, petani mendapatkan profit sharing 60% atas kelebihannya.  Dana talangan disediakan oleh 3 perusahaan, yakni PT Mitra Tani Sejahtera, PT Bina Arta Niaga, dan PT Bima Citra.

Sedangkan beberapa profit sharing yang ada diluar wilayah PTPN XI, telah memenuhi rasa keadilan. Seperti di PTPN X, Profit Sharing 100% untuk petani dan 0 % untuk Investor, yang dikemas, 80% untuk petani dan 20 % untuk investor. Sedangkan di wilayah PTPN IX (Jateng), profit sharing (85% untuk petani, 15 % untuk investor). Sementara di wilayah RNI, dan PT Kebon Agung (Malang), non profit sharing artinya tidak menggunakan sistem bagi hasil.
                                                                                                                                                                      
Perlawanan Petani Tebu Terhadap Oligarki dan Pemburu Rente
Siapa oligarki dan pemburu rente yang bermain dalam dunia pergulaan di PTPN XI, dan secara luas di Jawa Timur ?. Mengingat Jawa Timur merupakan pemasok gula nasional sampai 40 %. Oligarki adalah sejenis komplotan pemilik modal yang sanggup mempengaruhi kebijakan pemerintah, seperti penerbitan aturan. Didalam dunia pergulaan, terkenal dengan “ the seven samurai”, yaitu tujuh (7) pengusaha yang bermain di dunia pergulaan.

Diantaranya salah orang pengusaha kelompok  Harijono Santoso ( Soehariyanto, Harijono Santoso dan Hartono Santoso ) yang menguasai 11 perusahaan yang beroperasi untuk pembelian gula lewat lelang ( PT Agro Tani Nusantara ; PT Agro Makmur Nusantara ; PT Arta Agung sentosa ; PT Arta Guna Sentosa ; PT Arta Kencana Agung ; CV Haris ; PT Kedung Agung ; CV Kecana Makmur ; PT Gemilang Citra Utama : CV Sumber Makmur ; PT Gema Nusa Makmur Santoso ). Pada tahun 2007 terungkap di Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ), mereka menguasai hampir 89 % gula pasir yang diproduksi oleh PTPN XI. (Faisal Basri, KPPU 2007).

Namun karena sifat monopoli ini tidak digugat, maka tidak dihukum oleh KPPU. Yang terungkap justru kepemilikan silang diantara perusahaan-perusahaan itu dimana mereka satu keluarga dapat mengikuti lelang di PTPN XI. “ Tata niaga yang dikelola PTPN XI, sangat bobrok” ungkap Faisal, “ ada perusahaan yang sudah tutup milik keluarga itu juga diundang lelang oleh PTPN XI”, lanjutnya.

Kelompok Harijono Santoso, ternyata juga memiliki perusahaan-perusahaan yang memberikan dana talangan pada petani, antara lain PT Mitra Tani Sejahtera, sebagai salah satu penandatangan MoU dengan PTPN XI dan APTRI.

PT. Mitra Tani Sejahtera sejak tahun 2005, secara terus menerus sebagai investor Dana Talangan Gula Tebu Rakyat. Tampaknya, Harijono Santoso sebagai investor sudah lama berhubungan dengan Arum Sabil sebagai ketua APTRI, karena M. Arum Sabil sejak itu sudah mempunyai kuasa menandatangani dana talangan gula tebu rakyat. Hubungan yang berlangsung lama, bukan tidak mungkin terjalin sebagai persengkokolan yang dapat mengendalikan direksi PTPN XI dalam penentuan dana talangan untuk memperoleh keuntungan dari jaringan yang dibangunnya.  Arum Sabil, dengan memanfaatkan posisi sebagai Ketua APTRI, diduga menerima keuntungan atas persetujuannya terhadap ketentuan besaran profit sharing (lihat bok Perjanjian Kerja sama di Majalah Gempur Edisi Januari-Maret 2012). Bersama-sama dengan direksi yang jelas-jelas, menguntungkan kelompok Harijono Santoso, ketentuan profit sharing menciptakan rente-rente yang dinikmati oknum-oknum PTPN XI dan Ketua APTRI. Mereka sebagai pemburu rente di dalam tataniaga pergulaan di PTPN XI.

Profit sharing 60% petani, 40% investor yang ada di wilayah kerja PTPN XI, mengakibatkan terjadinya perlawanan para petani tebu. Fakta empirik menunjukkan, ada beberapa perlawanan petani tebu terhadap profit sharing yang ada di PTPN XI.

Salah satunya, yaitu di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis 10 Jun 2010, Sejumlah perwakilan petani tebu menolak sistem bagi hasil 60% untuk petani dan 40% persen untuk investor yang diberlakukan Pabrik Gula (PG) Semboro, di bawah naungan PTPN XI. Hal tersebut disampaikan sejumlah petani tebu dalam dengar pendapat (hearing) bersama Adm PG Semboro, perwakilan Dinas Kehutanan Perkebunan dan Komisi B DPRD Jember di ruangan Komisi DPRD setempat, mereka menganggap bahwa Komposisinya sebanyak 60% untuk petani dan 40% untuk PG merupakan kebijakan yang merugikan. Ditambahkan lagi dengan petani tebu sms dahlan iskan (lihat box sms di Majalah Gempur Edisi Januari-Maret 2012).

Ditambah lagi dengan aksi sejumlah petani tebu, yang menggugat PTPN XI dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) terkait lelang gula. Gugatan perdata itu disampaikan sejumlah petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Tebu Rakyat (PPTR) melalui Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu 28 April 2010.

Kemudaian, pada tanggal 12 Juni 2010, ratusan petani tebu di Lumajang juga menggelar aksi demo menolak Surat Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan yang mengatur profit sharing gula petani. Pemaksaan juga dilakukan pihak Direksi PTPN XI melalui kemitraan dinilai merupakan intervensi terhadap hak-hak petani.

Aksi demo ratusan petani asal Lumajang di lakukan di Pabrik Gula Pajarakan, Probolinggo. Mereka menuntut tidak ada lagi profit sharing yang selama ini dipaksakan oleh pihak Direksi dan investor selaku penjamin atas harga gula. Selama ini para petani tebu yang tergabung dalam APTRI merasa jadi sapi perahan. Selain itu, di Probolinggo, para petani tebu juga melakukan aksi yang sama. Isu dan tuntutannya menolak keras pembagian keuntungan penjualan gula di PTPN XI. Petani memandang itu semua permainan dan konspirasi yang menguntungkan pedagang besar dan pengurus APTRI-PTPN XI.

Perlawanan petani menggunakan isu profit sharing, pada dasarnya adalah ditujukan kepada orang-orang yang telah membuat kesepakatan profit sharing tersebut. Kenyataan bahwa asosiasi-asosiasi petani yang melakukan perlawanan, merasa aspirasinya ditelikung dengan pengurus yang mengatasnamakan petani menjadi semakin terang. Seperti penolakan APTRI Lumajang, Situbondo dan Probolinggo terhadap kesepakatan profit sharing yang justru ditandatangani oleh Ketua APTRI, Arum Sabil. Tampaknya Direksi, dan Investor memainkan posisi Arum Sabil, sebagai Ketua APTRI untuk melancarkan kepentingan dalam memperoleh keuntungan lebih besar dalam bisnis pergulaan. Inilah cara-cara pemburu rente bergabung dengan oligarki pergulaan, yang luput dibicarakan dalam forum Bahtsul Masail Kubro oleh Dahlan Iskan.

Beberapa perlawanan petani tebu terhadap pemburu rente dan oligarki hitam yang dikemas dalam perlawanan terhadap profit sharing itu, mendapat tanggapan dan pernyatan dari tokoh-tokoh NU ( para ulama ). Karena petani tebu mayoritas warga NU. Dengan adanya kebijakan dari PTPN XI dapat merugikan dan mengakibatkan kesejateraan petani tebu hilang.

Pendapat Para Ulama NU
Beberapa pendapat para ulama (tokoh-tokoh NU), tentang kebijakan yang dilakukan oleh PTPN XI, terkait Polemik Dana Talangan Gula Tebu Rakyat dengan profit sharing 60% untuk petani,  dan  40% untuk investor, telah merugikan petani tebu yang mayoritas warga NU  yang dikhawatirkan akan berakibat kemiskinan terhadap para petani tebu.

Ketua PCNU Bondowoso KH. Abdul Qodir dan sekaligus pengasuh pondok pesantren Darul Falah Bondowoso, Rabu (15/02), berpendapat bahwa pokok persoalan tertindasnya keadilan petani tebu itu, sebenarnya berawal dari  ketidak transpranan pihak pabrik dengan petani, Artinya Pabrik Gula (PG) terkesan tertutup. Selain itu, menurut ketua PCNU Bondowoso, pihak NU tidak bisa secara lansung menanggapi. Akan tetapi, proses transaksi itu menurut syar’i sudah pernah menjadi keputusan Muktamar NU, yang menyatakan bahwa transaksi pasif adalah transaksi rusak, dan transaksi seperti itu tidak benar. Sedangkan dalam sisi hukum agama, proses transaksi itu "Batil"  tidak sah.

Sedangkan Ketua PCNU Situbondo H. Fauzan Minggu (12/02), mengatakan bahwa apapun yang kita perbuat, baik penguasa maupun rakyat jelata, serta pekerjaan dan jabatan apapun jika di lakukan untuk kebaikan dan menjauhi kemungkaran, Insyallah akan mulia di sisi Allah SWT, dan di mata masyarakat akan mendapat penilaian yang baik. Selian itu, dia juga mengungkapkan rasa prihatinnya atas nasib yang di alami oleh petani tebu, yang notabenenya adalah warga NU.  Menurutnya, Ulama bisa mengarahkan mana yang boleh dan mana tidak boleh dan pemerintah harus berbuat adil dalam segala hal. Regulasi yang di buat harus mencerminkan keadilan dan kesejahteraan. Intinya pemerintah harus berbuat adil dan profesional serta harus berpihak pada rakyat, tidak hanya semata mata menguntungkan investor, yang justru menari-nari diatas penderitaan petani yang mayoritas warga Nahdiyin.

Lain lagi dengan pendapat dari Ketua PCNU Lumajang, Fanandri Abd Salam, selasa 14 Februari 2012, dalam menanggapi permasalahan kesejateraan Petani Tebu serta mempertanyakan kebijakan dari PTPN XI. Fanandri menjelaskan bahwa dengan adanya kebijakan dan perlakuan yang berbeda, tentu akan mengakibatkan dan meninggalkan kesejahteraan petani yang ada pada daerah lebih dirugikan. Dibandingkan dengan daerah yang lain, hal itu akan menjadi semakin sulit untuk meningkatkan ekonomi dan  kesejahteraannya.

Sementara dari ketua PCNU Kencong Jember, M. Furqon Syuaibi, Senin (13/02), menyatakan bahwa  Persoalan profit sharing dan kesejahteraan petani tebu,  akan segera di bicarakan dalam Rapat Pengurus Harian NU Cabang Kencong terlebih dahulu. Setelah itu, akan dibahas dalam pertemuan Bahtsul Masail Selasa Kliwonan. Disamping itu, “ kami juga akan segera menugaskan kepada Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU) untuk segera melakukan investigasi terhadap persoalan tersebut, karena bagaimanapun petani tebu mayoritas adalah warga Nahdiyin”. Katanya.  

Dalam hal ini, kebijakan yang dilakukan oleh PTPN XI menjadi tanda tanya. Artinya, sama-sama berada didalam lingkup BUMN PTPN, kenapa kebijakan PTPN yang satu dengan yang lain berbeda? Lebih jauh, jika Batsul Masail akan dilaksanakan lagi, apakah mungkin pembahasan bagaimana menundukan oligarki dan pemburu rente pergulaan bisa diselesaikan ? Beranikah Menteri BUMN kita yang jujur dan lugu melawan oligarki dan pemburu rente itu? Jika tidak, tidak usalahah dilakukan bahtsul masail-bahtsul masail lagi, karena persoalan yang paling mendasar di dunia pergulaan tidak terjawab. (Eros/Zq/Yud/Rud/Rus/Iks).
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Manisnya Gula: Komplotan Disekitar PTPN XI, Rugikan Warga NU

Terkini

Close x