Selamat Hari Jadi Jember ke 96

https://draft.blogger.com/blog/page/edit/1360945809311009771/7858131956542366929

Translate

Iklan

Iklan

Revitalisasi tanpa Nurani: Ketika UMKM Dihabisi demi Papan Proyek

7/10/25, 10:00 WIB Last Updated 2025-07-10T10:50:34Z



Oleh: Andi Purnama, ST, SH, MM *)

Banyuwangi, MAJALAH GEMPUR.Com - Setiap Minggu pagi, denyut kehidupan rakyat kecil terasa nyata di jantung kota Banyuwangi. Di sepanjang trotoar sisi Taman Blambangan, pelaku UMKM lokal menggelar lapak. Menjual kuliner, kerajinan, dan aneka produk kreatif. Tanpa subsidi, tanpa fasilitasi pemerintah, mereka tumbuh dengan keringat sendiri. Itulah wajah Banyuwangi Creative Market Car Free Day, atau BCM CFD.

BCM bukan hanya pasar mingguan. Ia telah menjelma menjadi ruang hidup. Ruang sosial, ruang ekonomi, sekaligus ruang harapan. Di sana, warga berolahraga, anak-anak bermain, keluarga berwisata tanpa beban biaya. Tak ada tiket masuk, tak ada pungli, tak ada kapital besar yang mengepung. Hanya deretan tenda UMKM, yang lahir dari jalanan dan ditopang solidaritas komunitas.

Namun alih-alih didukung, BCM justru disingkirkan. Dengan dalih revitalisasi, pemerintah tiba-tiba menghentikan kegiatan yang sudah berjalan tertib. Tak ada dialog. Tak ada relokasi yang jelas. Hanya surat pemberitahuan yang turun dari atas, mematikan geliat ekonomi rakyat yang baru saja tumbuh.

Pertanyaannya: revitalisasi untuk siapa? Untuk rakyat, atau untuk estetika semu yang kerap jadi kedok proyek mercusuar? BCM bukan pasar liar. Ia menempati jalur yang tak mengganggu lalu lintas. Ia tak merusak taman, tak meninggalkan sampah, dan justru menghadirkan denyut ekonomi di ruang publik yang selama ini kosong makna.

Di saat pemerintah sibuk menciptakan program penciptaan lapangan kerja berbasis anggaran jumbo, rakyat sudah lebih dulu menciptakannya,tanpa APBD. Lalu, ketika itu mulai berhasil, mengapa justru ditebas?

Apa karena pelakunya bukan bagian dari jaringan oligarki event? Atau karena tak menyetor kepada lingkaran rente? Kalau iya, mari kita jujur saja. Sebab rakyat tak sebodoh yang dikira. Mereka tahu, mana kebijakan yang lahir dari aspirasi, dan mana yang didorong ambisi.

BCM adalah contoh konkret bagaimana UMKM bisa tumbuh tanpa intervensi. Ia tumbuh karena kebutuhan, karena kreasi, dan karena kekuatan warga. Dan itulah esensi pembangunan yang kerap dilupakan para penyusun kebijakan: bahwa membangun bukan berarti menggusur. Bahwa mengatur bukan berarti menyingkirkan.

Jika koridor emas Banyuwangi—dari Masjid Agung, Pendopo, Taman Sritanjung, hingga Taman Blambangan. Dikelola dengan akal sehat dan keberpihakan, ia bisa menjadi ikon baru, Malioboro rasa Banyuwangi. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: ketika rakyat sudah lebih dulu bergerak, pemerintah malah datang sebagai algojo, bukan pelindung.

Revitalisasi, pada akhirnya, hanyalah kata. Apakah ia bermakna menghidupkan, atau mematikan. Semua tergantung siapa yang mengucapkan dan untuk kepentingan siapa ia bekerja. (*)

*) Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Revitalisasi tanpa Nurani: Ketika UMKM Dihabisi demi Papan Proyek

Terkini

Close x