Mereka datang di
datang di kantor yang terletak di belakang Stadion Noto Hadi Negoro, Selasa
(22/9) sekitar pukul 12.00
Wib, dengan didampingi dua orang guru, secara berkelompok dan bergantian mencatat
satu persatu koleksi BPCB Jember dalam buku tulis yang mereka bawa. Sebagian
lagi ada yang mendokumentasikannya lewat kamera digital.
“Meski baru pertama
kali datang kesini, saya sangat tertarik dengan koleksi benda cagar budayanya,
karena saya lihat banyak yang berasal dari zaman purbakala,” kata Rizki
Sisilia, siswi kelas X, saat mengamati salah satu koleksi BPCB yang dipajang di
etalase.
Menurutnya, agenda
kunjungan itu memang bagian dari kegiatan sekolah. Namun hal itu tidak
mengecilkan niatnya untuk mengetahui sejarah Jember di masa lampau. “Sebagai
bagian dari masyarakat Jember, masak sih
nggak tahu sejarah Jember?” ujarnya, seraya menyebut dirinya yang berasal
dari Kabupaten Banyuwangi.
Walau demikian, dia
mengakui jika referensi tentang sejarah Jember serta peninggalan yang bernilai
sejarah masih cukup minim. Sehingga para siswa disekolahnya hanya belajar
secara langsung dari para guru pendamping.
Noga, salah seorang
guru pendamping menuturkan, kunjungan ke BPCB Jember merupakan bagian untuk
mengenalkan sejarah secara langsung kepada siswa. Hal itu untuk menarik minat
generasi muda agar tertarik mempelajari sejarah, terutama sejarah Jember.
“Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarahnya,” sebut
Noga.
Selain itu, tiadanya
mata pelajaran sejarah di sekolah menengah pada kurikulum terbaru, membuat para
guru memberikan kegiatan tambahan dengan cara berkunjung langsung ke
tempat-tempat yang bernilai sejarah. “Salah satunya di BPCb ini,” terangnya.
Untuk itu mereka berharap Pemerintah
Kabupaten Jember untuk lebih memperhatikan keberadaan Balai Pelestarian Cagar
Budaya (BPCB) yang saat ini berada dibawah Kantor Pariwisata dan Budaya. Pasalnya
selama ini perhatian dinilai masih kurang dalam mengembangkan satu-satunya
lembaga yang menjadi perawat benda bersejarah tersebut.
“Harapannya di Jember ada
sebuah museum benda-benda sejarah seperti Museum Trowulan di Kabupaten
Mojokerto. Karena dalam konteks sejarah, Jember memiliki ciri khas yakni dalam
peradaban prasejarah,” kata Noga, salah seorang Guru SMK Kesehatan Dr. Soebandi
Menurutnya, dihapusnya
mata pelajaran sejarah di sekolah menengah membuat para tenga pelajar
memberikan kegiatan tambahan dengan memperlajari serta mengamati secara
langsung sejarah melalui benda maupun situ-situs yang bernilai sejarah. Dan hal
itu butuh sebuah tempat khusus seperti museum dan pengelolaan situs bersejarah.
“Kami meminta Pemkab
Jember untuk lebih memperhatikan lagi tentang sejarah dan benda-benda
peniggalannya. Apalagi di Jember memiliki ciri khas tentang peradaban
prasejarahnya. Dan kami rasa tempat ini (BPCB) belum memadai untuk proses pembelajaran
terhadap siswa,” ujarnya.
Sementara itu, koordinator
BPCB Jember, Didik Subandrio mengakui, jika dukungan anggaran dari Pemkab
Jember masih minim. selama ini anggaran untuk opersional dan pengembangan diambilkan
dari dana kesenian yang masuk di pagu anggaran Kantor Pariwisata dan Budaya
Jember. “Saya tidak tahu persisnya berapa jumlah anggaran untuk BPCB, tapi
kalau dikatakan minim ya minim. Soalnya dibagi dengan bidang kesenian,”
jelasnya.
Pantauan ditempat tersebut
terlihat, fasilitas dan ruangan untuk memajang koleksi benda bersejarah di BPCB
memang tidak cukup untuk menampung banyak pengunjung. Ruangannya mirip seperti
bangunan kelas yang berukuran sekitar 7 x 7 meter. Padahal jumlah koleksinya
cukup banyak, sehingga tak mampu menampung semua koleksi benda bersejarah
tersebut.
Ironisnya, letak gedung
berada dilokasi tidak strategis, lokasinya berada di belakang Stadion Noto Hadi
Negoro, persis dibelakang Kantor Dinas Pendidikan Jember. Bangunan tembok serta
warna catnya, juga terkesan tak terawat dengan baik, warnanya nampak kusam dan
seperti dirumbuhi lumut.
“Kapan hari, sempat ada
kunjungan 500 siswa dari gabungan pelajar se Indonesia saat mengikuti diklat
tentang benda kepurbakalaan. Namun karena tempatnya tidak cukup, maka saya buat
sistem shift atau bergantian ketika berkunjung,” terang Didik.