![]() |
Sejumlah pelaku UMKM saat menyampaikan penolakan rencana revitalisasi Taman Blambangan, Banyuwangi. (Foto: Istimewa) |
Banyuwangi, MAJALAH GEMPUR.Com - Rencana revitalisasi Taman Blambangan yang digulirkan Pemkab Banyuwangi justru memicu gejolak. Bukan soal desain atau anggaran, tapi lantaran terselip rencana relokasi ratusan pelapak UMKM yang tergabung dalam Banyuwangi Creative Market (BCM). Wacana itu langsung ditolak mentah-mentah oleh para pelapak.
Setiap Minggu pagi, kawasan taman ini disulap jadi ruang hidup ekonomi kerakyatan. Perputaran uangnya tembus Rp125 juta hanya dalam waktu lima jam. “Kami tidak anti pembangunan. Tapi kalau relokasinya ngawur, ya jelas kami menolak. Kami keukeh tetap Nang Kene Wae!” tegas Rahmad, Ketua BCM, dalam forum konsolidasi di Taman Blambangan, Minggu pagi (29/6/2025).
Pemkab berencana memindahkan aktivitas BCM ke Jalan Achmad Yani, tepat di depan kantor bupati. Tapi menurut Rahmad, relokasi bukan solusi, justru ancaman nyata. “BCM ini bukan sekadar lapak jualan. Ini ruang kreativitas rakyat, ruang interaksi warga. Kalau dipindah begitu saja, itu artinya rakyat disingkirkan,” cetusnya.
Penolakan bukan cuma datang dari pelapak. Dukungan juga mengalir dari para aktivis sipil dan warga yang tergabung dalam Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK) Banyuwangi.
“Relokasi ini bentuk abai terhadap ekonomi rakyat. Jangan sampai Taman Blambangan jadi proyek mercusuar yang ujung-ujungnya sepi, kayak Pasar Sobo yang diubah jadi TWT dan AWT tapi malah mangkrak,” semprot Ketua RKBK, Hakim Said.
Menurut dia, para pelapak BCM hanya memakai sebagian area taman selama 4–5 jam di Minggu pagi. Tidak ada fasilitas rusak, tidak ada yang dirugikan. “Malah taman jadi hidup, ekonomi rakyat jalan. Masa ini mau digusur?”
Nada kritis juga datang dari Muhammad Lutfi, inisiator sekaligus pembina BCM. Ia meminta agar Pemkab mengkaji ulang rencana revitalisasi yang berujung relokasi. “BCM ini lahir dari semangat gotong royong dan kemandirian. Jangan sampai dibungkam hanya karena alasan estetika kota,” katanya.
Senada disampaikan Andi Purnama, pengamat kebijakan publik dari RKBK. Ia menilai kebijakan ini menunjukkan arah pembangunan yang makin elitis. “Kalau revitalisasi malah menggusur rakyat kecil, itu bukan pembangunan. Itu perampasan ruang hidup!” serunya.
Tokoh muda RKBK, Herman Sjahthi, menambahkan bahwa suara para pelapak BCM adalah denyut kehidupan kota. “Ini bukan sekadar tempat jualan. Ini simbol perlawanan rakyat atas tata kota yang tak berpihak,” tukasnya.
RKBK bahkan menyatakan siap mengadvokasi BCM hingga tuntas. Mereka menyebut akan membawa persoalan ini ke forum publik, bahkan membuka ruang diskusi dengan DPRD hingga Ombudsman jika diperlukan.
BCM dan RKBK kompak: revitalisasi boleh, tapi jangan korbankan rakyat. Taman Blambangan harus tetap jadi milik bersama, bukan hanya jadi panggung event dan proyek-proyek gagah-gagahan.
Sementara itu, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Banyuwangi, Dwiyanto, yang disebut-sebut sebagai pihak yang menyusun konsep relokasi BCM ke Jalan Achmad Yani, masih bungkam. Saat dikonfirmasi wartawan pada Minggu sore (29/6/2025), belum ada jawaban resmi yang diberikan hingga berita ini ditayangkan. (kim)