
Dipilihnya hari Jumat
Kliwon pada pelaksanaan kali ini sebagai alternatif Jumat Pahing, dua diantara
hari Jumat yang secara rutin setiap tahun ditentukan oleh para sesepuh Desa
Grajakan sebagai hari H. Selain minta hujan, yang lebih substansi dalam ritual ‘Mantu
Kucing’ itu adalah doa bersama meminta keselamatan seluruh warga masyarakat
Desa.
Sedangkan sentra ritual
tetap seperti tahun-tahun sebelumnya, selalu di lokasi sumber ‘Mbah Umbul’,
yang terletak di Dusun Curahjati, Desa Grajakan, Kecamatan Purwoharjo.
Mengingat para leluhur mereka pertamakali memang menggelar ritual disitu,
sehingga sebagai generasi penerusnya harus menapak tilasi.
Hingga kini, tidak ada
yang bisa menyatakan secara pasti sejak kapan dimulainya ritual ‘Mantu Kucing’
yang menyedot ratusan bahkan ribuan warga dalam maupun luar Desa tersebut.
Namun menurut Mbah Martoyo, 80 diperkirakan ritual ‘Mantu Kucing’ sudah
dilaksanakan sejak jaman Belanda.
Hal itu juga dibenarkan
oleh Mbah Mijan, 75 sesepuh Desa lainnya yang selama ritual berlangsung mesti
didapuk sebagai pemimpin doa, setelah sebelumnya serangkaian kegiatan yang
telah dilaksanakan diujubne (menyampaikan niat dan tujuan acara) oleh sesepuh
Desa Mbah Man,70. “Kinten-kinten ritual mantu kucing niki sampun dimulai milai
jaman penjajahan Belanda (kira-kira ritual mantu kucing ini sudah dimulai sejak
jaman penjajahan Belanda),” ungkap Mbah Martoyo.
Ritual ‘Mantu Kucing’ itu
sendiri dimulai oleh ratusan warga yang mengarak kucing jantan dan betina yang
digendong masing-masing Jogotirto dan diiringi jaranan buto berjalan dari rumah
Mbah Martoyo, menuju sumber Mbah Umbul yang berjarak kurang lebih 1 kilometer
pada pukul 09.00 Wib. Animo masyarakat terlihat guyup rukun dengan bukti adanya
puluhan ambeng, dawet, jajanan dan nasi serta lain-lain makanan yang dibeber
diarea sumber Mbah Umbul, tempat berlangsungnya arena jaranan buto.
Sementara Buntas Triono,
Kades Grajakan, Kecamatan Purwoharjo, menyatakan apresiasinya atas ikhtiar
warganya demi mendapatkan hujan sekaligus berdoa bersama demi keselamatan
penduduk Desa. “Ini ada unsur nguri-nguri budaya Jawa, tentu karena ketika saya
lahir budaya dan tradisi ini sudah berlangsung, patut mendapat dukungan penuh.
Bahkan kedepan ada perhatian dari pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, atas
pelestarian budaya ini,” ujarnya dihadapan sejumlah wartawan.
Usai prosesi ritual
disumber Mbah Umbul, pergelaran jaranan Buto dilanjutkan dirumah Jogotirto
(ketua Sub Blok) Sumaji, di Dusun Bulusari, Desa Grajakan. “Setiap tahun yang
ketempatan pergelaran jaranan buto ini bergilir mas, kebetulan tahun ini
waktunya di rumah Jogotirto Pak Sumaji,” jelas Kades Buntas, yang didampingi
para sesepuh Desa dan para ketua Sub Blok (Jogotirto), serta para petugas PPL
Desa Grajakan dan Desa tetangga. (Hakim Said)