Malang, MAJALAH-GEMPUR.Com. Masih
lekat dalam ingatan saya, KH. M. Baidlowi muslich diundang Rektor Universitas
Brawijaya dalam peringatan Nuzulul Quran di gedung Widyaloka tahun 2008.
Salah satu kutipan ceramah beliau, “Rezeki bagi manusia menurut Imam Ghazali dibagi menjadi tiga yaitu
rezeki yang sudah ditentukan, rezeki yang dibagi di langit dan rezeki yang
dijanjikan. Jenis rezeki yang ketiga inilah yang diperuntukkan bagi orang-orang
bertaqwa.”
Selanjutnya kata Kyai yang hingga kini menjabat Ketua MUI kota
Malang, “Beberapa sifat orang bertaqwa,
disebutkannya adalah percaya pada yang ghaib, mendirikan shalat, tidak kikir,
suka memaafkan, jujur (menyampaikan kebenaran walaupun pahit), rendah hati
tetapi tidak rendah diri, menggunakan haknya dan tidak mengganggu hak makhluk
lain serta berdakwah dengan cara yang bijaksana.”
Begitulah intisari ceramah beliau. Selain menyejukkan, di dalamnya
ada nuansa tasawufnya. Lahir di Banyuwangi 17 Juli 1944. Putra kelima dari
pasangan KH Muslich hanafy dan Hj Walijah ini pernah kuliah di Fakultas
Tarbiyah- IAIN sunan ampel Malang (kini menjelma menjadi UIN Malang). Usai
tamat kuliah, beliau menjadi guru di SD negeri.
Tahun 1965 menjadi Kepala Ponpes Miftahul huda Gading kota
Malang. Kemudian sejak 1985 berkarir di Departemen agama. Pada 1997,
menjadi pengasuh Pesantren Anwarul huda, Karang besuki kota Malang. Sehari-hari
aktif mengajar kitab Kifayatul Adzkiya’ di Masjid agung Jami’ kota Malang, dan
berceramah di berbagai majelis Taklim terutama Majelis taklim Riyadhul jannah.
Bulan desember 2015 beliau memberi ceramah di halaman Balaikota
Malang tentang Dua wajah yang ada di hari Kiamat. Hanya ada wajah putih dan
hitam. Orang berwajah putih adalah Mukmin, sedangkan yang berwajah hitam adalah
orang kafir, munafik dan ahli kesesatan. Mei 2016.
Dalam pemberitaan andalus911fm.com, beliau mendukung program
walikota Malang Moch Anton tentang himbauan murid sekolah untuk tidak
mengenakan rok mini. “Kalau dalam agama Islam, pakaian itu kan fungsinya untuk
menutup aurat, selain sebagai bentuk usaha untuk menghindarkan diri untuk tidak
menjadi korban tindak kejahatan,” tutur Kyai yang menjadi menantu Almarhum KH.
Muhammad Yahya.
Masih di tahun 2016, beliau menerbitkan buku berjudul “Butir-butir
Mutiara: Karya sufistik etika, Hikmah dan dakwah”. Penulisan buku ini merujuk
pada kitab ihya ulumuddin imam Ghazaly, al-Hikam Ibnu Athoillah, Risalatul
qusyairiyah, Riyadhus sholihin dan Tasawuf Modern buya Hamka.
Secara garis besar membahas Bagaimana cara memelihara kebersihan
hati. Namun yang menjadi fokus dalam artikel yang saya tulis ini adalah
bagaimana menggapai Maqam mulia dengan
Tarekat, hakikat dan Makrifat. Syariat bagi Kyai Baidlowi adalah dasarnya,
Tarekat adalah sarana, hakikat adalah buah. Semuanya saling melengkapi sehingga
bisa mencapai makrifat dan kemuliaan di hadapan Allah.
Semua sahabat nabi meniti jalan tarekat untuk menggapai ridho
Allah. Abu Bakar as-shiddiq dikenal sebagai ahli dzikir, amirul mukminin Umar
bin khattab masyhur dengan sebutan as-Sholabah fiddin (kuat agamanya),
bahkan Abu Dzar al-Ghifary dikenal sebagai ahli zuhud (Butir-butir mutiara, 2016, hal 72).
Tarekat maupun hakikat bergantung pada syariat. Siapapun
tidak boleh menganggap dirinya terlepas dari syariat. Sekalipun ia ulama sufi
besar yang piawai bahkan waliyullah. Orang yang menganggap dirinya tidak
membutuhkan syariat untuk mencapai tarekat adalah sesat dan menyesatkan. “Tanpa syariat semua ilmu dan
keyakinan ruhaniah tidak ada artinya” tulis Kyai Baidlowi
(Butir-butir mutiara, hal 170-171).
Langkah terakhir untuk menggapai maqam yang mulia adalah
Makrifatullah. Makrifatullah diawali dengan taubat. Taubat harus disertai
dengan penyesalan diri dan tidak menyalahgunakan umur untuk melakukan hal hal
yang bertentangan dengan syara’. Setelah taubat, seorang Muslim harus
mengoreksi diri sebelum dikoreksi orang lain.
Sebagaimana nasehat Umar bin khattab, “Koreksilah dirimu sebelum engkau dikoreksi orang lain dan bersiap
siaplah menghadapi hari perhitungan amal di hadapan Allah swt” (hal
172-174). Demikianlah pembahasan mengenai cara menggapai maqam yang mulia
menurut KH. Baidlowi Muslich. Wallahu’allam.
Oleh : Fadh Ahmad Arifan
Penulis adalah Alumnus Fakultas syariah UIN Malang.