Yogyakarta, MAJALAH-GEMPUR.Com. Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Republik
Indonesia menyerahkan rapor akuntabilitas kenerja Pemerintah Daerah.
Hasil evaluasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di Wilayah III tahun 2017 ini
menunjukkan peningkatan. Rata-rata nilai
evaluasi pada Kabupaten/Kota menjadi sebesar 47,57 meningkat 8,59 poin dari
tahun 2016 yaitu sebesar 45,91.
Sebanyak 34 pemda mendapat
predikat A, BB dan B, namun masih ada
131 kabupaten/kota yang masuk dalam katagori “CC” , “C” , dan “D”, dan 21
kabupaten/kota belum menyampaikan laporan
kinerjanya.
Di wilayah III yang
meliputi yang meliputi pemprov dan kabupaten/kota di wilayah Sulawesi, DIY,
Jawa Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat ini, Pemerintah
Provinsi DIY masih merupakan satu-satunya pemda yang meraih predikat
"A".
Selain itu, Provinsi Jawa
Tengah dan 7 kabupaten/kota meraih predikat
“BB”, dan 25 kabupaten/kota dengan predikat “B”. Namun masih ada daerah yang mendapatkan
predikat dibawahnya bahkan 21 Pemerintah Kabupaten/Kota belum menyampaikan
Laporan Kinerjanya tahun lalu.
“Saya berharap para Bupati, Walikota, dan Sekda
untuk lebih fokus dan lebih serius lagi untuk
terwujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan sekaligus
berorientasi hasil,” ujar MenPANRB, Asman Abnur saat acara penyerahan SAKIP Kabupaten/Kota dan Provinsi di Wilayah III di
Yogyakarta, Selasa (13/02).
Sementara, 131
kabupaten/kota katagori “CC” , “C” , dan “D”, agar melakukan study tiru ke
pemerintah daerah lain yang sudah lebih baik. “Kita harus mengubah mind set,
dari sebelumnya bermental menghabiskan anggaran menjadi mental memberi manfaat
dari hasil kerja yang dilakukan,” imbuhnya.
Sejalan dengan instruksi
Presiden, seluruh instansi untuk dapat mewujudkan birokrasi efisien, melalui
penggunaan anggaran negara yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Efisien tidak cukup hanya dengan memotong anggaran, tetapi juga dengan
mendorong peningkatan efektivitas pemanfaatan anggaran.
Efisiensi hanya dapat
terjadi apabila akuntabilitas dapat diwujudkan oleh birokrasi itu sendiri.
“Akuntabilitas yang berorientasi pada hasil/kinerja hanya akan tercapai apabila
birokrasi dapat menerapkan manajemen berbasis kinerja dengan baik atau SAKIP,”
jelasnya.
Menteri juga mengapresiasi
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi yang telah mengimplementasikan
e-budgeting. E-budgeting merupakan langkah yang baik bagi suatu pemerintah
dalam mencegah munculnya program/kegiatan “siluman” serta mencegah terjadinya
penyimpangan.
Namun belum seluruhnya diintegrasikan
dengan kinerja yang akan diwujudkan (outcome), sehingga belum mampu mencegah
pemborosan dan belum dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran.
“Saya berharap e-budgeting dapat diselaraskan dengan e-performance based
budgeting,” ujarnya.
Mengacu pada hasil
evaluasi pada tahun lalu dan berdasarkan data yang telah dihitung, masih
terdapat potensi pemborosan sebesar minimal 30% dari APBN/APBD diluar belanja
pegawai setiap tahunnya. Angka tersebut setara dengan nilai kurang lebih 392,87
Triliun rupiah.
“Namun, dengan
terbangunnya e-performance based budgeting di beberapa Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi, 8 kini telah dapat diwujudkan efisiensi
atas anggaran minimal 41,15 Triliun rupiah,” jelasnya.
Hal ini juga dapat
terwujud karena adanya asistensi dan bimbingan teknis selama 2017 kepada
Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dapat
dibayangkan, begitu signifikan hubungan antara tingkat implementasi SAKIP
terhadap efisiensi dalam penggunaan anggaran.