Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Adhaper
gandeng Unej dan Peradi Jember Jatim, Minggu (12/8/2018) menggelar Konferensi
Nasional Hukum Acara Perdata (KNHAP) Ke
V, kritisi RUU Acara Perdata.
“Apabila
semuanya sudah dibahas dan disebatkan oleh praktisi maka terhadap RUU ini akan
terjadi penyempurnaan yang baik yang diharapkan advokat dan masyarakat sehingga
tercipta hukum yang bersih, jadi betul-betul memberi keadilan bagi para pencari
keadilan,” harapnya. (edw).
KNHAP Assosiasi Dosen
Hukum Acara Perdata (Adhaper) yang digelar di Aula Fakultas Hukum Universitas
Jember (Unej) mulai Jum'at 10/8 hingga
Minggu (12/8) ini dimaksudkan untuk mengkritisi Rancangan Undang-undang hukum
acara perdata, demi tercapainya Unifikasi Hukum acara perdata
Para praktisi hukum
dan berbagai dosen hukum perdata seluruh Universitas di Indonesia, juga diikuti
para stakeholder, pemerintah, kejaksaan, kepolisian, dan juga para advokat ini,
akan membahas RUU Acara Hukum Perdata untuk dikritisi demi tercapaikan keadilan
bagi para pencari keadilan.
Dengan para narasumber
Prof.Dr.Efa Laela Fakhriah, SH, Prof, Dr.Herowati Poesoko, SH, MH, Prof.Dr
M.Kholdir, SH, M.Hum, Prof Dr.Y.Sogar Simomora, SH, M.Hum, Prof.Dr, Yaswirawan,
SH, MH, Prof.Dr. M.Saleh, SH, MH, Prof.Dr.R. Benny Riyanto, SH, MH.
DPN Peradi Prof.Dr.
Otto Hasibuan SH, M.M, Juga hadir Keynote Speaker Prof.Dr.H.Hatta Ali SH, MH,
Ketua Mahkamah Agung RI. Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH, MH yang juga pemateri
dari forum tersebut mengatakan akan ada upaya-upaya dari perguruan tinggi untuk
menyusun hukum acara.
"Pelibatan Peradi
dan praktisi advokat sangat perlu karena yang mengalami kendala adalah Advokat,
didalam pembuatan dan menyusun hukum acara perdata, untuk itu sebelum masuk
diusulkan ke DPR RI perlu dibicarakan ditingkat bawah." Jelas Prof.Dr.
Otto Hasibuan.
Bahwa RUU HAP masih
perlu ditelaah dan dikaji ulang, Salah satunya poin tempat tinggal tergugat. “Misalnya
panggilan kepada seorang tergugat, kalau tidak diketahui tempat tinggalnya
bagaimana caranya untuk mengadili dan di pengadilan mana,” jelas Prof. Otto
yang juga Dewan Pembina DPN Peradi ini.
Materi yang diberikan
oleh Prof. Otto, pasal 120 HIR mengenai penggugat yang buta huruf yang dinilainya
sudah tidak relevan. Pemanggilan para
pihak yang berperkara melalui Bupati sesuai pasal 390 ayat 3 HIR yang dinilai
sudah tidak adil dan tidak efektif dan banyak lagi pasal lainnya yang dikritisi
oleh Prof. Otto.
Prof. Otto mengapresiasi
langkah ini cepat pihak perguruan tinggi. “Semua ini terkandung maksud untuk
kepentingan masyarakat pencari keadilan bukan hanya advokat dan hakim yang
dimudahkan selain itu kepastian hukum dalam beracara." pungkasnya
Penasehat acara Ketua Perhimpunan
Advokat Indonesia (Peradi) Jember, Zainal Marzuki bahwa acara ini merupakan
bentuk kerjasama dalam Konfrensi Nasional, Peradi untuk ikut pemberi masukan
terhadap rencana RUU hukum acara perdata perlu disempurnakan.