Mereka mengunjungi rumah
Jazuli, penderita psikotik yang dilaporkan kerap membuat onar di lingkungan
rumahnya. “Rencananya warga akan memasungnya, tapi kami lebih memilih solusi (rehabilitasi),”
ungkap Dahlan, Ketua Rt 5 Rw 2, Dusun Krajan, Desa Kemunigsari Lor.
Kepala Dinsos Jember, Eko
Heru Sunarso mengatakan, langkah proaktif ini merupakan respon atas laporan
warga. Selain juga untuk menyegah dampak negative. “Kalau tak segera
tertangani, kami khawatir akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat,”
katanya, usai mendatangi rumah penderita.
Penanganan penderita
psikotik harus terkoordinasi dengan baik. Tak bisa grusa-grusu, semua pihak
wajib terlibat. Termasuk keluarga penderita dan masyarakat setempat. “Harus ada
sinergi dengan pemerintah kecamatan dan desa. Termasuk dengan masyarakat
setempat dan keluarganya,” ujar Heru.
Sebab, bagi penderita yang
memiliki keluarga, rehabilitasinya harus seizin keluarga. Sementara untuk gelandangan,
harus berkoordinasi dengan UPT Rehabilitasi Sosial Jawa Timur di Pasuruan. “Karena di Jember tidak ada tempat
rehabilitasi. Liposos (Lingkungan Pondok Sosial) itu hanya tempat transit,”
ujarnya
Menurut Heru, angka
psikotik di Jember, tergolong kecil dibandingkan daerah lain. Data yang terekam
di Dinsos pada 2015 kemarin, tercatat ada 516 kasus yang telah tertangani. “Itupun
dari 516 kasus psikotik yang tertangani, hanya 119 orang yang asli Jember.
Sisanya merupakan buangan dari daerah lain,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya
akan merespon cepat setiap ada laporan. Karena dampak yang ditimbulkan dapat
mengganggu warga sekitar. “Kedepan, kami akan membentuk TRC (Tim Reaksi Cepat).
Tugasnya untuk merespon setiap laporan atau temuan tentang kasus PMKS, termasuk
penderita psikotik,” terangnya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD
Jember, Budi Wicaksono mengapresiasi langkah dinsos. Kendati dia juga meminta,
semua pihak turut membantu. “Dinsos inikan hilir dari hulu persoalan sosial.
Sehingga semua pihak harus nyengkuyung (membantu), tak bisa sendirian.”
ujarnya.