Jakarta. MAJALAH-GEMPUR.Com. Masalah banjir yang pasti akan terus terjadi dikala
musim hujan, hal ini menjadi persoalan serius bagi Pemerintah maupun masyarakat
saat ini. Berbagai upaya telah dilakukan namun, banjir tetap saja terjadi.
Lebih lanjut dijelaskan, pembuatan sumur Injeksi
skala pilot sangat diperlukan sebagai landasan pengembangan Sumur Injeksi skala
penuh dan sekaligus untuk mensimulasikan aplikasi dan implementasi Sumur Injeksi Super High Rate. “Jika Pemerintah ragu dengan sistem ini,
Pemerintah bisa membuat pilot proyek sebanyak 3 sumur injeksi, kan hanya
butuh satu setengah milyar,” tutupnya. **
“Air banjir sebenarnya
merupakan potensi yang bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi lingkungan,
namun yang terjadi justru menjadi bencana,” jelas pakar Water Technology
dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr.-Ing., Ir.Mohajit, MSc dalam roundtable
discussion “Solusi Atasi Banjir Berbiaya Murah” di Jakarta, Kamis
(25/12).
Anggota Asosiasi
Ilmuwan bergensi Humboldt Network Germany ini
menjelaskan solusi penanganan banjir selama ini lebih banyak mempercepat
mengalirnya air menuju sungai dan laut, yang mengakibatkan air banjir
terbuang cuma-cuma. “Penyediaan waduk penampung juga tepat namun
memerlukan lahan dan biaya yang cukup tinggi, dan kendalanya selalu pada saat
pembebasan lahan,” jelas alumnus Post Doctoral, Engineering Biology and Biotechnology, University of
Karlsruhe, FR Germany ini.
Mohajit menawarkan solusi
dengan sitem sumur injeksi, yang biayanya jauh lebih murah dibandingkan dengan
menyediakan waduk atau membuat sodetan yang membuang air cuma-cuma kelaut. “Biayanya
bisa mencapai sepersepuluh dari biaya membuat sodetan atau menyiapkan waduk
baru,” terang pria kelahiran Ambarawa ini.
Menurutnya teknologi sumur injeksi ini telah digunakan
oleh Pemerintah Jerman untuk mengelolah natural resource menjadi lebih berguna.
Pemerintah Jerman mengunakan tekhnologi ini untuk menjaga kestabilan tanah
sehingga bangunan yang ada diatasnya stabil dan tidak bergerak. Selain itu
sistem ini juga berfungsi untuk mencegah intrusi air laut kedaratan.
“Contoh nyata akibat
menurunnya permukaan air tanah adalah kemiringan gedung Menara Saidah dikawasan
Cawang Jakarta Selatan, dampak gedung tersebut tidak bisa digunakan hingga saat
ini,” jelas Mohajit sambil mewanti-wanti kondisi ini akan terjadi diwilayah
Jakarta atau kota lainya jika tidak diantisipasi sejak dini.
Teknologi sistem injeksi tidak memerlukan lahan yang
luas seperti halnya membuat waduk atau sodetan. “Cukup pilh area yang selalu
banjir, lahan seluas 2 meter persegi sudah bisa menjadi sebuah sumur injeksi.”
lanjutnya.
Begitupun dengan teknologi
yang digunakan, tidak memerlukan teknologi mutakhir karena sistem injeksi ini
memanfaatkan gaya grativitasi bumi. “Karena memanfaatkan grativitasi bumi maka
biayanya cukup murah, satu sumur injeksi memerlukan dana sekitar Rp.500 juta,”
jelas penemu Instalasi Pengolahan Air (IPA) Nusantara berbiaya murah yang sudah
diimplementasi di PDAM Bogor, Pangkal Pinang dan Bali ini.
Dari perhitungan Matematis
yang dilakukannya, untuk mengatasi banjir besar dengan limpahan air dititik
maksimal 800 meter kubik/detik atau dalam keadaan siaga satu maka di Jakarta
dibutuhkan 2000 sumur injeksi. “Pemerintah hanya mengeluarkan anggaran sekitar
satu Trilyun dan ini jauh lebih murah dibandingkan dengan membuat sodetan atau
waduk,” jelasnya.