Translate

Iklan

Iklan

BMI Hongkong Minta Jokowi Tutup Tambang Emas Banyuwangi

12/16/15, 18:16 WIB Last Updated 2015-12-16T11:24:09Z
Banyuwangi, MAJALAH-GEMPUR.Com. Perkumpulan Buruh Migran Indonesia (BMI), Banyuwangi di Hongkong, tolak tegas pertambang emas Gunung Tumpang Pitu, di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.

Penolakan itu diaplikasikan melalui sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) tertanggal 13 Desember 2015. Perihalnya adalah, meminta penghentian tambang emas Tumpang Pitu Banyuwangi dan mencabut Ijin PT. Bumi Sukesindo (BSI). 

Dalam surat terbuka yang dengan gentle juga mencantumkan nomor handphonenya tersebut, selain meminta Presiden Jokowi mencabut ijin usaha perusahaan, juga secara tegas meminta agar sikap kasar aparat yang disertai kekerasan terhadap warga yang menyuarakan aspirasinya dihentikan.

“Pak Presiden Jokowi harus hentikan sikap kasar dan main kekerasan aparat terhadap warga yang menyuarakan aspirasinya,” suluk Yanti dan Sumiati, koordinator perkumpulan BMI Banyuwangi di Hongkong, kepada media ini. Rabo (16/12)

Diketahui, pertambangan emas, sejak 1997 dan diresmikan 2012 itu hingga kini terus beroperasi. Gunung Tumpang Pitu adalah hutan lindung sebagai kawasan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air mencengah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Tindakan penambangan emas ini, tentulah akan berpengaruh terhadap ekologi Tumpang Pitu dan warga Kecamatan Pesanggaran, yang lebih dari 80 persen bekerja sebagai petani.

Selain itu kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya masuk dalam kategori Kawasan Rawan Bencana (KRB). Tercatat pada tanggal 3 Juni 1994 kawasan ini telah luluh lantak diterjang badai tsunami. Saat pertama tambang emas mulai masuk, ketika itu pemerintah daerah ingin menutup kawasan Pulau Merah dan secara otomatis merugikan masyarakat di daerah tersebut. Tindakan itupun ditolak oleh masyarakat dan terjadilah demonstrasi tolak tambang. Tapi sayangnya suara masyarakat itu tidak mendapat respons semestinya.

Dalam catatan, pada 19 Oktober 2015, warga mulai resah kembali dengan kedatangan truk-truk besar dan alat-alat berat yang sempat mengganggu aktivitas mereka serta tidak ada ijin dan pemberitahuan. Wargapun memprotes, tetapi tidak didengarkan. Hingga terjadilah unjuk rasa pada tanggal 19 Oktober yang mengakibatkan kerusuhan dan penangkapan warga oleh aparat setempat.

Selanjutnya, warga menemui Direktur Umum PT. BSI Tumpang Pitu dan menuntut penghentian transportasi besar-besaran yang sedang terjadi. Tetapi pihak perusahaan hanya memberi janji-janji saja, dan tidak pernah ditepati.

Dekade berikutnya, warga melakukan aksi damai pada tanggal 18 November. Sebelum aksi damai tersebut, dua orang penanggung jawab aksi sudah membuat surat pemberitahuan. Namun Polres Banyuwangi hanya mengijinkan aksi di depan kantor security jalan masuk PT. BSI saja. Warga dilarang masuk ke kawasan perusahaan karena dianggap bisa berpotensi mengganggu alat vital milik perusahaan. Kendati sebanyak 3000 warga turut dalam aksi damai tersebut, tetap saja warga mendapatkan jawaban yang sama, tidak memuaskan sesuai harapannya.

Tanggal 24 November 2015, warga mendapat undangan dari kepala desa agar menghadiri acara sosialisasi PT. BSI bersama pemerintah daerah pengobatan Banyuwangi, pada tanggal 25 November 2015. Tapi sesampainya disana, ternyata hanya dialog dan sempat timbul kegaduhan karena kekecewaan warga. Kapolres Banyuwangi, saat itu malah melontarkan kekecewaannya atas sikap warga yang dianggap tidak punya sopan santun dan etika. Hingga akhirnya terjadilah kerusuhan di PT. BSI yang berlanjut pada aksi penembakan terhadap warga oleh aparat.

Keesokan harinya, pihak Polres menangkap paksa warga dan diduga asal menangkap. Banyak warga yang terpaksa mengungsi karena kekerasan yang dilakukan para aparat. Sementara intimidasi terus dilakukan pihak perusahaan dan aparat terhadap warga yang semakin membuat warga merasa ketakutan.

“Banyak teman-teman kami yang menjadi korban dan saat ini belum juga dibebaskan dari tuduhan sebagai tersangka. Tetapi tambang emas PT. BSI kini sudah mulai beraktifitas kembali dan akan terus beroperasi sampai beberapa tahun kedepan atau sampai emas habis. Nyawa kami ternyata tak semahal nilai tambang !,” sergah Yanti dan Sumiati.

Untuk itu, sebagai buruh migran yang berasal dari Banyuwangi, baik Yanti maupun Sumiati, selaku koordinator perkumpulan BMI tidak bisa tinggal diam dengan kondisi yang menimpa tanah kelahirannya. “Tanpa tambang emas sekalipun, rakyat Banyuwangi sudah miskin dan banyak yang terpaksa bekerja keluar negeri sebagai buruh migran. Kehadiran perusahaan pertambangan emas hanya akan memperburuk kondisi, kehidupan dan lingkungan kami,” tandas keduanya lagi.

Atas dasar itulah, perkumpulan BMI asal Banyuwangi yang bekerja di Hongkong, meminta kepada Presiden Jokowi agar menghentikan operasional PT. BSI yang kedepan jelas merusak masyarakat dan alam Banyuwangi. “Perlu Pak Jokowi ketahui, bahwa kami warga dan buruh migran Banyuwangi dulu juga turut mendukung Bapak ketika mencalonkan diri menjadi presiden Indonesia. Kami tunggu tindakan konkrit Bapak Presiden untuk menindaklanjuti aspirasi kami,” seru Yanti dan Sumiati. (Hakim Said)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • BMI Hongkong Minta Jokowi Tutup Tambang Emas Banyuwangi

Terkini

Close x