![]() |
Bupati Jember Gus Fawait (foto : Diskominfo Jember) |
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com - Respons aparat penegak hukum dalam menangani kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi di Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, dinilai lamban dan menjadi sorotan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Timur.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, Agus Muttaqin, menyebut telah terjadi maladministrasi dalam penanganan kasus tersebut. Menurutnya, ketidakresponsifan aparat kepolisian dan pemerintah desa turut berkontribusi terhadap kaburnya pelaku serta membahayakan keselamatan korban.
“Penundaan tindakan oleh aparat Polsek Balung serta kelalaian kepala desa berpotensi melanggar hak dasar korban. Aparatur desa terindikasi kuat melakukan maladministrasi dengan mengabaikan kewajiban hukum mendampingi warganya,” ujar Agus, Selasa (21/10/2025).
Agus menilai kepolisian diduga melakukan penundaan berlarut karena tidak segera menangkap pelaku. Ia meminta pelaku segera ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Ombudsman juga membuka kemungkinan melakukan investigasi proaktif untuk menelusuri dugaan pelanggaran prosedur pelayanan publik.
Selain itu, Agus mengkritik sikap kepala desa yang sempat menyarankan penyelesaian kekeluargaan, yang dinilainya bertentangan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). “Kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan secara informal. Pendekatan seperti itu justru memperparah trauma korban,” tegasnya.
Agus juga menyoroti fakta bahwa korban sempat harus membayar biaya visum sebesar Rp500 ribu, yang dinilainya mencerminkan lemahnya koordinasi antarinstansi dalam pelayanan terhadap korban kekerasan seksual. “Negara seharusnya hadir, bukan absen,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Jember Muhammad Fawait yang akrab disapa Gus Fawait melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Jember menyampaikan keprihatinan dan menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan tinggal diam.
“Saya mendukung penuh aparat untuk menegakkan keadilan seadil-adilnya bagi korban. Tidak boleh ada toleransi terhadap kekerasan seksual. Pemerintah Kabupaten Jember akan memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pendampingan yang layak,” tegasnya melalui keterangan tertulis Diskominfo Jember.
Pemkab Jember telah memerintahkan RSD Balung untuk mengembalikan biaya visum korban dan memberikan layanan homecare guna memantau kesehatan korban. Rumah sakit juga diminta bekerja sama dengan DP3AKB Jember agar pendampingan medis dan psikologis berjalan berkelanjutan.
Selain itu, Inspektorat Jember diperintahkan memeriksa dugaan pengabaian laporan oleh kepala desa, termasuk indikasi upaya penyelesaian di luar jalur hukum. DP3AKB melalui UPT PPA juga disebut telah melakukan pendampingan sejak awal, mulai dari asesmen, visum psikiatri di RSD dr. Soebandi, hingga koordinasi dengan kepolisian.
Langkah-langkah ini, kata Gus Fawait, menjadi bukti keseriusan Pemkab Jember dalam menerapkan pendekatan berbasis korban (victim-centered approach) di lapangan.“Seluruh perangkat daerah dan desa harus sigap, empatik, dan berpihak kepada korban. Tidak ada ruang bagi siapapun untuk menormalisasi kekerasan seksual,” tegasnya.
Kasus di Kecamatan Balung kini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dalam mewujudkan komitmen terhadap perlindungan perempuan serta penerapan nyata UU TPKS di tingkat lokal. (Wahyu/Eros)