Peristiwa ini bukan sekadar seremonial administratif. Kholisatul Hasanah datang membawa sebuah visi besar, strategi matang, dan tekad kuat untuk melakukan transformasi mendalam terhadap Kopri Jatim. Dengan penuh percaya diri, ia menegaskan bahwa pencalonannya bukan semata-mata untuk meramaikan peta politik organisasi, melainkan untuk memperjuangkan arah baru Kopri: yang lebih progresif, lebih berani, dan lebih berdampak.
Dalam sesi wawancara usai penyerahan berkas, Lisa dengan tegas menyatakan, “Kami tak sedang berebut kursi. Kami sedang memperjuangkan arah. Arah Kopri yang tumbuh, tak hanya ramai di flyer, tapi hidup di ruang-ruang kaderisasi yang nyata.”
Visi Besar: Kopri Jatim Formation – Connect to Acceleration
Lisa tak hanya datang dengan semangat. Ia membawa visi besar yang diberi tajuk strategis: Kopri Jatim Formation – Connect to Acceleration. Visi ini mengusung semangat keterhubungan dan percepatan, dua hal yang menurutnya krusial dalam merespons tantangan zaman dan dinamika organisasi hari ini.
Lisa menjelaskan bahwa Kopri Jatim harus bergerak keluar dari kungkungan rutinitas struktural yang stagnan. Sudah saatnya, katanya, Kopri menjadi entitas yang terkoneksi secara sistemik antarstruktur dan memiliki kemampuan mengeksekusi gerakan secara cepat dan terukur.
“Kita terlalu lama terjebak dalam rutinitas struktural. Sudah saatnya Kopri Jatim terkoneksi, terukur, dan punya percepatan gerakan yang nyata. Bukan sekadar hadir, tapi berdampak,” ujarnya.
Baginya, kepemimpinan tidak cukup hanya bermodalkan niat baik. Harus ada formasi gerakan yang jelas, terstruktur, dan mampu melahirkan kader-kader perempuan yang tidak hanya aktif di internal organisasi, tetapi juga mampu tampil sebagai pemimpin di ruang publik.
Tujuh Misi Strategis: Membangun Kopri yang Mandiri, Progresif, dan Berdampak
Untuk merealisasikan visinya, Kholisatul Hasanah menyusun tujuh misi perubahan yang menjadi pilar utama dalam arah kepemimpinan yang ditawarkannya. Tujuh misi ini bukanlah kumpulan jargon tanpa makna, melainkan peta jalan strategis yang akan membawa Kopri ke level yang lebih tinggi.
1. Penguatan Institusi Kopri
Lisa menekankan pentingnya membangun kelembagaan Kopri yang kuat dari dalam. Kaderisasi tidak boleh bergantung pada figur semata, tetapi harus ditopang oleh sistem dan tata kelola administrasi yang rapi, akuntabel, dan berkelanjutan.
“Kita butuh manajemen kaderisasi yang bisa diwariskan. Bukan bergantung pada figur, tapi pada sistem yang hidup,” tegasnya.
2. Pemetaan Ruang Strategis untuk Kader Berdaya Saing
Banyak kader perempuan Kopri memiliki potensi besar namun tidak mendapat ruang tampil. Lisa ingin mengubah ini dengan menciptakan ruang-ruang strategis untuk melatih, memoles, dan memunculkan kader perempuan berdaya saing tinggi.
“Kopri harus jadi pelatnasnya kader perempuan,” katanya mantap.
3. Gerakan Digitalisasi sebagai Platform Inklusif dan Edukatif
Digitalisasi, menurut Lisa, bukan hanya tentang eksistensi di media sosial. Ia ingin membangun platform digital yang benar-benar menjadi sarana edukasi, advokasi, dan gerakan.
“Kita bikin kanal informasi yang bukan cuma untuk gaya-gayaan, tapi untuk mengedukasi dan menggerakkan,” jelasnya.
4. Repowering Kopri sebagai Mitra Kritis dan Solutif
Lisa menilai Kopri harus kembali ke peran aslinya sebagai mitra kritis yang kontributif terhadap isu-isu sosial dan perempuan. Ia menolak bila Kopri hanya dijadikan penonton dalam isu-isu kebijakan.
“Banyak isu perempuan yang tak terjawab karena kita terlalu sibuk internal. Saatnya Kopri kembali jadi pembicara utama,” ujarnya.
5. Konsolidasi Kolektif melalui Quality Control Berbasis Zonasi
Menghadapi keberagaman wilayah Jawa Timur, Lisa ingin membangun sistem kontrol berbasis zonasi untuk memastikan semua wilayah mendapat perhatian dan pembinaan yang merata.
“Tiap zona harus punya indikator kerja yang jelas,” katanya.
6. Kopri sebagai Katalisator Ketokohan Perempuan Jatim
Kopri harus menjadi pencetak tokoh, bukan hanya pelaksana teknis. Lisa ingin membangun kultur yang mendorong kader perempuan untuk tampil sebagai pemimpin, baik dalam politik, akademik, maupun sektor profesional lainnya.
“Kenapa perempuan Kopri tidak bisa jadi menteri, kepala daerah, atau rektor? Kita harus mulai sekarang,” tantangnya.
7. Integrasi Nilai Keislaman dan Feminisme
Dalam perspektif Lisa, nilai-nilai Islam dan semangat feminisme dapat bersinergi untuk membentuk perempuan yang religius, kritis, dan progresif.“Perempuan Kopri harus bisa jadi imam di ruang-ruang sosial,” ungkapnya.
Mengenal Sosok Kholisatul Hasanah
Kholisatul Hasanah bukanlah nama baru dalam dinamika Kopri dan PMII. Perempuan kelahiran Kalisat, Jember ini telah malang melintang dalam berbagai level kepemimpinan organisasi, dimulai dari Rayon hingga Cabang. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Rayon FTIK UIN KHAS Jember, kemudian menjadi Bendahara Kopri PC PMII Jember, dan terakhir dipercaya sebagai Ketua Kopri PC PMII Jember.
“Semua proses itu membentuk saya. Dari rayon, saya belajar tentang militansi dan teknis. Dari bendahara, saya belajar tentang kepercayaan. Dari jadi ketua cabang, saya belajar memimpin manusia dan arah gerakan,” kisahnya.
Lisa dikenal sebagai pemimpin yang disiplin, visioner, dan fokus pada pengembangan sistem kaderisasi yang berkelanjutan. Ia juga aktif dalam berbagai pelatihan, penguatan gender, dan pengembangan metode kaderisasi berbasis riset.
“Perempuan dalam PMII bukan objek binaan, tapi subjek perubahan. Itu prinsip saya sejak dulu,” ujarnya tegas.
Menuju Konkorcab: Bukan Pertarungan, Tapi Pembukaan Ruang
Dengan resmi mendaftar sebagai calon Ketua Kopri PKC PMII Jawa Timur, Lisa kini menjadi salah satu kandidat paling kuat yang siap mengubah wajah Kopri. Namun, ia menolak menyebut ini sebagai “pertarungan”.
“Saya tidak sedang bertarung, tapi membuka ruang. Ruang bagi kader perempuan untuk berani memimpin, bukan hanya melayani,” katanya.
Lebih dari sekadar ambisi pribadi, langkah Lisa merupakan refleksi dari semangat kolektif kader-kader perempuan yang ingin agar Kopri menjadi lebih strategis dan tidak terjebak dalam peran-peran seremonial belaka.
“Sudah cukup perempuan jadi tim konsumsi dan dekorasi. Saatnya perempuan bicara strategi dan arah gerakan, baik di internal organisasi PMII, maupun dunia profesional kerja,” pungkasnya.
Menyalakan Api Perubahan
Kini, seluruh mata tertuju pada Konkorcab PKC PMII Jawa Timur yang akan digelar dalam waktu dekat. Pertanyaannya bukan lagi siapa yang akan maju, tetapi siapa yang akan mampu menyalakan perubahan. Kholisatul Hasanah telah menyulut api semangat dan harapan. Api itu kini menyala terang dan terlalu kuat untuk diabaikan. Akankah ia menjadi katalisator perubahan besar dalam tubuh Kopri Jatim? Waktu yang akan menjawab.
Namun satu hal yang pasti: Lisa tak sekadar mencalonkan diri—ia mengajukan arah baru. (r1ck)