Translate

Iklan

Iklan

Tata Kelola Migas Di Indonesia Masih Amburadul

11/20/13, 15:48 WIB Last Updated 2013-12-08T19:07:40Z
Oleh : Yusri Usman, Pemerhati Kebijakan Energi Nasional

Pemerhati Kebijakan Energi Nasional: Yusri Usman
Jakarta, MAJALAH-GEMPUR.Com. Tahun 2013  adalah tahun yang sangat  buruk bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia, rakyat Indonesia tersontak kaget melihat beberapa pristiwa yang sangat sulit dapat dicerna oleh nalar akal yang sehat.

Tertangkap tangannya Ustad LHI dkk dalam dugaan kasus suap impor daging, yang dalam proses penyidikan n persidangan terungkap fakta-fakta banyak pihak terkait kepusat kekuasan. Begitu juga kasus Hambalang  yang telah mebuat gegap gempitanya panggung politik Indonesia dengan ditetapkannya sebagai tersangka dan sudah ditahannya seorang Menteri dan ketua partai yang lagi berkuasa. Kemudian berikutnya dunia migas dihebohkan dengan tertangkap tangannya RR sebagai Kepala SKK Migas.

Tak kalah hebohnya dikejutkan lagi  dengan ditangkap tangannya ketua  Makamah Konstitusi AM  dan ditutup dengan ditahannya sdr BM dalam kasus dana talangan Bank Century  yang membuat semua rakyat seolah olah “tidak percaya,tapi nyata”, sehingga munculah banyak pertanyaan sudah  sebegitu rusakkah moral penyelenggara negara  yang sangat kita cintai ini, yang telah didirikan oleh proklamator pada 17 Agustus 1945  dengan segenap pengorbanan tumpah darah dan airmata oleh para pahlawan pahlawan kita.

Tentu semua  rakyat bertanya ??  ada apa dan dimana salahnya  sampai begitu banyak jatuh korban  terhadap putra-putri terbaik kita dari kalangan terdidik, Ustad, cendikiawan dan bahkan katanya ada yang dosen teladan dari Perguruan tinggi terkenal tempat terakhir dia mengabdi sebelum terjun kedunia birokrasi.

Masing-masing pihak menganalisa dan mengintepretasi dan menyimpulkan penyebabnya sesuai kemampuan akal dan pengetahuanya terhadap semua yang telah terjadi, tetapi sementara kita menyimpulkan mereka meraka telah masuk kedalam sistem yang salah ,bak istilah biasa digunakan dikampung saya “ Ustad masuk di kampung maling,lama-lama akhirnya dia juga ikut jadi raja maling”

Tapi yang pasti kita harus memberikan apresiasi yang tinggi terhadap jajaran Komisi Pemberantasan korupsi yang telah berhasil menangkap tangan dugaan korupsi dan sebahagian dalam proses persidangan terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi yang oleh Majelis Hakim Tipikor sudah dijatuhkan hukuman.

 Harapan seluruh rakyat Indonesia mudah mudahan peristiwa peristiwa korupsi ini adalah yang terakhir kali mereka saksikan dan menyadarkan yang lainnya untuk kembali kejalan yang lurus dan benar seperti yang diwahyukan oleh Allah Yang Maha Pengasih dan Maha penyayang melalui Rasul Rasulnya.
  
Maka untuk semua itu  saya mencoba melihat apa yang telah terjadi selama ini diproses bisnis tata kelola migas dari hulu ke hilirnya.

Instruksi Presiden No. 2 tahun 2012 perihal percepatan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional, rupanya dianggap angin lalu oleh para petinggi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), khususnya Direktur Jenderal Migas
(Dirjen Migas).

Tujuan dikeluarkannya Inpres yang dirilis pada 10 Januari 2012 itu sudah sangat jelas yaitu agar segala birokrasi berbelit dan ruwet pada pengelolaan migas dipangkas habis, untuk mendukung upaya pencapaian lifting minyak 1 juta barrel per hari (BOD).

Saat ini produksi minyak nasional hanya sekitar 750-840 ribu BOD inipun sangat sulit dicapainya, sementara “cost recovery” semakin membesar dan berbanding terbalik dengan produksi dan kemampuan menemukan cadangan migas yang baru, dan pada 15 tahun terakhir terus mengalami penurunan dari semula 1,6 juta BOD.        

 Dahulu  IndonesIa menjadi salah satu negara pengekspor minyak (OPEC), tetapi sekarang ini produksi migas Indonesia memble dan menjadikan negara ini masuk dalam kelompok negara pengimpor minyak, sebab produksi nasional jauh di bawah kebutuhan. 

Produksi minyak tahunan yang lebih besar dibandingkan penemuan cadangan minyak baru ini akan menyebabkan berkurangnya cadangan, informasi yang terakhir hanya tinggal sekitar 3,6 milyar barrel, jika kegiatan eksplorasi tidak digencarkan, maka diperkirakan cadangan minyak Indonesia diperkiran bakal habis ditahun  2025, karena dalam 5 tahun terakhir rasio penemuan cadangan baru terhadap produksi sekitar hanya 50%, padahal idealnya rasio ini diatas 100% atau lebih dikenal dengan istilah “reserves replacement ratio”/RRR.

Ditjen Migas adalah garda terdepan dalam mata rantai pengelolaan migas di Indonesia.khususnya bertanggung jawab soal peta kebutuhan dan kemampuan produksi BBM dalam negeri,dialah yang berwenang menentukan rekomendasi jenis dan volume BBM dan minyak mentah yang dapat di ekspor maupun di impor untuk mengamankan semua kebutuhan tersebut harus terjaga agar tidak menimbulkan dampak polhukam dan ekonomi, disamping itu tugasnya adalah menawarkan blok migas sesuai Undang Undang  dan Peraturan dilaksanakan disini dan menunjuk pemenangnya sebagai operator adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang nantinya akan melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas kita.

Pekerjaan KKKS ini diatur dan diawasi serta dievaluasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas  SKKMigas. Namun dalam prakteknya, proses tender blok Migas itu berlangsung tidak fair dan tidak transparan, dugaan adanya kongkalikong atau main mata untuk memenangkan perusahaan migas yang diinginkan sangat kasat mata terlihat. Dugaan ini bukan isapan jempol semata, beberapa kasus tender blok migas bisa menjadi rujukan betapa dugaan permainan itu amat gamblang. Berikut ini beberapa contoh besar terkait dugaan adanya permainan tender blok migas itu adalah sebagai berikut :

 Penunjukan Mandiri Oil sebagai pengelola Blok Sembilang di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Sembilang adalah blok Migas di perairan lepas pantai Kepri. Blok ini sebelumnya dikelola oleh Conoco Phillips dan habis kontrak pada 2010. Dirjen Migas kemudian menunjuk Mandiri Oil melalui proses joint study sebagai operator blok tersebut pada 14 September 2010. Namun sudah 3  tahun berjalan tidak ada aktifitas apapun di blok tersebut. Ini jelas mempengaruhi lifting minyak nasional dan berpotensi merugikan negara. Padahal sebelumnya, sejak 2007, BUMD Kepri sudah mengajukan diri untuk proses joint study dan mengajukan permohonan paling awal, tetapi tidak digubris. Akhirnya, pada bulan Oktober 2013 kasus Blok Sembilang ini sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Seperti sudah menjadi pembicaraan didunia migas bahwa Mandiri oil (PT Mandiri Panca Usaha) adalah pemain yang sangat baru baru dibidang migas tetapi sudah menghebohkan jagat migas nusantara ketika bocornya pembicaraan antara Dirut Pertamina yang pada bulan september 2013 dipanggil pejabat tinngi di Kementerian ESDM untuk  menanyakan kesiapan Pertmina dalam pengelolaan blok Mahakam, malah menurut kabar yang beredar bahwa Dirut Pertamina sudah mendapatkan pengarahan  harus menggandeng PT Mandiri Panca Usaha dan Perusda (BUMDKaltim ) dengan komposisi saham  Pertamina-Mandiri oil-Perusda kaltim (30%-40%) Total E&P (30%) dan Inpex (30%) dan operatornya tetap Total E&P.

Sebelumnya   kita  telah mendengar kehebohan dalam tender blok B –North Sumatera Offshore (NSO) Exxon Mobil di Arun Aceh pada tahun 2012 , bahwa  pejabat BPMigas dan Kementerian ESDM  telah menekan Exxon Mobil untuk menunjuk Mandiri Oil sebagai pemenangnya walapun hasil evaluasi panitianya bahwa Mandiri oil kalah dari PT Subur Raharja dan Bakrie, yang akhirnya Exxon mobil menolak di intervensi soal tender tersebut dan dibatalkan tendernya, yang berakibat jabatan President Director Exxon Mobil Indonesia ditolak izin perpanjangan kerja jabatannya oleh sdr R.Priyono selaku Kepala BPMigas.

kemudian  Blok Marlen Natuna. Proses lelang  telah dilaksanakan pada 27 November 2012, dan  Lelang reguler 3 blok CBM (coal bed methane) di wilayah Sumatera dilaksakan pada Februari 2012,  serta lelang 7 blok Migas yang sudah dilaksanakan pada 19 Februari 2013. Namun hingga saat ini  belum ada satupun pengumuman siapa pemenang sebagai operatornya, padahal didalam dokumen lelang disebutkan bahwa pengumuman akan dirilis pada 19 Maret 2013.

Ketidakjelasan tender Blok Migas seperti saya contohkan itu sama saja dengan menciptakan ketidakpastian hukum bagi calon investor peserta lelang, selain itu pastinya juga menghambat program pemerintah untuk percepatan  mendongkrak lifting minyak  nasional dan berpotensi merugikan Negara.

Satu hal yang sangat mengelitik akal sehat kita adalah sikap sebahagian besar pejabat migas terhadap kontrak PSC Blok Mahakam yang akan berakhir 2017. Mereka lebih berpihak kepada perusahan asing ketimbang kepada Pertamina. Bahkan kontrak Blok Masela yang akan berakhir 2028 dan menurut PP No. 35 tahun 2004 pasal 28 disebutkan bahwa perpanjangan bisa diajukan paling cepat 10 tahun atau paling lambat 2 tahun sebelum akhir kontrak.

Dirjen Migas, Ir. Edy Hermantoro menyatakan akan mencari celah hukum agar dalam waktu dekat blok Masela dapat diperpanjang sampai tahun 2058. Sementara itu Blok Siak yang akan berakhir 27 November 2013 menurut Wamen ESDM dan Direktur Hulu Ditjen Migas akan dievaluasi dan dicari aturan hukumnya untuk proses perpanjangan kontrak PSC, apakah tetap diberikan kepada Chevron Pasifik Indonesia atau Pertamina,tetapi melihat gelagatnya blok Siak akan tetap diperpanjang 1 tahun kepada CPI  dan seterusnya, seperti yang sudah pernah dilakukan terhadap blok Langgak kabupaten Kampar pada tahun 2007. Ini jelas 'kebijakan yang tidak bijak" aneh bin ajaib alias sontoloyo.

Bahkan bisa jadi dikatakan hampir sebahagian besar pejabat tinggi dilingkungan migas senyatalah telah mengabaikan  dan mengkhianati isi dan tujuan kandungan pasal 33 Undang Undang Dasar 1945.

Ada sesuatu hal yang membuat kita jadi semakin bingung lagi adalah kebijakan Direksi Pertamina ditahun 2011 telah melakukan kerja samakan operasi (KSO) 40 lapangan andalannya kepada pihak lain,seperti lapangan Cepu dan Limau Timur Pertamina EP Asset 2, yang menurut informasi saya dapat bahwa GM KSO Cepu di  Pertamina EP  Asset 4 adalah sdr Gunawan Hendro yang sebelumnya bekerja di Jawa Pos koran miliknya Dahlan Iskan ( Menteri BUMN).

 Begitu juga dengan nasib 5 blok CBM Pertamina telah dilepas saham nya 49 % kepada Sugico Graha tampa mendapat apapun dan Sugico ditunjuk sebagai operatornya.terlihat jelas Direksi Pertamina telah melakukan kebijakan seperti “ monyet  berebut mengambil makanan lainnya, sementara makanan yang sdh digenggamnya terlepas”,sejumlah lapangan  produksi yang sebagai tulang punggung utama nya dilepas tidak jelas kepada pihak lain, sementara itu Pertamina ingin juga merebut blok Mahakam dan blok Siak.

Bahwa fakta selama ini sudah membuktikan kemampuan tehnis sumber daya manusia yang ada di pertamina sudah sangat mumpunin bahkan ada yang  melebihi kemampuannya diatas tenaga ahli asing,dan hal ini juga dibuktikan dalam mengelola Blok Nort West Java offshore (NWJO) dan blok West Madura Offshore ( WMO) yang kedua blok tersebut meningkat jauh produksinya.Demikian juga di KKKS Total E & P dan Chevron Pacific Indonesia ( CPI) boleh dikatakan hampir  90% sd 95% tenaga ahli perminyakkan adalah putra putri bangsa Indonesia.

Entah untuk alasan apa semua pejabat di jajaran Kementerian ESDM begitu sangat kompak  dan solid bagaikan orchestra berkomentar bahwa belum saatnya kita dapat mengambil alih blok tersebut dan beresiko tinggi, saya melihat mereka semua setelah menjabat menjadi berubah jadi tidak nasionalis, bahkan lebih jauh dapat disinyalir sudah terkontaminasi oleh mafia migas.


 Proses dan oleh karenanya hasil Tender di SKK Migas Cacat Hukum.
Ternyata tak hanya di Dirjen Migas, carut marut tata kelola migas juga terjadi di SKK Migas, badan baru pengganti BP Migas yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD 1945.

Ada ketidakberesan yang berlangsung di SKK Migas selama ini. SKK Migas telah melakukan kegiatan ilegal. Kenapa ? Sebab selama ini SKK Migas masih menggunakan sebagian Pedoman Tata Kerja (PTK) produk BP Migas. Dalam peraturan yang diterbitkan Menteri ESDM yang menjadi payung hukum keberadaan SKK Migas juga tak ada ketentuan yang tetap memberlakukan PTK BP Migas.

Fakta tentang penggunaan PTK BP Migas sebagai dasar operasional SKK Migas itu antara lain terlihat jelas di website SKK Migas pada bagian regulasi (SOP) dan info lelang. Sebagai contoh, untuk lelang periode November 2012 hingga November 2013. Ada empat PTK yang disebutkan dan digunakan sebagai dasar lelang, 3 di antaranya adalah PTK BPMigas,walaupun ada yang sempat direvisi dibulan April 2013, akan tetapi PTK Penunjukkan Penjual Migas bagian Negara nomor ;20    tanggal April 2003 adalah  produk semasa periode BPMigas.

 Contoh yang saya sebutkan itu menunjukkan kesembronoan Pimpinan SKK Migas dalam menjalankan tugasnya. Mereka patut dipertanyakan kompetensi dan integritasnya dalam melakukan tugas operasional yang strategis dan menyangkut kekayaan negara kita, dan akibat kesembronoan Pimpinan SKK Migas itu, sebagian kegiatan hulu migas di Indonesia secara hukum menjadi ilegal. Dengan demikian, sebenarnya demi hukum, negara tak lagi memiliki kewajiban untuk membayar kontrak lelang pengadaan barang dan jasa di SKK Migas maupun di semua KKKS. Sebaliknya, tak ada kewajiban kontraktor sebagai pihak ketiga untuk memenuhi kewajibannya.

Adapun potensi kerugian negara yang timbul akibat tata kelola di SKK Migas yang amburadul itu antara lain posisi SKK Migas dan KKKS akan lemah manakala ada sengketa dengan perusahaan pihak ketiga yang telah ditunjuk sebagai penjual minyak, kondensat dan gas bumi bagian negara. Selain itu, tak adanya sebagian PTK khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa akan menyulitkan penegak hukum dalam menentukan indikasi tindak pidana korupsi yang telah terjadi. Ini disebabkan tidak adanya acuan penentuan perbuatan melawan hukum apa yang telah dilakukan, karena kontraknya batal demi hukum.
Demikian juga potensi terjadinya penyimpangan atau penyelewengan dalam penentuan cost recovery yang merugikan negara juga sangat besar.

Tata kelola migas yang buruk itu diperparah lagi dengan adanya dugaan permainan uang dalam penentuan pemenang lelang di SKK Migas. Kasus suap yang menimpa Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas dan diketemukan uang dollar Amerika di ruang Sekjen Kementerian ESDM, setidaknya menjadi contoh nyata tentang adanya permainan uang itu. Bahkan kabar terakhir di BAP Rudi Rubiandini ada permintaan THR dari sejumlah anggota DPR Komisi VII dan Dirut pertamina pun diduga mengetahui modus ini. Kalau sudah begini maka diduga semua stakeholder ikut bermain (Kementrian ESDM, Dirjen Migas, SKK Migas dan Pertamina serta sebagian anggota DPR-RI Komisi VII). 

 Carut Marut di Hilir Migas
Tak hanya di hulu migas, carut marut tata kelola juga terjadi di hilir migas. Setiap hari Indonesia membutuhkan BBM 1,4-1,5 juta barrel. Kebutuhan BBM dalam negeri yang besar itu sebenarnya juga dipengaruhi faktor-faktor di luar kebutuhan riil. Faktor itu adalah adanya pertambahan  jumalah kenderaan bermotor yang sangat pesat, penyelundupan BBM subsidi ke luar negeri, pemborosan BBM karena kemacetan di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya dan kebocoran BBM subsidi ke industri pertambangan dan perkebunan. Akibatnya menurut Plt Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu  “ anggaran subsidi BBM jebol diperkirakan sebesar A  24 triliun rupiah dari alokasi APBN-P 2013  sebesar 200 triliun rupiah.

 Kebutuhan BBM dalam negeri yang bisa dipenuhi kilang BBM dalam negeri hanya 700 ribu barrel, sisanya sebanyak 700–800 ribu barrel diimpor dalam bentuk BBM maupun minyak mentah. Hal ini disebabkan kapasitas terpasang kilang BBM di dalam negeri 1,07 juta barrel BBM tapi produksinya hanya 700 ribu barrel per hari karena faktor usia kilang dan tidak efisien, karena rencana pembangunan kilang  sudah sejak 15 tahun sampai saat ini hanya sebagai wacana  atau istilah kerennya “NATO  (no action talk only)”.

 Impor BBM dan minyak mentah itu sebenarnya bisa ditekan seandainya tata kelola di hilir migas dilakukan dengan baik, misalnya,Minas & Duri Crude yang selama ini di ekspor,tetapi minyak mentah itu disalurkan ke Kilang Balongan. Faktanya karena import yang semakin besar dan nilai rupiah semakin melemah terhadap dollar amerika sudah tentu menggerus devisa negara (defisit transaksi perdagangan berjalan di triwulan 2  tahun 2013 mencatat rekor 9,8 milliar dollar US,Pemerintah langsung panik dan mengeluarkan paket kebijakan antara lain menekan impor dan mendorong penggunaan biodiesel berbasis minyak mentah sawit (CPO) pengganti produk solar,diharapkan porsi biodisel dalam  komsumsi solar naik menjadi 10 %.

Produk lapangan migas lainnya seperti kondensat dan gas bumi, juga salah urus. Selama ini kondensat diekspor ke luar negeri, padahal industri petrokimia di dalam negeri membutuhkannya. mereka terpaksa impor, tentu konsumen sebagai pembeli produk akhir dari hasil industri petrokimia yang menanggung bebannya.

Produksi sampingan kilang minyak Pertamina yang dikomandoi oleh Ir Crisna Damayanto ( mantan tersangka kasus impor minyak “zatapi”)  seperti naphta atau light end, kerosene, LGO, HGO dan residu (LSWR, decant oil, vacum residue dan greencoke), selama ini juga telah diekspor dengan harga murah. Padahal, produk sampingan itu bisa ditingkatkan nilainya dengan mengolah kembali menjadi produk bernilai lebih tinggi (dari LSWR/low sulfur weigth residue menjadi gas/LPG, naphta dapat diolah lagi menjadi bahan petrokimia ataupun menjadi HOMC/high octan mogas component, gasoil, kerosene atau bahkan avtur).

Carut marut tata kelola migas di Indonesia baik di hulu dan hilir itu banyak dipengaruhi oleh kepentingan penguasa, politik dan mafia migas dan berkolusi dengan  oknum  penegak hukum . Carut marut ini sebenarnya bisa didandani selama ada niat baik dan komitmen dari penguasa untuk memberangus mafia migas dan oknum pengambil kebijakan di kementerian dan lembaga yang melanggengkannya. Semua harapan saat ini tercurahkan hanya kepada KPK agar menyelidiki lebih jauh dan dalam untuk membongkar praktek kongkalingkong yang sudah sangat masif, terstruktur dan sistemik di SKK Migas
.

Direktorat Jendral Migas dan Pertamina. Bisa jadi puluhan triliun bahkan ratusan triliun uang negara dapat diselamatkan. Kalau KPK hanya menyidik dan berhenti hanya di kasus suap Kernel oil dan SKK Migas saja, maka kedepan kita hanya tinggal menunggu waktu kiamatnya industri migas kita setelah dicabik-cabik oleh mafia migas, dan lalu, saat mana kita akan mengheningkan cipta... maafkan kami Para Pahlawan, kami gagal total meneruskan cita-cita Proklamasi. Tetapi apakah masih ada maaf karena anak cucu bangsa ini sudah terkapar dalam kemiskinan ditepi bumi pertiwi yang kaya raya ini, menonton bangsa asIng berpesta pora di bumi pusaka leluhurnya. 

Angkah secara tegas Ketua Komisi Pemberantas Korupsi Abraham Samad pada tanggal 9 september 2013 secara tegas menyatakan “kita dibodoh bodohi terus,impor-impor itu bohong karena KPK sudah mempelajarinya “

 Banyak fakta yang seharusnya menjadi pelajaran pahit bagi bangsa Indonesia yang telah melakukan kebodohan , salah satunya  kasat mata saat ini adalah kita telah dipencundangi oleh konsorsium perusahaan jepang di Inalum Asahan selama 30 tahun malah kita skrng diharuskan membayar lebih kurang US$ 625 juta.apa belom kapok Beh ???  gak mau tobat Beh ??? , Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang aja akan berpaling pada manusia yang melakukan kebodohan.

“Ya  Allah Yang Maha Pengampun.. ampunilah kami dan pemimpin pemimpin kami yang telah melakukan kebodohan baik sengaja maupun tidak sengaja..tunjukilah kami jalan yang lurus yang Engkau Ridoii, jangan sesatkan kami setelah Engkau beri petunjuk.. Ya Allah Ya Robbi,lindunginlah dan jauhkanlah apabila niat kami dari godaan syetan terkutuk untuk tergoda ingin ikut merampok yang bukan hak kami... Amiin Ya Robbal Allamiin.
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Tata Kelola Migas Di Indonesia Masih Amburadul

Terkini

Close x