
Angka
itu sekitar 41 persen dari jumlah penduduk di Jember yang berjumlah 2.407.115 jiwa. “Ini kemiskinan struktural atau
kemiskinan absolute?” kata Kepala Dinas Sosial Jember, Eko Heru Sunarso,
mengomentari jumlah warga Jember yang masuk kategori miskin, versi BPJS
Kesehatan.
Pernyataan itu dia
sampaikan, saat menjadi narasumber dalam konferensi
pers Posko Pemantauan dan Penanganan Pengaduan Distribusi KIS–PBI, di aula
gedung BPJS Kesehatan setempat, Rabu (3/2). “Biasanya, teman-teman (wartawan)
di Jember kan begitu ya komentarnya,” sambungnya.
Disinggung
validitas data tersebut, Heru tak dapat memastikan, karena sejauh ini pihaknya
masih terus melakukan validasi data, sesuai program dari Kementerian Sosial
(Kemensos). “Kami akan melibatkan seluruh stake holder untuk turut serta
melakukan pendataan. Karena tidak mungkin dilakukan sendiri oleh TKSK (Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan),” ujarnya.
Heru
menduga, besarnya jumlah warga miskin di Jember yang tercatat dalam KIS PBI,
karena pendataan yang dilakukan oleh pemerintah Desa dan Kecamatan syarat
kepentingan, meski dia tak merinci kepentingan apa yang dimaksud. “Karena ada
kepentingan lain, berani nggak mereka benar-benar mendata secara valid, yang
miskin dibilang miskin yang kaya dicatat kaya,” tantangnya.
Oleh
karena itu, pihaknya terus memvalidasi data enam bulanan sesuai waktu yang
diberikan oleh Kemensos. Sehingga, hasil dari validasi itu dapat menjadi
rujukan semua pihak untuk mengetahui berapa jumlah warga miskin di Jember.
Heru
meminta jangan hanya Dinsos yang berkomitmen membenahi data tersebut. Melainkan
semua pihak, terutama Camat maupun Desa. “semua harus komitmen. Petinggine
wani, camat yo wani. Jangan ada kepentingan lain. Jadi dicek lagi, apakah benar
miskin atau tidak,” pungkasnya. (midd/edw)