Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Front Pembela Islam (FPI) hentikan Pemutaran
Film The Look of Silence (Senyap) yang digelar Komunitas
Mahasiswa Jember (KMJ) dan Diskusi Kamisan di Aula Akademi Pariwisata Universitas Muhammadiyah
(Unmuh) Jember
Pemutaran Film ini menurut,
utusan FPI yang mendatangi lokasi khawatir
film ini akan menumbuhkan paham
komunisme baru di Indonesia, dikhawatirkan akan menjadi propaganda sehingga
para kiai seperti Habib Haidar. Dan kiai yang lain , resah. Pasalnya Film ini dianggap
memihak pada korban Partai Komunis Indonesia (PKI)
Dua utusan ini mengancam
jika tidak dihintikan, akan dibubarkan paksa. “Kawan-kawan FPI sudah kumpul di Rambipuji, tinggal nunggu
intruksi saja saja, namun jika dihentikan kami akan pulang” tegas Anshori,
anggota FPI asal Rambipuji yang juga mahasiswa Jurusan Dakwah STAIN Jember
Sabtu (20/12)
Setelah nogoisasi antara panitia
dan dua utusan FPI, akhirnya terjadi kesepakatan pemutaran Film ini dihentikan
dan kedua utusan yang datang sejak sore hari tersebut meninggalkan lokasi
pemutan Film ini. Sementara ratusan mahasiswa yang yang hadir mengaku kecewa
dihentikannya karena panitia mendapat
ancaman.
"Sbenarnya Panitia
dan teman-teman kecewa acaranya dihentikan di tengah jalan, Panitia terpaksa
menghentikan pemutaran film Senyap, karena
panitia menerima ancaman akan mendatangkan massa FPI untuk menghentikan paksa pemutaran
film tersebut. Kata Sadam Husein.
Diberitakan sebelumnya
bahwa film dokumenter ini bercerita mengenai seorang laki-laki yang mencari
tahu pembunuh kakaknya. 40 tahun lebih telah berlalu, Adi Rukun dan
ibunya yang sudah lansia masih memendam kepedihan dari tragedi pembantaian
massal tahun 1965 di Indonesia. Kakak Adi adalah salah seorang korban
pembantaian di Sumatera Utara.
Adi, yang baru lahir dua tahun setelah peristiwa itu, menjalani kehidupannya dengan tanda tanya besar; bagaimana kakaknya dibunuh dan siapa pelakunya? Jawabannya terkuak dalam film dokumenter 'The Look of Silence' atau Senyap yang diputar perdana dalam Festival Film Internasional Venesia.
Film ini mengikuti perjalanan Adi yang menemui pelaku pembunuh kakaknya, bukan untuk balas dendam, namun untuk mencari pemahaman.
Adi, yang baru lahir dua tahun setelah peristiwa itu, menjalani kehidupannya dengan tanda tanya besar; bagaimana kakaknya dibunuh dan siapa pelakunya? Jawabannya terkuak dalam film dokumenter 'The Look of Silence' atau Senyap yang diputar perdana dalam Festival Film Internasional Venesia.
Film ini mengikuti perjalanan Adi yang menemui pelaku pembunuh kakaknya, bukan untuk balas dendam, namun untuk mencari pemahaman.
Sutradara Joshua
Oppenheimer mengatakan, film dokumenter garapannya yang berjudul Senyap atau Look
of Silencetidak memiliki tujuan mengorek luka lama antara masyarakat dan para
penyintas atau korban Tragedi 1965.
"Masa lalu tak akan
berlalu selama ancaman masih terus membuat kita terlalu takut mengakui apa yang
telah terjadi atau untuk menyuarakan makna peristiwa di masa lalu," kata
Joshua saat menggelar konferensi jarak jauh dengan wartawan di Taman Ismail
Marzuki, Jakarta, Senin (10/11/2014).
Dia mengatakan, Senyap
menghadirkan pelanggaran HAM serius bagi korban dan keluarga yang dianggap
tersangkut Partai Komunis Indonesia.
Meski begitu, dia mengakui
tidak sedang membela sebuah ideologi lewat film. Akan tetapi, dia ingin agar
masyarakat menyadari bahwa ada pelanggaran HAM bagi keluarga yang tersangkut
Gerakan 30 September.
Film Look of Silence
sendiri merupakan karya dokumenter kedua Joshua tentang pelanggaran HAM di
Indonesia setelah film The Act of Killing atau Jagal. Dia melibatkan banyak
pihak, termasuk kerabat kerja dari Indonesia yang namanya sengaja
disembunyikan.
Joshua merangkai film
kisah nyata berisi penuturan dari para korban dan pelaku pelanggaran HAM serius
terkait Tragedi 1965. Film tersebut mengambil latar belakang pembantaian massal
1965 oleh masyarakat di Sumatera Utara yang dikoordinasi oleh militer.
Mengambil sudut pandang
orang kedua bernama Adi Rukun, film tersebut mengisahkan kisah nyata pengakuan
korban dan pelaku pembantaian.
Adi yang merupakan adik
korban pembantaian, Ramli, mewawancarai korban dan pelaku. Bermacam pihak
diwawancarainya, seperti ibu dan ayahnya yang kini telah renta, para pembunuh
dan penyiksa Ramli, para koordinator aksi pembantaian, dan pihak-pihak terkait
lainnya.
Joshua berharap, film
tersebut dapat memancing kesadaran penonton untuk turut andil dalam
penyelesaian kasus pelanggaran HAM pada masa lalu, dalam hal ini pembantaian
tahun 1965 kepada orang komunis dan orang-orang yang dicurigai komunis.
Menurut dia, para
penyintas Tragedi 1965, seperti keluarga Adi Rukun, yang diduga terkait dengan
komunisme, mendapatkan perlakuan diskriminatif. Untuk itu, melalui film Senyap,
dia ingin menghadirkan kepada masyarakat tentang kenyataan kehidupan para
korban diskriminasi masyarakat dari sudut pandang keluarga penyintas.
"Tanpa mengakui dan
menyuarakan makna masa lalu terkait perlakuan diskriminatif oleh para
pelakunya, maka kita tunduk pada ketakutan dan menyerah pada ancaman para
pelaku," kata dia. (eros/yond)