Translate

Iklan

Iklan

Anggaran Minim, Pengenalan BPCB Tidak Maksimal

9/22/15, 19:30 WIB Last Updated 2015-09-22T17:00:05Z
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kesehatan Dr. Soebandi Jember, nampak antusias saat melihat koleksi benda cagar budaya di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jember.

Mereka datang di datang di kantor yang terletak di belakang Stadion Noto Hadi Negoro, Selasa (22/9) sekitar pukul 12.00 Wib, dengan didampingi dua orang guru, secara berkelompok dan bergantian mencatat satu persatu koleksi BPCB Jember dalam buku tulis yang mereka bawa. Sebagian lagi ada yang mendokumentasikannya lewat kamera digital.

“Meski baru pertama kali datang kesini, saya sangat tertarik dengan koleksi benda cagar budayanya, karena saya lihat banyak yang berasal dari zaman purbakala,” kata Rizki Sisilia, siswi kelas X, saat mengamati salah satu koleksi BPCB yang dipajang di etalase.

Menurutnya, agenda kunjungan itu memang bagian dari kegiatan sekolah. Namun hal itu tidak mengecilkan niatnya untuk mengetahui sejarah Jember di masa lampau. “Sebagai bagian dari masyarakat Jember, masak sih nggak tahu sejarah Jember?” ujarnya, seraya menyebut dirinya yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi.

Walau demikian, dia mengakui jika referensi tentang sejarah Jember serta peninggalan yang bernilai sejarah masih cukup minim. Sehingga para siswa disekolahnya hanya belajar secara langsung dari para guru pendamping.

Noga, salah seorang guru pendamping menuturkan, kunjungan ke BPCB Jember merupakan bagian untuk mengenalkan sejarah secara langsung kepada siswa. Hal itu untuk menarik minat generasi muda agar tertarik mempelajari sejarah, terutama sejarah Jember. “Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarahnya,” sebut Noga.

Selain itu, tiadanya mata pelajaran sejarah di sekolah menengah pada kurikulum terbaru, membuat para guru memberikan kegiatan tambahan dengan cara berkunjung langsung ke tempat-tempat yang bernilai sejarah. “Salah satunya di BPCb ini,” terangnya.

Untuk itu mereka berharap Pemerintah Kabupaten Jember untuk lebih memperhatikan keberadaan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) yang saat ini berada dibawah Kantor Pariwisata dan Budaya. Pasalnya selama ini perhatian dinilai masih kurang dalam mengembangkan satu-satunya lembaga yang menjadi perawat benda bersejarah tersebut.

“Harapannya di Jember ada sebuah museum benda-benda sejarah seperti Museum Trowulan di Kabupaten Mojokerto. Karena dalam konteks sejarah, Jember memiliki ciri khas yakni dalam peradaban prasejarah,” kata Noga, salah seorang Guru SMK Kesehatan Dr. Soebandi

Menurutnya, dihapusnya mata pelajaran sejarah di sekolah menengah membuat para tenga pelajar memberikan kegiatan tambahan dengan memperlajari serta mengamati secara langsung sejarah melalui benda maupun situ-situs yang bernilai sejarah. Dan hal itu butuh sebuah tempat khusus seperti museum dan pengelolaan situs bersejarah.

“Kami meminta Pemkab Jember untuk lebih memperhatikan lagi tentang sejarah dan benda-benda peniggalannya. Apalagi di Jember memiliki ciri khas tentang peradaban prasejarahnya. Dan kami rasa tempat ini (BPCB) belum memadai untuk proses pembelajaran terhadap siswa,” ujarnya.

Sementara itu, koordinator BPCB Jember, Didik Subandrio mengakui, jika dukungan anggaran dari Pemkab Jember masih minim. selama ini anggaran untuk opersional dan pengembangan diambilkan dari dana kesenian yang masuk di pagu anggaran Kantor Pariwisata dan Budaya Jember. “Saya tidak tahu persisnya berapa jumlah anggaran untuk BPCB, tapi kalau dikatakan minim ya minim. Soalnya dibagi dengan bidang kesenian,” jelasnya.

Pantauan ditempat tersebut terlihat, fasilitas dan ruangan untuk memajang koleksi benda bersejarah di BPCB memang tidak cukup untuk menampung banyak pengunjung. Ruangannya mirip seperti bangunan kelas yang berukuran sekitar 7 x 7 meter. Padahal jumlah koleksinya cukup banyak, sehingga tak mampu menampung semua koleksi benda bersejarah tersebut.

Ironisnya, letak gedung berada dilokasi tidak strategis, lokasinya berada di belakang Stadion Noto Hadi Negoro, persis dibelakang Kantor Dinas Pendidikan Jember. Bangunan tembok serta warna catnya, juga terkesan tak terawat dengan baik, warnanya nampak kusam dan seperti dirumbuhi lumut.

“Kapan hari, sempat ada kunjungan 500 siswa dari gabungan pelajar se Indonesia saat mengikuti diklat tentang benda kepurbakalaan. Namun karena tempatnya tidak cukup, maka saya buat sistem shift atau bergantian ketika berkunjung,” terang Didik.

Lebih parah lagi, pegawai yang dipekerjakan juga sangat minim. Dijelaskan Didik, sampai saat ini hanya ada 20 orang yang bekerja di BPCB, empat orang diantaranya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Untuk yang PNS itupun berasal dari Balai Besar Trowulan (Mojokerto),” pungkasnya. (ruz/midd)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Anggaran Minim, Pengenalan BPCB Tidak Maksimal

Terkini

Close x