Situbondo, 17 Oktober 2025 — Proses pembayaran keuangan tukar guling Tanah Kas Desa (TKD) di Desa Jetis, Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, kini menuai sorotan tajam. Pasalnya, dana yang seharusnya diterima penuh oleh warga sebagai pengganti lahan terdampak proyek Jalan Tol Probowangi, diduga kuat dikemplang oleh oknum kepala desa beserta kroninya. Nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
Dugaan ini mencuat setelah beberapa warga yang menjadi pihak penjual tanah pengganti TKD mengaku menerima pembayaran tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya. Proses pencairan dana pun disebut janggal dan tidak transparan. Bahkan, muncul indikasi adanya kongkalikong antara pihak desa dan oknum lain yang memanfaatkan proyek strategis nasional (PSN) tersebut untuk memperkaya diri.
Salah satu warga berinisial DN, warga Dusun Kauman Barat, Desa Besuki, mengaku lahannya di Dusun Karang Tengah, Desa Jetis, seluas 380 meter persegi, telah dibeli untuk pengganti TKD dengan nilai Rp582 juta. Dana itu ditransfer melalui Bank BNI 46 Besuki oleh pihak proyek Tol Probowangi. Namun, menurut DN, yang masuk ke rekening pribadinya hanya sebesar Rp250 juta.
“Saya hanya menerima Rp250 juta. Padahal totalnya Rp582 juta. Saat saya cek saldo tabungan, sisa uangnya sudah tidak ada. Saya curiga uang itu diambil oleh oknum kepala desa dan orang-orangnya,” ungkap DN kepada tim media yang melakukan klarifikasi.
Kasus serupa juga dialami oleh Haji K, warga lain di Desa Jetis. Ia menyebut harga tanahnya sebesar Rp700 juta, namun hanya menerima Rp400 juta. Ironisnya, dana tersebut masih dipotong Rp50 juta oleh pihak perantara, sehingga yang benar-benar diterima Haji K hanya sekitar Rp350 juta. “Katanya untuk perantara. Tapi saya yakin ini modus oknum yang sama,” ujar Haji K.
Praktik seperti ini jelas melanggar aturan. Pembebasan lahan pengganti TKD yang terdampak proyek tol merupakan tanggung jawab penuh pihak pelaksana proyek. Tidak ada ruang bagi aparatur pemerintah desa atau ASN untuk ikut bermain dalam transaksi semacam ini. Jika terbukti menerima uang atau hadiah, maka dapat dikategorikan sebagai gratifikasi dan berpotensi dijerat hukum pidana.
Muncul pula pertanyaan serius mengenai dugaan keterlibatan pihak Bank BNI 46 Besuki dalam pencairan dana tersebut. Sebab, secara prosedural, penarikan uang dari rekening pribadi hanya bisa dilakukan oleh pemilik buku tabungan atau melalui surat kuasa resmi yang sah. Jika ada dana yang bisa keluar tanpa sepengetahuan pemilik rekening, maka perlu diselidiki lebih jauh kemungkinan adanya pelanggaran dari pihak perbankan.
Kasus dugaan penggelapan dana tukar guling tanah ini menambah daftar panjang praktik penyimpangan dalam pengelolaan aset desa. Publik kini menanti langkah tegas aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas persoalan ini. Semua pihak yang terlibat, baik dari unsur pemerintahan desa maupun pihak perantara dan perbankan, harus diproses sesuai hukum agar keadilan benar-benar ditegakkan.
MA. Sahran, Ketua LSM PAKAR mengatakan jika dibiarkan, praktik semacam ini tidak hanya merugikan warga, tetapi juga mencoreng wibawa negara di tengah upaya mempercepat pembangunan infrastruktur nasional. "Kami akan mengawal kasus ini sampai tuntas. Kasus ini sudah terpantau dan diketahui LSM PAKAR," tandasnya. (r1ck)