Humas Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah Iwan Nurdin |
Putusan majelis hakim
Mahkamah Konstitusi (MK) pimpinan Mahfud MD terhadap permohonan Koalisi Karam Tanah terkait pembatalan
sejumlah pasal UU no 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum dianggap controversial.
Koalisi yang terdiri
dari sejumlah NGO dan organisasi rakyat seperti KPA, SPI, Walhi, IHCS,
Solidaritas Perempuan, Kiara menganggap pertimbangan hukum dan pendapat hukum
yang diajukan para pemohon, saksi ahli dan korban, nyata bahwa pengadaan tanah telah
merugikan rakyat dan menyebabkan konflik agraria.
“Para saksi Ahli dan
korban-korban yang memberikan kesaksian selama persidangan telah menjelaskan
bagaimana selama ini proses pengadaan tanah yang berlangsung, telah merugikan
mereka dan menyebabkan banyak konflik agraria”
Demikian tanggapan
yang disampaikan Humas Koalisi Rakyat
Anti Perampasan Tanah (Karam Tanah) Iwan Nurdin pada siaran pers Kamis (14/2) di Dapur Selera, Tebet
Jakarta.
Menurut aktifis yang getol
menyuarakan gerakan Reforma agraria dan sebagai Deputi Sekjen Konsorsium
Pembaruan Agraria (KPA) ini peraturan
yang lama yaitu Perpres 36/2005 jo 65/2006 tidak banyak berubah ketika diangkat
menjadi UU No.2/2012.
Salah satu
pertimbangan hukum kontroversial Majelis Hakim dalam putusan MK adalah
pertimbangan bahwa proyek jalan tol yang selama ini dibiayai oleh pengusaha
swasta dan BUMN sebagai proyek untuk kepentingan umum. “menurut saya, definisi
kepentingan umum untuk jalan tol sangat bias.
Sebab jalan tol tidak
dapat diakses oleh seluruh rakyat dan dimiliki oleh pengusaha. Seharusnya,
jalan tol masuk dalam skema bisnis biasa dalam proses pengadaan tanah yaitu
izin lokasi dan ganti kerugian dalam pembebasan tanahnya.
Untuk itu Iwan menyarankan agar pemerintah mencegah hal-hal negatif dari UU ini dengan memperkuat aparatur pemda dan BPN yang menjadi pelaksana utama dalam pembebasan tanah agar menjalankan sistem pengadaan tanah yang transparant.
Untuk itu Iwan menyarankan agar pemerintah mencegah hal-hal negatif dari UU ini dengan memperkuat aparatur pemda dan BPN yang menjadi pelaksana utama dalam pembebasan tanah agar menjalankan sistem pengadaan tanah yang transparant.
Seharusnya, pengadaan
tanah yang menggunakan kepentingan umum ini benar-benar dipergunakan untuk
kepentingan umum. Sebab, seperti diketahui UU mengamanatkan pemerintah
membebaskan tanah tetapi setelah tanah dibebaskan pemerintah bisa menggandeng
pihak ketiga dalam hal ini swasta untuk membangun proyek-proyek tersebut.
Untuk itu Pemerintah harus melakukan sosialisasi tentang UU ini, agar masyarakat luas terhindar dari mafia pertanahan dalam proyek-proyek yang ada.
Untuk itu Pemerintah harus melakukan sosialisasi tentang UU ini, agar masyarakat luas terhindar dari mafia pertanahan dalam proyek-proyek yang ada.