
Obek tanah yang di
sengketakan dengan warga yang beralamat
jalan Pinang Merah XIII No 10 Pasir Panjang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten
Kota Waringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah berada di jalan Sriwijaya
Kelurahan Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember.
Karena belum menemui
kesepakatan, sengketa tersebut kini masuk di ranah hukum, tim dari Pengadilan
Negeri Jember yang berjumlah 5 orang Rabu (3/2) sekitar pukul 8.00 pagi Wib mendatangi
titik lokasi sengketa yang di damping oleh kuasa hukum masing-masing penggugat dan tergugat.
Hadir pula Widya Hanif
istri Ir. M.Hasyim Muallim, Lurah Kranjingan, Kepala Lingkungan serta Babinkamtibmas
dan Babinsa setempat. Dalam hal ini tim Pengadilan Negeri Jember
mempertanyakan prihal obyek lahan
sengketa serta batas-batasnya kepada
Kuasa Hukum pelapor sebagai kajian yang nantinya akan di bawa dalam
persidangan.
Namun sayang saat media
ini berusaha mengkonfirmasi kepada salah satu tim survey Pengadilan Negeri Jember
mereka menolak karena bukan yang berwenang memberikan keterangan yang nantinya
bisa diajukan lewat Humas PN Jember.
Sementara kuasa hukum pelapor
Ahmad Fauzi, SH menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengajukan laporan kepada
Polda Jatim melalui Reskrimum berkaitan penyerobotan hak milik lahan kliennya.
Tergugat dituduh menyerobot tanah dan pengrusakan batas pekarangan dengan
mendirikan bangunan milik orang lain.
“Klien kami adalah pemilik
tanah yang mempunyai bukti kepemilikan SHM, bersertifikat hak milik no 222. Kami
mendapat hak tanah tersebut dengan alas hak proses jual beli yang dilakukan
melalui Notaris Bambang Hermanto SH tertanggal 24 Desember 2007
no.406/SBR/X11/2007,” katanya.
Lebih lanjut Fauzi, motif yang
dilakukan M.Arifin, sebagai pembeli dari (Bukhori, Bunaya, Sami, B.Sabuna) yang
mengaku ahli waris Alm P Djamina Sriadi yang akhirnya menjual kepada M Arifin, lahan
tersebut milik dari Ir M Hasyim Mauallim sesuai dengan sertifikat hak milik no
222 di Kelurahan Kranjingan, Kecamatan Sumbersari.
“M.Arifin mendirikan
bangunan di atas lahan klien kami berdasar penerbitan akte jual beli no.234/2014.dalam
buku Krawangan Kelurahan Kranjingan tertera sertifikat hak milik no 222 adalah
nama pemegang hak asal tertanggal 31 maret 1988 atas nama Bok Radilla Senira,”
ucapnya.
Berdasar jual
beli/pemindahan hak ke H Sholeh, selanjutnya dihibahkan kepada istrinya nyonya
Irawati dan beralih kepada ahli waris 1. H Mohamad Syamsuri, 2. Sarah Alifia
Narasita, 3. Diko Friansyah Azhari kemudian beralih hak kepada klien kami
melalui jual beli no 406/SBR/X11/2007, tanggal 24/12/2007 yang dibuat dihadapan
PPAT Bambang Hermanto SH, jo IPPAT no.72.01IPPAT-001/1/2008 tanggal 09/01/2008 dan
telah dicatatkan pada tanggal 03/04/2008,DI 307 no 7250/2009, DI 208 no 37783/2008,
atas nama Ir M.Hasyim Muallim.
Sertifikat Hak Milik no
222 atas nama Ir M Hasyim Muallim adalah bukti kepemilikan yang sah. Sedangkan
AJB Akte Jual Beli milik Dr M.Arifin yang tercantum di No Register 234/2014
persil 2b.Kls DIV.No petok 715 seluas 400 m persegi. Berdasarkan keterangan
tertanggal 13 Agustus 2014 atas sebidang tanah dalam Kohir No.C715 persil
2b.Kls DIV lebih kurang 2100 m persegi terjadi kesalahan obyek tanah.
“Akte tersebut ditangguhkan
Lurah Kranjingan dengan no.800/159/03,2003/2015 tanggal 23 Juli 2015 dan surat
Camat Sumbersari No.590/555/35,09,03/2015
yang ditujukan kepada (1) Kepala BPN (2) Kelurahan Kranjingan (3) M.Arifin, sehingga
akte tersebut cacat hukum dan tidak bisa dijadikan alat bukti kepemilikan, ”imbuhnya.
Dalam hal ini diduga Akte
dari pihak penjual dan pembeli palsu dengan obyek lahan kepemilikan no.C715 dan
perbuatan M Arifin mendirikan bangunan diatas lahan milik klien illegal. “Kami sudah melaporkan masalah ini ke Kepolisian
Daerah Jawa Timur agar segera mengusut kasus mafia lahan sampai keakar akarnya,”
pungkas Fauzi.
Sementara Widya Hanif
selaku istri dari Ir. M. Hasyim Muallim mengatakan pembelian tanah terjadi tahun
2007 dari H. Syamsudin dan telah bersertifikat. “Ternyata sertifikat itu ada
sejak H Sholeh. Dimana H Sholeh itu ternyata ayah dari H Syamsudin dan tanah
tersebut telah bersertifikat sejak tahun 1988,” tuturnya Rabu (3/2).
Masih kata Widya Hanif, pada
saat membeli tanah itu posisi dirinya berada di Kalimantan Tengah. Dirinya bersama
keluarga punya niat ingin membangun, namun lahan miliknya telah berdiri sebuah
bangunan. “Saya mencari tahu ternyata yang membangun itu H M.Arifin dan saya
sudah berusaha bernegosiasi dengan M Arifin, namun di tanggapi dingin. Dia merasa
benar ya sudah terpaksa saya menempuh jalur hukum,” katanya.
Lurah Kranjingan daniel
Adji, SH membenarkan adanya permasalahan sengketa lahan di wilayahnya. Kejadian
tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat Lurah. “Jadi ibaratnya saya ini tidak
ikut makan nangkanya malah dapat getahnya. Karena ini sudah masuk ke ranah
Pengadilan ya biarkan Pengadilan yang menentukan siapa yang salah dan siapa
yang benar, toh saya kemungkinan besar hanya dijadikan saksi,” terangnya.
Sementara saat Wartawan
berusaha untuk meminta klarifikasi kepada kuasa hukum HM Arifin, Eko Imam
Wahyudi, SH yang awalnya ikut bersama tim Pengadilan Negeri Jember, namun Imam sudah
tidak berada ditempat lahan sengketa tersebut. (midd/jok)