Dorongan untuk beralih ke Gas Bumi, bukan tidak beralasan, pasalnya saat ini kondisi ekonomi
Indonesia sangat terpuruk, Indonesia mengalami defisit hingga 168 Trilyun, sehingga
pemerintah melakukan efiensi anggaran, termasuk didalamnya mengurangi, bahkan
bisa saja dicabut subsidinya.
Apalagi hingga sekarang pengadaan
elpiji masih impor. Demikian disampaikan anggota DPR RI Fraksi Gerendra Daerah
Pemilihan (Dapil) IV (Jember-Lumajang) saat membuka Workshop Lingkungan Hidup bertema
“Gas Rakyat untuk Rakyat”, di Hotel Aston Jember, Rabu siang (10/8).
“Persediaan Gas Bumi kita kan
masih banyak, seperti di blok masela, potensi gas buminya masih sangat luar
biasa. Kenapa kita harus import?,” Tanya anggota Dewan Perwakilian Rakyat (DPR)
Republik Indonesia asal kecamatan Bangsalsari Jember ini
Untuk itu Bambang
mendorong pemerintah di daerah melakukan konversi ke Gas Bumi, untuk industri
dan kebutuhan rumah tangga. “Jika pemerintah daerah ingin mengajukan konversi
elpiji ke gas, bisa berkirim surat ke Kementerian ESDM, nanti jaringan gasnya
akan dibackup oleh APBN,” ujarnya.
Beberapa kabupaten / kota
di Jawa Timur, saat ini ada sudah memakai Gas Bumi ini, diantaranya, Kota
Surabaya, Kabupaten Mojokerto, Kota Malang, Pasuruan serta Probolinggo. Sebagai
putra asli kelahiran kota tembakau, dirinya berharap Pemerintah Kabupaten
Jember mendukung program ini.
Jika dihitung nilai disparitasnya
cukup tinggi. Apalagi pemerintah pusat telah mewacanakan mencabut subsidi
elpiji ukuran 3 kilogram. “Subsidi elpiji itukan bukan subsidi rakyat,
melainkan subsidi tabung. Makanya pemerintah mulai mengkaji pencabutan subsidi
elpiji 3 kilogram,” jelasnya.
Sementara penggunaan gas
bumi untuk kebutuhan rumah tangga dalam sebulan, kata Bambang, nilainya tak
mencapai Rp 30 ribu tiap rumah tangga. Angka ini lebih rendah bila dibanding
penggunaan elpiji, apalagi tanpa subsidi pemerintah.
Hal senada disampaikan Dosen
Program Studi Teknik Energi Terbarukan Politeknik Negeri Jember, Yuli Hananto.
Menurutnya, gas bumi serta bio gas lebih murah dan ramah lingkungan bila
dibangding bahan bakar lain. Sehingga bisa menjadi energi alternatif yang dapat
menggantikan elpiji dan kayu bakar.
“Bila dalam rumah tangga butuh
gas 15 meter kubik atau setara 12 kilogram elpiji, nilai ekonominya jauh lebih
rendah gas bumi. Untuk elpiji 12 kilogram misalnya, harganya Rp 130 ribu,
sementara biaya untuk mendapat 15 meter kubik setara gas alam, hanya sekitar Rp
30 ribu sampai Rp 40 ribu”. Jelasnya
Anggota DPRD Provinsi Jawa
Timur Hadinuddin sangat mengapresiasi program ini, namun menurutnya harus disediakan
prangkat sistem untuk merumuskan sebaik mungkin program itu, sehingga
hitungannya jelas. Karena itu butuh
saluran, butuh pipanisasi.
“Kalau nyambung dari
Sidoarjo, kan ndak mungkin. Harus ada stasiun pengepulan Gas. “ Saya pikir Ini
ide bagus, Mas Bambang, berpikirnya jangka panjang , cuman ini harus bersinergi
dengan semua komponen, termasuk pemerintah daerah, politisi dan para pengusaha”. Jelasnya.
“Saya pikir kalau mas
Bambang di Komisi VII, apalagi dia dibanggar saya rasa bisa mendorong untuk
terealisasinya ini, artinya kalau dalam pikiran kita jangka waktunya panjang
dan membutuhkan biaya besar, mungkin bisa didorong dari segi APBN nya, bisa
lebih cepat” Pungkasnya. (eros)