Menurut juru bicara BESI AJI Nusantara, Ki Agung Sedayu, masyarakat Indonesia ternyata belum sepenuhnya “merdeka berkeris”. Ia menilai, masih banyak stigma negatif yang melekat pada keris akibat pencitraan yang keliru. Mulai dari perusakan bilah keris di muka publik, penyebaran konten yang merendahkan keris di media sosial, hingga penggambaran keris sebagai sumber malapetaka dalam film horor sejak era 1970-an.
“Stigma itu telah menjauhkan masyarakat dari warisan leluhur mereka sendiri. Akibatnya, banyak yang takut atau enggan memiliki keris, padahal keris adalah simbol peradaban dan perjuangan bangsa,” tegasnya.
Sejarah mencatat, keris bukan sekadar benda pusaka, melainkan bagian dari perjuangan bangsa. Pangeran Diponegoro dikenal selalu membawa keris saat memimpin perlawanan terhadap penjajah, demikian pula Panglima Besar Jenderal Soedirman ketika memimpin perang gerilya. “Ini bukti nyata bahwa keris adalah saksi perjuangan kemerdekaan,” tambah Ki Agung Sedayu.
BESI AJI Nusantara menegaskan, setelah 80 tahun merdeka, Indonesia masih menghadapi bentuk penjajahan budaya. “Penjajahan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga budaya. Jika budaya kita dihancurkan, kita akan tercerabut dari akar jati diri sebagai bangsa,” jelasnya.
Padahal, dunia telah mengakui keris sebagai warisan budaya takbenda Indonesia. Pada 2005, UNESCO menetapkannya sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity. Dua tahun kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden No. 78/2007 tentang Konvensi Perlindungan Warisan Budaya Takbenda, yang menegaskan kewajiban bangsa untuk menjaga pusaka tersebut.
“Seharusnya kita bangga berkeris, bukan malah menganggapnya menakutkan. Merdeka berkeris artinya berani kembali pada jati diri bangsa,” ujar Ki Agung Sedayu.
BESI AJI Nusantara yang berdiri sejak 2021 berkomitmen untuk terus mengkaji serta melestarikan tosan aji seperti keris, rencong, kujang, dan pusaka tradisional Nusantara lainnya. Organisasi ini aktif mendorong kesadaran masyarakat agar warisan leluhur tidak terkikis zaman.
“Di momentum HUT ke-80 RI ini, mari kita pulihkan jati diri bangsa dengan menghargai dan melestarikan budaya sendiri. Karena sesungguhnya, bangsa yang merdeka adalah bangsa yang berdiri tegak di atas akar budayanya,” pungkas Ki Agung Sedayu. (r1ck)