![]() |
Kuasa hukum pelapor, Ihya Ulumiddin. (Foto: Istimewa) |
Jember, MAJALAH GEMPUR.Com - Proses jual beli rumah dan tanah di Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember, berbuntut panjang. Seorang pembeli, Amin Rianto, menempuh jalur hukum karena menduga ada unsur kesengajaan dari pihak penjual untuk menipu sejak awal transaksi dilakukan.
Kuasa hukum Amin, Ihya Ulumiddin, menyebut tindakan pasangan suami istri berinisial SY dan SM bukan sekadar wanprestasi atau pelanggaran perjanjian jual beli biasa. Dari rangkaian peristiwa yang terjadi sejak 2022, pihaknya melihat adanya indikasi niat jahat (mens rea) yang telah disusun secara sistematis.
“Dari awal, klien kami dijanjikan jual beli. Ada uang muka, ada kesepakatan harga, ada kwitansi, bahkan disaksikan makelar. Tapi setelah uang diterima, proses tak pernah dituntaskan. Yang lebih janggal, rumah dan tanah itu kemudian disertifikatkan atas nama mereka sendiri,” ujarnya, Rabu (23/7/2025).
Menurutnya, transaksi berlangsung pada 9 Mei 2022. Amin Rianto menyetorkan uang muka sebesar Rp25 juta untuk pembelian rumah dan tanah seluas 120 meter persegi dengan nilai total Rp145 juta. Pembayaran disertai kwitansi tertulis yang dibuat oleh pihak penjual.
Dalam kwitansi tersebut, disepakati pelunasan dua tahap: Rp75 juta pada akhir Mei dan Rp45 juta sisanya pada bulan Agustus 2022. Namun ketika waktu pelunasan tiba, SY dan SM menyatakan bahwa dokumen Akta Jual Beli (AJB) masih ditahan oleh pihak bank.
“Mereka minta waktu sebulan. Tapi sampai lebih dari dua tahun, AJB tak pernah bisa ditunjukkan. Bahkan klien kami beberapa kali datang tapi hanya diberi janji,” kata Udik, sapaan akrabnya.
Lebih dari itu, rumah yang menjadi obyek transaksi malah disewakan ke orang lain atas inisiatif SM, pemilik tanah dan rumah. Pada 27 Mei 2025, Amin diusir dari rumah tersebut dan uang muka dianggap sebagai biaya sewa.
Kecurigaan semakin menguat ketika diketahui tanah dan rumah itu kini telah bersertifikat atas nama SM, diterbitkan tahun 2024 lewat program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap). Padahal sebelumnya, saat transaksi berlangsung, dokumennya baru berupa AJB.
“Inilah yang menjadi titik terang bahwa sejak awal mereka diduga tidak berniat menjual, tapi hanya memancing transaksi untuk mengambil uang muka. AJB disebut disimpan di bank, nyatanya tidak. Bahkan sertifikat sudah diproses diam-diam,” tegas Udik.
Kasus ini dilaporkan ke Mapolres Jember dengan nomor STTLPM/774/VII/2025/SPKT/Polres Jember pada 21 Juli 2025.
Udik menjelaskan, perbedaan antara sengketa perdata dan penipuan terletak pada niat awal. Jika sejak semula sudah ada itikad tidak baik untuk tidak menyerahkan objek jual beli, maka tindakan itu masuk ranah pidana.
“Kami mendukung aparat kepolisian mengusut tuntas dugaan penipuan ini. Sudah ada bukti aliran dana, kwitansi, dan rangkaian peristiwa yang menunjukkan penyamaran niat pelaku,” ujarnya. (eros)