![]() |
Pengembalian berita acara mediasi karena dianggap tak sesuai fakta. (Foto: Istimewa) |
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com - Sengketa lahan pekarangan seluas 220 meter persegi di Dusun Curah Tepas, Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, kian panas. Mediasi yang difasilitasi pemerintah desa dan kecamatan tak menyelesaikan persoalan, malah berujung pada penolakan keras dari salah satu pihak ahli waris.
Kasus ini bermula dari klaim kepemilikan dua kubu ahli waris yang sama-sama menyatakan berhak atas tanah tersebut. Situasi makin runyam ketika rumah milik keluarga Bura, kerabat dari Poniah Fatimah, dirusak, dan lahan dikuasai sepihak oleh pihak terlapor berinisial AH.
Berita Acara Mediasi yang ditandatangani pada 31 Oktober 2024 sejatinya diharapkan menjadi jalan damai. Namun, dokumen tersebut justru ditolak oleh Poniah Fatimah, ahli waris dari almarhum Sami Buna, yang menyebut isi berita acara diputarbalikkan.
“Dalam forum mediasi, Camat Ajung menegaskan bahwa tanah itu masih tercatat atas nama Sami Buna sesuai Buku Kerawangan Desa Mangaran. Ahli waris yang sah ya Poniah Fatimah dan saudaranya. Tapi saat tertulis dalam Berita Acara, malah berbeda,” ujar Imam Sucahyoko, pegiat LSM yang mendampingi Poniah.
Pihaknya resmi menolak berita acara tersebut sejak 15 November 2024 dan sudah menyampaikan keberatan langsung ke pemerintah desa maupun kecamatan. Imam bahkan menuding ada manipulasi redaksi dalam dokumen mediasi.
Merasa tak cukup dengan jalur administrasi, Imam menggandeng advokat Ihya Ulumiddin untuk melanjutkan kasus ini ke ranah hukum. Ia menekankan, perusakan rumah dan penguasaan lahan secara sepihak tidak bisa ditoleransi.
“Indonesia negara hukum. Kalau tidak terima, gugat ke pengadilan. Tapi kalau main rusak, itu pidana. Kami minta aparat segera memproses,” tegasnya.
Kini, sengketa tanah di Ajung itu bukan sekadar perselisihan keluarga, tapi sudah masuk ke babak baru: pertarungan hukum antara klaim waris, integritas aparatur desa, dan ancaman pidana pengrusakan. (yond)