Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Keberadaan prasasti memberikan informasi sejarah
dan peradaban pada fase itu, Informasi suatu peristiwa biasanya tertulis pada
batu maupun logam atau pada bagian bangunan maupun candi.
Seperti Prasasti Congapan, di
dusun Congapan Desa Karang Bayat Kecamatan Sumberbaru ini, adalah bukti sejarah
berupa batu dari era sejarah Klasik sebelum adanya kerajaan Mojopahit (yang
berdiri tahun 1293).
Prasasti Batu Bertulis ditemukan di tengah
persawahan, masyarakat Congapan yang Mayoritas madura itu, menyebutnya dengan
sebutan Watu Palempekan. Demikian diungkapkan Setiyo Hadi, pengiat sejarah sekaligus
pendiri Rumah Sejarah Jember Sabtu (1/4).
Berdasarkan keterangan warga, bahwa sebutan
Watu Palempekan itu, lantaran bentuknya seperti wadah atau berupa bak air (Lepek;
red) yang saat itu digunakan untuk menaruh lentera, sedangkan Prasasti ini
diberi nama Congapan karena mengacu pada nama dusun tempat ditemukannya Batu
ini.
“Wadah itu dulunya diisi dengan minyak
kelapa yang kemudian diberi sumbu, kemudian sumbu ini dinyalakan dengan api untuk
alat penerang, karenanya prasasti batu bertulis itu oleh masyarakat setempat disebut
sebagai Watu Palempakan (watu atau batu yang diisi minyak untuk penerang)”.
Jelasnya.
Batu andesit ini diidentifikasi sebagai
prasasti karena panjangnya mencapai 200 meter dan tinggi 145 serta
terdapat pahatan huruf yang menunjukkan sebagai tulisan. “Prasasti ini, informasinya ditemukan
dalam catatan arkeolog dinas kepurbakalan di masa Kolonial Hindia Belanda pada
tahun 1904,” ungkapnya.
Keberadaan Prasasti ini sudah dicatat
dalam Rapporten Van De Commissie In Nederlandsch Indie Voor Oudheidkundig
Onderzoek Of Java en Madoera 1904 (Laporan Dari Komisi di Hindia Belanda Untuk
Penelitian Kepurbakalaan di Jawa dan Madura tahun 1904). "Dokumen ini
menjadi salah satu koleksi data base dari Rumah Sejarah Jember." Kata pria
yang akrab dipanggil Cak Setiyo ini.
Diceritakan Pahatan tulisan ini telah
dibaca oleh W. F. Stutterheim pada tahun 1937 dalam artikelnya yang berjudul
“De Batoe Pelambean bij Karangbajat”, Tulisan pertama dengan susunan miring
dibacanya “Sarwwa Hana” (serba ada dan Dewa Sarwwa adalah Siwa). Tulisan kedua
membujur datar dibaca “tlah sanak pangilanganku” yang artinya habis saudaraku,
penghilanganku atau kehilanganku.
Kajian terhadap tulisan dalam pahatan Batu
Palempakan alias Prasasti Congapan dilanjutkan oleh MM Sukarto K Atmojo yang
menyatakan bahwa Prasasti Congapan merupakan sebuah kronogram atau sengkalan
yang menunjukkan waktu atau tahun.
"Menurut Sukarto kata “tlah” artinya
habis melambangkan angka 0 , kata “sanak” artinya saudara, sebagai simbol angka
1, “Ilang” artinya hilang atau moksa sebagai simbol angka 0 dan “aku” artinya
saya melambangkan angka 1, dengan demikian sengkalan tersebut terdapat deretan
angka 0101." Paparnya.
Sesuai susunan kronogram maka angka itu
harus dibaca dari belakang, dari kanan ke kiri, berarti menunjukkan angka tahun
1010 Çaka atau 1088 Masehi. "Prasasti ini, dokumen tertulis paling
tua teridentifikasi mengenai Kabupaten Jember, bahwa pada abad 11 Masehi
wilayah Jember telah dihuni manusia." Pungkasnya. (Yond)