Koordinator Jaka Jatim, Musfiq, dilansir dari media online barometer jatim, menegaskan pihaknya telah menyerahkan laporan resmi kepada KPK pada 10 Juli 2025. Dalam laporan itu disebutkan dugaan kerugian negara dari tahun anggaran 2019–2023 mencapai Rp 7,04 triliun. Bahkan, khusus untuk Masjid Al-Akbar Surabaya, Jaka Jatim menilai ada kejanggalan dalam penggunaan hibah dengan total Rp 47,2 miliar pada periode 2019–2022. “Kami melihat bukti konkret pemanfaatan hibah tersebut tidak jelas berdasarkan investigasi lapangan,” ujarnya dalam aksi di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (7/8/2025).
Menanggapi tudingan itu, tokoh masyarakat sekaligus Ketua Aliansi Pemuda Indonesia (APMI), Holili, memberikan pandangan berbeda. Ia menegaskan bahwa mekanisme penyaluran hibah di Jawa Timur telah memiliki dasar hukum yang jelas. “Hibah bukan kebijakan tanpa regulasi. Ada landasan hukum yang tegas, mulai dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2011, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2012, hingga berbagai Permendagri seperti Nomor 14 Tahun 2016, Nomor 13 Tahun 2018, Nomor 123 Tahun 2018, dan Nomor 99 Tahun 2019. Bahkan di tingkat daerah ada Pergub Nomor 44 Tahun 2022 dan Pergub Nomor 7 Tahun 2024,” jelas Holili.
Menurutnya, regulasi tersebut menegaskan bahwa bantuan hibah kepada yayasan atau lembaga diperbolehkan, termasuk jika diberikan pada lokasi yang sama, selama nomenklatur anggarannya berbeda. “Saya yakin penganggaran hibah tidak sembarangan. Pasti ada rujukan hukum yang digunakan, terutama dari aturan Kemendagri,” tambahnya.
Holili juga meluruskan isu yang menyeret nama Gubernur Jawa Timur. Menurutnya, posisi gubernur sebagai Pengguna Anggaran (PA) tidak bisa serta-merta dianggap penentu tunggal. Mekanisme hibah melibatkan peran legislatif melalui DPRD, sehingga terjadi sistem check and balance. “Gubernur adalah pimpinan lembaga negara yang berdiri di dua golongan, eksekutif dan legislatif. Jadi pengusulan hingga penganggaran hibah adalah keputusan bersama, bukan sepihak,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan agar aktivis tidak buru-buru membentuk opini negatif yang bisa menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat. “Harapan saya, teman-teman aktivis menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. KPK adalah lembaga independen yang memiliki kewenangan penuh dalam penyelidikan,” pungkas Holili.
Dengan pernyataan itu, APMI menekankan pentingnya menjaga objektivitas publik dalam menyikapi isu hibah. Holili menilai, transparansi dan akuntabilitas akan semakin baik jika semua pihak memberi ruang bagi aparat hukum untuk bekerja sesuai prosedur, sehingga tata kelola hibah di Jawa Timur benar-benar berpihak pada masyarakat. (r1ck)