![]() |
Ketua LSM FKAB Jember Suhariyono |
Dalam UU tersebut, fungsi yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. Pemberian dana Hibah dan Bantuan
Sosial (Bansos) yang disalurkan melalui anggota Legislatif jelas bertentangan dengan tugas, pokoknya. sehingga
pengawasan menjadi mandul, dan berakibat timbulnya masalah.
“Ini ambifalen, pasalnya satu sisi mereka bertugas mengawasi, sisi lain
diberi wewenang mengelola anggaran. Jelas, dua peran itu tidak mungkin bisa
dilakukan sekaligus”. Demikian
dismpaikan ketua LSM Forum Komunikasi Anak Bangsa (FKAB) Jember Suhariyono.
Minggu, 24 Juli 2016
Menurut Hariyono biasa ia dipanggil, bahwa sebenarnya maksud dan tujuan
dikeluarkannya dana hibah dan bansos itu baik, “keberadaan dana tersebut untuk
mensejahterakan rakyat dan melindungi atas resiko sosial kemungkinan yang akan terjadi
pada masyarakat” Jelasnya.
Sepengetahuanya memang tidak tersurat siapa nama penerima yang mendapat
dana hibah dan bansos melalui anggota legislatif di dalam Peraturan Daerah (Perda) Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) di Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), yang ada hanya nama-nama kelompok penerima, besaran anggaran dan
lokasinya
Munculnya dana hibah dan Bansos ini lantaran, sejumlah anggota Dewan ketika
melakukan reses di Daerah Pemilihan (Dapil) nya
masing-masing, menerima keluhan berbagai persoalan, hal ini menjadi
beban moral. “Sebagai wakil yang mereka
pilih, tentunya harus bisa memperjuangkan. Dana hibah dan bansos inilah menjadi jawaban atas kegelisanan tersebut”. Tambahnya.
Program ini menurutnya sangat bermanfaat untuk rakyat.” Sebagai
warga Jember saya sangat mendukung, kalau perlu lebih besar, semakin besar dana
tersebut, maka akan semakin banyak warga miskin terbantu, dengan demikian
kesejahteraan rakyat akan segera terwujud”. Tambahnya.
Berdasarkan data APBD Jember, dana hibah dan Bansos 2016sebesar Rp.
154.199.236.000 (seratus limapuluh empat milyar, seratus sembilan puluh
sembilan juta, duaratus tigapuluh enam ribu) masing masing untuk dana hibah
sebesar 104.208.740.000 dan bansos sebesar 50.090.496.000 . Dari dana Bansos
tersebut setiap anggota DPRD mendapatkan jatah bervareasi hingga 1 milyar
rupiah.
Persoalannya adalah dana tersebut disalah-gunakan, anggaran yang diamanatkan
melaui masing-masing anggota legislatif
disalah tafsirkan sebagai anggaran miliknya oleh sebagaian oknun anggota legislatif,
sehingga para calon penerima bantuan harus mau berbagi.
Modus operandinya macam-macam. Berdasarkan temuan Kejaksaan Negeri (Kejari)
Jember pada bansos tahun 2014-2015, rata-rata masing-masing penerima bantuan tidak
mendapatkan sesuai anggaran (dipotong; red) , jumlahnya berfareasi, bahkan lebih ironis ada yang fiktif.
Akibatnya salah-satu mantan anggota DPRD Jember, AIH dan karyawan swasta RZ
ditetapkan tersangka bansos pengajian, dan informasinya akan menyusul dua tersangka
lain, sementara untuk kasus bansos
ternak 2015 juga menjadi atensi, masuk tahap penyelidikan.
Agar kejadian ini tidak terulang, sistemnya dirubah, agar tak jadi jebakan
badmen. seluruh kegiatan disinergikan
dengan Pemerintah Desa, dan percayakan pelaksanaannya kepada eksekutif. “Bolehlah
DPR RI /DPRD Provinsi / Kabupaten / Kota menerima, menyerap dan memperjuangkan aspirasi
dapilnya, namun usulan tersebut harus disinergikan melalui Pemerintahan Desa setempat,”
Harapnya.
Disamping agar tidak tumpang tindih dengan program lainnya, semua elemen
punya andil mengawasi. “Saya menerima sejumlah keluan, jangankan masyarakat,
pihak pemerintah desapun mengaku ada yang tidak tahu atau diberitahu jika ada
bantuan atau kegiatan diwilayahnya, ini kan ironis” tambahnya