Banyuwangi, MAJALAH-GEMPUR.Com. Meski sempat diguyur Hujan, tidak surutkan
digelarnya Ritual Kebo-keboan di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh,
Kabupaten Banyuwangi, Jatim, Minggu (1/10).
Bahkan ribuan penontan
tampak terhipnotis menyaksikan acara
yang dihadiri Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas serta undangan lain. Ritual
tahunan ini selain merupakan acara bersih desa juga ungkapan rasa syukur atas
karunia dari Allah SWT atas berhasilnya panen serta melimpahnya hasil pertanian
Acara dibuka dengan
tarian-tarian Banyuwangi, santunan yatim piatu, pemukulan gong oleh Bupati Anas
yang dilanjutkan dengan tasyakuran dan kirap ider bumi bersama “kebo” Alas Malang.
Puluhan manusia kerbau diarak keliling kampung. Layaknya kerbau, mereka berlari
dikendalikan seorang petani.
Sementara pertujukan drama
tari "Sri Suguh" menceritakan keagungan Dewi Sri, dipercaya penjaga
tanaman padi mereka terus berlangsung. Tampak dua orang berdandan ala kerbau, dilehernya
tergantung lonceng yang digoyang-goyangkan. Tak hanya itu, ada pula Dewi Sri,
yang menaburkan benih padi dan bunga.
Tiba-tiba puluhan manusia
kerbau yang keliling datang, terjun ke sawah, yang disiapkan. Tak jarang,
mereka mengejar penonton dan menyeretnya ke tengah sawah. Kerbau pun langsung
melumuri penonton dengan lumpur, Ini membuat penonton berlari. Ada juga yang
tak berkutik dan wajahnya menjadi hitam.
"Ada yang beda dalam
kegiatan ini. Saya bangga karena ada regenerasi. Anak-anak muda turun langsung
menampilkan tarian dan drama yang indah. Ini bukti keberhasilan desa ini
berkompetisi dalam menampilkan atraksi yang apik," ujar Bupati Banyuwangi
Abdullah Azwar Anas.
Anas mengapresiasi panitia yang menyediakan bangunan baru, yakni Rumah Budaya Kebo-keboan (RBK) sebagai tepat singgah undangan dan masyarakat. "Bangunannya bagus. Ini membuat saya kerasan disini. Ditengah sawah ada bangunan bagus gini. Semilir angin bikin kerasan saya," tambahnya.
Anas mengapresiasi panitia yang menyediakan bangunan baru, yakni Rumah Budaya Kebo-keboan (RBK) sebagai tepat singgah undangan dan masyarakat. "Bangunannya bagus. Ini membuat saya kerasan disini. Ditengah sawah ada bangunan bagus gini. Semilir angin bikin kerasan saya," tambahnya.
Anas juga mengingatkan
desa-desa yang memiliki tradisi adat untuk berkompetisi dalam menyuguhkan
tradisi dan ritualnya. Ini sebagai penarik wisatawan. "Saya lihat tadi turis Jepang dan Korea
sangat antusias melihat Kebo-keboan ini. Malah tadi nyemplung ke sawah juga”
Pungkasnya sambil tersenyum.
Ritual kebo-keboan ini
digelar setahun sekali pada bulan Muharam atau Suro. Bulan ini diyakini
memiliki kekuatan magis. Konon, ritual ini muncul sejak abad ke-18. Di
Banyuwangi, kebo-keboan dilestarikan di dua tempat yakni di Desa Alasmalang, Kecamatan
Singojuruh, dan Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi.
Ritual kebo-keboan di
Alasmalang berawal terjadinya musibah pagebluk (epidemi - red). Kala itu,
seluruh warga diserang penyakit. Hama juga menyerang tanaman. Banyak warga
kelaparan dan mati akibat penyakit misterius. Dalam kondisi genting itu,
sesepuh desa yang bernama Mbah Karti melakukan meditasi di bukit.
Selama meditasi, tokoh ini
dapat wangsit agar menggelar ritual kebo-keboan dan mengagungkan Dewi Sri, simbol kemakmuran. Keajaiban muncul usai digelar ritual kebo-keboan.
Warga yang sakit mendadak sembuh. Hama yang menyerang tanaman padi sirna. Sejak
itu, ritual ini dilestarikan. (kim)