Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Merasa tidak pernah diwawancarai, tiga warga Jember,
protes atas isi pemberitaan yang dimuat di salah-satu koran harian lokal Jember
dan mengancan akan melaporkan ke Dewan Pers.
Ketiga warga tersebut masing-masing
adalah bernama Sigit Mustofa (Masyarakat), Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD)
Karangharjo H Erfan dan B Rini / B Fia (Penerima Manfaat). Protes dilungkapkan
dalam surat pernyataan bermatrai Rp. 6.000.
Kekesalan dipicu, lantaran
pernyataan yang ditulis sekitar dua minggu lau, tanpa melalui proses wawancara. “Sebelumnya memang ada
yang nemui saya, ngaku wartawan, ditanya id cardnya tidak ada, dia ngakunya
malah LSM, namanya Ew, besuknya kok keluar koran itu” Kata Sigit Mustofa, dalam
rilisnya Rabo (25/1)
Sontak saja. warga Karangharjo
ini terkejut. “Saya tak pernah diwawancarai wartawan media itu mas, apalagi
pemberitaannya tidak sesuai. Terus terang saya merasa nama baik saya
dicemarkan. Untuk itu kami minta media tersebut maaf melalui medianya, jika
tidak direspon kami akan mengadu ke Dewan Pers” Tegasnya.
Padahal yang terjadi
dilapangan sebaliknya, program perbaikan 50 rumah dari Rumah Tidak Layak Huni
(RTLH) menjadi Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu) dari Kemensos RI melalui
Dinas Sosial Pemkab Jember di kecamatan Silo, sudah baik “Kalau tidak
percaya silahkan kawan-kawan datang, buktikan sendiri” lanjutnya.
Program Rutilahu untuk
orang miskin dari Kemensos yang dilaksanakan melalui Dinas Sosia (Dinsos)
Pemkab Jember ini, berada di dua desa di kecamatan Silo ini, masing-masing di
desa Karangharjo sebanyak 30 unit dan di desa Harjomulo 20 unit, setiap unit
mendapatkan anggaran sebesar 15 juta rupiah.
Atas kejadian itu, Sigit
mengaku merasa diadu-domba oleh isi pemberitaan yang ditulis media cetak yang
menulis pernyataannya tersebut. “Pertama saya tidak pernah merasa diwawancara
oleh media tersebut dan yang keduanya, kenapa ada pernyataan dan foto saya muncul
di koran itu,” Keluhnya.
Pernyataan itu juga dikuatkkan
salah-satu angggota Tim Monitoring Evaluasi (Monev), Budiono. Menurutnya
program itu tidak ada persoalan, “Secara fisik, tidak ada persoalan, Karena pada
faktanya pekerjaan program Rutilahu ini memang belum tuntas sepenuhnya, bahkan,
proses monev saat itu masih berjalan”. Jelasnya
Kalau itu dikatakan adanya
penyimpangan saya kira tidak betul, karena program ini masih berjalan, bahkan secara
fisik program ini sudah layak, perlu dipahami layak itu bukan berarti bagus,
bukan berarti mewah, dengan artian sudah mememenuhi katagori layak itu.
“Beralaskan Lantai, jelas,
apalagi ini sudah kramik, yang kedua dinding ini sudah tembok, dan yang ketiga
adalah atap, atap ini sudah asbes, ini kita bingung ada yang menilai program
ini terjadi penyimpangan, bahkan tim monev program di Silo ini, dinyatakan
berhasil.” katanya.
Namun, setelah koran itu
menyebar, kemudian ada pihak lain yang melapor ke polisi dengan tuduhan
penyimpangan. Untuk itu Budiono mengajak
semua pihak menilai secara obyektif. “Padahal
Program kami ini jadi percontohan. Kenapa malah disoal dengan kabar tidak benar
(Hoax; red),” sesalnya.
Dampaknya, banyak relawan
waswas, hal ini dikhwawatirkan para relawan jadi enggan untuk membantu program
100 Rutilahu tahun 2017. “Kalau memang ada dugaan penyelewengan, silahkan
perkarakan. Tapi bukan seperti ini caranya, ujung-unjungnya rakyatlah yang dirugikan,”
pungkasnya. (tim)