
Hal itu disebabkan
rendahnya harga jual bahan baku cerutu ini ke pedagang. “Tahun ini untuk
tengahan (tembakau kwalitas bagus) hanya dihargai Rp. 400 – Rp. 500 ribu per
kwintal,” Keluh Abdur Rohman, , saat ditemui di gudang pengeringan tembakau
miliknya, Kamis (3/9).
Padahal untuk kwalitas
bagus pada musim panen di tahun-tahun sebelumnya, harganya Rp 7 –
Rp 8 juta perkwintal. Akibatnya
tahun ini dirinya mengaku rugi hingga puluhan juta rupiah per hektar, “Jika
harganya hanya segitu (murah) petani pasti bangkrut,” ujar petani tembakau asal
Desa Ampel Kecamatan Wuluhan, Jember
Ketua Umum Asosiasi Petani
Tembakau Indonesia (APTI) Nasional Abdus Setiawan mengatakan, bahwa turunnya harga
komoditas tembakau itu disinyalir karena terpapar abu vulkanik Gunung Raung. Sehingga
pabrikan enggan membeli hasil produksi petani dan memilih menutup untuk
sementara waktu. “ini karena dampak
erupsi Gunung Raung, yang disinyalir berdampak terhadap mutu tembakau petani,”
paparnya.
Ada kabar jika sejumlah
perusahaan tembakau di Jember masih melakukan uji laboratorium terhadap
kandungan daun tembakau paska terpapar abu vulkanik Gunung Raung. Karena ditengarai
ada kandungan fisika dan kimianya, seperti belirang, silikat dan klur.
Abdus mengkhawatirkan, anjloknya harga tembakau
jenis Besuki Na Oogst Tanam Awal (Besnota) ini, akan berdampak
menurunnya jumlah petani tembakau jenis tersebut, pasalnya sebagian petani bukan tidak mungkin akan
beralih ke komoditas tembakau jenis lain, bahkan penurunan itu bisa mencapai 50
persen,
Untuk tahun 2015 ini saja
jumlah petani yang menanam tembakau Besnota sudah berkurang, sebagian beralih
menanam tembakau jenis white barley yang dinilai lebih menguntungkan. “Karena
tahun kemarin, filer tembakau na oogst tidak dibeli oleh pabrikan. Tahun ini sebagian
petani beralih menanam white barley dan kesturi,” ujarnya.
Selain dianggap lebih
menguntungkan, pengolahan tembakau jenis ini juga tidak jauh berbeda dengan
pengolahan tembakau na oogst yang telah digeluti petani selama ini. “Saya kira petani akan banyak yang lebih
memilih white barley, karena pengolahannya hampir sama, yakni menggunakan
gudang pengeringan. Bedanya, jika na oogst menggunakan asap untuk mengeringkan
daun, white barley tidak, hanya diangin-anginkan dan dibiarkan mengering dengan
sendirinya,” paparnya.
Untuk menaggulangi hal tersebut,
Abdus meminta kepada Dinas Perkebunan (Disbun) Jawa Timur segera turun tanganuntuk
menyelesaikan masalah ini, baik persoalan
anjloknya harga termbakau maupun masalah tembakau yang terkontaminasi abu
vulkanik, agar petani tembakau dapat diselamatkan.