
Baik yang bersatus orang dalam risiko (ODR), orang dalam pemantauan
(ODP) maupun pasien dalam pengawasan (PDP). Bahkan baru-baru ini, di wilayah
kerja Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jember sudah tiga kabupaten ditetapkan zona
merah yaitu Jember, Lumajang dan Situbondo.
AJI menilai, pemerintah masih gagap menangani wabah. Banyak informasi
yang belum bisa dijabarkan secara utuh. “Kasus Situbondo, antar pejabat saling
tutup mulut, itu justru memunculkan kepanikan publik akibat kesimpangsiuran
informasi. Penjelasan Tim Satgas Covid-19 juga masih belum memadai” kata Plt AJI Jember,
Mahrus Sholih, Sabtu, (28/3/2020).
“Efek sampingnya, memunculkan kabar hoaks di lini masa. Padahal di
tengah situasi krisis ini, media dibutuhkan untuk memberikan informasi yang
akurat dan mendidik ke publik. Selain juga melakukan tugas sebagai watchdog
untuk mengawal penanggulangan krisis dengan baik”, katanya.
Dalam sepekan terakhir, masih ditemukan jumpa pers instansi
pemerintahan dan kepolisian secara tatap muka. Padahal, sangat berisiko penularan
penyakit yang dipicu infeksi virus korona baru (SARS-CoV-2) dan berpotensi
menjadikan jurnalis sebagai media penular ke orang lain dan keluarganya.
Berkaitan itu kata Mahrus, AJI Jember
mendesak institusi pemerintah dan swasta bisa jadi contoh lembaga atau
organisasi lain dengan menghentikan Konferensi Pers maupun liputan tatap muka, untuk
yang melakukan langkah kontraproduktif terhadap penanganan Covid-19 harus disangsi.
“Sebagai pengganti, sumber berita bisa menyampaikannya secara tertulis,
foto, rekaman suara atau video sebagai bahan menulis berita. Jika menggunakan
siaran langsung bisa menyampaikannya melalui video conference”, harap pria yang
juga wartawan Radar jember ini.
Semua pihak juga harus menggunakan alat pelindung diri (APD) dan memastikan
jarak aman berkisar 1,5 meter. “Sedang untuk
menghindari kesempang siuran informasi, Satgas Covid-19 harus selalu memperbarui
data dan informasi yang memadai dan mudah diakses secara daring”, harapnya.
Perusahaan media harus membekali APD seperti masker, hand sanitizer, tidak
mengirimkan jurnalis ke tempat kerumunan dan membayar gaji jurnalis tepat waktu
dan tanpa pengurangan. Jurnalis juga harus waspada dengan menjaga jarak aman. “Prinsipnya
tidak ada berita seharga nyawa”, saranya.
Redaksi juga harus sigap meminta jurnalis meninggalkan lokasi peliputan
membahayakan, jika sempat kontak fisik kurang dari jarak aman agar segera
isolasi diri. Ketika menunjukkan gejala Covid-19, wajib dindampingi memeriksakan
dan Pemerintah daerah wajib memberikan akses yang sama kepada masyarakat,
termasuk jurnalis”, harapnya.
Sedangkan perusahaan media dan jurnalis diminta menjalankan protokol
keamanan dan referensi panduan peliputan yang aman untuk menjaga keselamatan jurnalis.
Protokol keamanan yang disusun KKJ, AJI, dan Jurnalis Bencana dan Krisis dapat
diunduh di: https://bit.ly/Protokol-COVID19.