Padahal dua kata itu
netral dan independen, adalah dua hal yang berbeda. Seseorang tak akan pernah
netral, namun ia akan selalu bersikap independen. Demikian petikan
pengantar Oryza A Wirawan, seorang junalis selkaligus penulis, dalam bedah buku
"Hikayat sang Manyar", Rabu (2/9) di aula Hotel Aston Jember.
Beda Buku kumpulan tulisan
jurnalistik wartawan Berita Jatim, berjudul "Hikayat Sang Manyar"
yang menceritakan tentang kepemimpinan Bupati Jember, MZA Djalal. selama
sepuluh tahun ini dipromotori oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember
Hadir dalam kesempatan itu
sebagai nara sumber, Babun Suharto, Rektor IAIN Jember, Achmad Bunyamin, Kepala
Bank Indonesia Jember, Muhamad Nur Purnamasidi, Anggota DPR RI, Profesor Ayu
Sutarto, Budayawan dan Akademisi Universitas Negeri Jember, serta Oryza A
Wiryawan, penyaji sekaligus penulis buku.
Diskusi dan bedah buku
yang, mengangkat tema "Menatap Pembangunan Jember Kemarin, Sekarang dan
Esok. Ini adalah tema kontemplatif yang mencoba melihat pembangunan Jember
sepuluh tahun terakhir ketika dipimpim oleh MZA Djalal, sekaligus tema
ekspektatif yang melihat peluang serta tantangan pembangunan Jember kedepan,
paska pemimpinan MZA Djalal berakhir. (Rus/Midd)
Bupati Jember Blak-blakan Soal 10 Tahun Pemerintahan
Djalal memimpin Jember
bersama Wakil Bupati Kusen Andalas pada 2005-2010 dan 2010-2015.
"Perjalanan sepuluh tahun ini layaknya sebuah lari maraton. Dalam dunia
atletik 42,5 kilometer, butuh energi cukup agar mampu sampai garis
finish," katanya.
Perjalanan itu penuh suka dan duka. "Saya bukan malaikat. Senang kalau dipuji, sedih kalau digegeri (dimarahi). Apalagi tulisan wartawan, kalau menyanjung-nyanjung, saya senang, seperti anak kecil dikasih permen. Tapi ketika tulisan jelek, patah hati seperti halnya ditinggal pacar," kata Djalal.
Djalal banyak belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono. Tekanan dan cobaan yang dialami SBY saat menjadi presiden lebih besar dan berat. "Saya tidak bisa membayangkan ketahanan mental dan fisik beliau. Kadang saya merenung: Pak SBY ini apakah bisa tidur ketika didemonstrasi dan sebagainya," kata Djalal.
Djalal mengenang masa sulit yang dihadapinya pada periode pertama. "Saat itu saya mengalami sebuah kondisi pemerintahan Kabupaten Jember yang agak porak-poranda," katanya.
Kala itu, pada masa-masa awal menjabat, sebagian masyarakat hampir tidak percaya terhadap Pemerintah Kabupaten Jember. "Bahkan saya melihat anak buah saya, sebagian besar birokrat, tidak percaya kepada dirinya sendiri," kata Djalal.
"Lebih fatal lagi, saya harus mengawali pekerjaan dengan para pejabat yang notabene kemarin (saat pemilu kepala daerah 2005) adalah rival politik saya," tambah Djalal.
Dalam proses politik pemilukada 2005, Djalal memiliki tim sukses yang berhadapan dengan pejabat-pejabat pemerintah daerah saat itu. Setelah Djalal memenangkan pemilukada, tim sukses ingin agar seluruh pejabat yang menjadi rival politik diganti.
Djalal tak hanya menghadapi desakan dan tekanan tim sukses untuk mengganti pejabat. Sebagian pejabat juga terbelit persoalan hukum, yakni dugaan korupsi dan harus memenuhi panggilan aparat untuk menjalani proses hukum. "Saya berpikir, saya harus bekerja dengan siapa dalam kondisi infrastruktur pemerintahan seperti itu. Saya harus bagaimana," kata Djalal.
Djalal akhirnya memutuskan untuk kembali memosisikan diri sebagai pegawai negeri, bukan politisi. "Saya harus percaya kepada siapa kalau tidak kepada birokrasi di rumah saya sendiri. Maka tak satupun pejabat yang saya sentuh, walau ada bisikan-bisikan (untuk mengganti mereka). Kecuali pejabat yang memang harus diganti karena pensiun," katanya. (wir/kun)
Perjalanan itu penuh suka dan duka. "Saya bukan malaikat. Senang kalau dipuji, sedih kalau digegeri (dimarahi). Apalagi tulisan wartawan, kalau menyanjung-nyanjung, saya senang, seperti anak kecil dikasih permen. Tapi ketika tulisan jelek, patah hati seperti halnya ditinggal pacar," kata Djalal.
Djalal banyak belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono. Tekanan dan cobaan yang dialami SBY saat menjadi presiden lebih besar dan berat. "Saya tidak bisa membayangkan ketahanan mental dan fisik beliau. Kadang saya merenung: Pak SBY ini apakah bisa tidur ketika didemonstrasi dan sebagainya," kata Djalal.
Djalal mengenang masa sulit yang dihadapinya pada periode pertama. "Saat itu saya mengalami sebuah kondisi pemerintahan Kabupaten Jember yang agak porak-poranda," katanya.
Kala itu, pada masa-masa awal menjabat, sebagian masyarakat hampir tidak percaya terhadap Pemerintah Kabupaten Jember. "Bahkan saya melihat anak buah saya, sebagian besar birokrat, tidak percaya kepada dirinya sendiri," kata Djalal.
"Lebih fatal lagi, saya harus mengawali pekerjaan dengan para pejabat yang notabene kemarin (saat pemilu kepala daerah 2005) adalah rival politik saya," tambah Djalal.
Dalam proses politik pemilukada 2005, Djalal memiliki tim sukses yang berhadapan dengan pejabat-pejabat pemerintah daerah saat itu. Setelah Djalal memenangkan pemilukada, tim sukses ingin agar seluruh pejabat yang menjadi rival politik diganti.
Djalal tak hanya menghadapi desakan dan tekanan tim sukses untuk mengganti pejabat. Sebagian pejabat juga terbelit persoalan hukum, yakni dugaan korupsi dan harus memenuhi panggilan aparat untuk menjalani proses hukum. "Saya berpikir, saya harus bekerja dengan siapa dalam kondisi infrastruktur pemerintahan seperti itu. Saya harus bagaimana," kata Djalal.
Djalal akhirnya memutuskan untuk kembali memosisikan diri sebagai pegawai negeri, bukan politisi. "Saya harus percaya kepada siapa kalau tidak kepada birokrasi di rumah saya sendiri. Maka tak satupun pejabat yang saya sentuh, walau ada bisikan-bisikan (untuk mengganti mereka). Kecuali pejabat yang memang harus diganti karena pensiun," katanya. (wir/kun)
Djalal memimpin Jember
bersama Wakil Bupati Kusen Andalas pada 2005-2010 dan 2010-2015. Di awal masa
pemerintahan, ia harus menghadapi kondisi birokrasi yang saat pemilukada 2005
lebih berpihak kepada calon bupati petahana.
"Saya memutuskan untuk membangun sebuah sistem, dengan menanamkan kepercayaan dalam budaya disiplin. Juga membangun karakter agar anak buah saya percaya diri memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan masyarakat percaya kepada pemerintah," kata Djalal.
Djalal membentuk struktur pemerintahan yang dibutuhkan masyarakat, antara lain membentuk Dinas Sosial, mengubah Kantor Pengairan menjadi Dinas Pengairan, dan status beberapa dinas diturunkan menjadi kantor. "Saya berkeliling ke mana-mana, baik formal maupun informal, untuk menjaring aspirasi masyarakat," katanya.
Dalam bidang pendidikan, Djalal melakukan penggabungan sejumlah sekolah dasar yang kekurangan murid. Guru-guru yang mengajar di daerah pelosok mendapat subsidi. Pakaian seluruh siswa diubah dari celana pendek menjadi celana panjang, dan siswi harus mengenakan rok yang panjang. Pemberantasan buta aksara dilakukan, walau masih belum maksimal.
"Di bidang kesehatan saya menggratiskan puskesmas. Saya katakan itu kepada Wakil Gubernur Gus Ipul saat datang ke Jember menyosialisasikan program puskesmas gratis Pemprov Jatim," kata Djalal.
Djalal juga memutuskan untuk memberikan penerangan jalan umum di seluruh desa. "Masyarakat desa sudah berpuasa puluhan tahun, sejak tahun 1970, ikut membayar retribusi penerangan jalan umum, tapi tak ikut menikmati," katanya. (wir/kun)
"Saya memutuskan untuk membangun sebuah sistem, dengan menanamkan kepercayaan dalam budaya disiplin. Juga membangun karakter agar anak buah saya percaya diri memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan masyarakat percaya kepada pemerintah," kata Djalal.
Djalal membentuk struktur pemerintahan yang dibutuhkan masyarakat, antara lain membentuk Dinas Sosial, mengubah Kantor Pengairan menjadi Dinas Pengairan, dan status beberapa dinas diturunkan menjadi kantor. "Saya berkeliling ke mana-mana, baik formal maupun informal, untuk menjaring aspirasi masyarakat," katanya.
Dalam bidang pendidikan, Djalal melakukan penggabungan sejumlah sekolah dasar yang kekurangan murid. Guru-guru yang mengajar di daerah pelosok mendapat subsidi. Pakaian seluruh siswa diubah dari celana pendek menjadi celana panjang, dan siswi harus mengenakan rok yang panjang. Pemberantasan buta aksara dilakukan, walau masih belum maksimal.
"Di bidang kesehatan saya menggratiskan puskesmas. Saya katakan itu kepada Wakil Gubernur Gus Ipul saat datang ke Jember menyosialisasikan program puskesmas gratis Pemprov Jatim," kata Djalal.
Djalal juga memutuskan untuk memberikan penerangan jalan umum di seluruh desa. "Masyarakat desa sudah berpuasa puluhan tahun, sejak tahun 1970, ikut membayar retribusi penerangan jalan umum, tapi tak ikut menikmati," katanya. (wir/kun)
Djalal memimpin Jember
bersama Wakil Bupati Kusen Andalas pada 2005-2010 dan 2010-2015. Di awal masa
pemerintahan, ia harus menghadapi kondisi birokrasi yang saat pemilukada 2005
lebih berpihak kepada calon bupati petahana.
Memasuki periode kedua, Djalal mengaku di persimpangan jalan. "Saya ingin berkarya menjadi pegawai negeri lagi. Pangkat saya lumayan, bisa dirjen. Tapi banyak teman-teman politisi dan tokoh masyarakat ingin saya maju lagi," katanya.
Istri dan anak Djalal ikut berperan mendorongnya mencalonkan diri lagi. "Saya ditanya anak saya, apakah sudah siap kader? Kalau sudah siap kader, saya baru boleh pensiun. Saya tidak bisa menjawab, karena saya tidak pernah menyiapkan. Selama 2005-2010, saya sama sekali tidak berpikir. Itu kesalahan saya," kata Djalal.
Djalal terpilih kembali menjadi bupati. Situasi Jember mulai membaik. "Indeks Pembangunan Manusia dan PDRB mulai membaik. Saya tinggal menyiapkan pondasi agar pada 2016, Jember bisa tinggal landas," katanya.
Namun Djalal menghadapi badai kembali pada masa awal pemerintahan. "Saya dua kali nonaktif. Pertama, tak bisa dilantik, karena lawan politik mengadukan protes ke Mahkamah Politik. Alhamdulillah akhirnya dilantik," katanya.
Berikutnya, Djalal kembali berstatus nonaktif karena tersandung kasus dugaan korupsi saat masih menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Namun ia diputuskan bebas oleh majelis hakim.
Memimpin lagi, Djalal terobsesi mencapai pendapatan asli daerah Rp 500 miliar pada 2015. "Saat saya menjabat bupati pada 2005, PAD Jember Rp 49 miliar. Saat saya menyatakan obsesi Rp 500 miliar, tak ada yang percaya. Saya dicemooh. Anak buah saya tidak percaya. Satu-satunya yang percaya adalah Wakil Kepolisian Resor Jember, Pak Dedi," katanya. Hari ini, target itu sudah terlampaui. (wir/kun)
Memasuki periode kedua, Djalal mengaku di persimpangan jalan. "Saya ingin berkarya menjadi pegawai negeri lagi. Pangkat saya lumayan, bisa dirjen. Tapi banyak teman-teman politisi dan tokoh masyarakat ingin saya maju lagi," katanya.
Istri dan anak Djalal ikut berperan mendorongnya mencalonkan diri lagi. "Saya ditanya anak saya, apakah sudah siap kader? Kalau sudah siap kader, saya baru boleh pensiun. Saya tidak bisa menjawab, karena saya tidak pernah menyiapkan. Selama 2005-2010, saya sama sekali tidak berpikir. Itu kesalahan saya," kata Djalal.
Djalal terpilih kembali menjadi bupati. Situasi Jember mulai membaik. "Indeks Pembangunan Manusia dan PDRB mulai membaik. Saya tinggal menyiapkan pondasi agar pada 2016, Jember bisa tinggal landas," katanya.
Namun Djalal menghadapi badai kembali pada masa awal pemerintahan. "Saya dua kali nonaktif. Pertama, tak bisa dilantik, karena lawan politik mengadukan protes ke Mahkamah Politik. Alhamdulillah akhirnya dilantik," katanya.
Berikutnya, Djalal kembali berstatus nonaktif karena tersandung kasus dugaan korupsi saat masih menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Namun ia diputuskan bebas oleh majelis hakim.
Memimpin lagi, Djalal terobsesi mencapai pendapatan asli daerah Rp 500 miliar pada 2015. "Saat saya menjabat bupati pada 2005, PAD Jember Rp 49 miliar. Saat saya menyatakan obsesi Rp 500 miliar, tak ada yang percaya. Saya dicemooh. Anak buah saya tidak percaya. Satu-satunya yang percaya adalah Wakil Kepolisian Resor Jember, Pak Dedi," katanya. Hari ini, target itu sudah terlampaui. (wir/kun)
Djalal memimpin Jember
bersama Wakil Bupati Kusen Andalas pada 2005-2010 dan 2010-2015. Sebelum
mengakhiri masa jabatan, Djalal membuka bandara Notohadinegoro dan membangun
stadion berkapasitas 20 ribu penonton.
Namun Djalal dihantam banyak pihak, karena mengusulkan adanya industrialisasi Jember. "Saya memang agak ekstrim revolusioner. Tujuannya memancing pemerintah pusat agar memanggil dan memarahi saya," kata Djalal.
Djalal diserang karena menilai usulan industrialisasi akan mengubah Jember yang merupakan daerah agraris. "Saya senang pertanian. Kita bangga, produksi gabah kering sawah mencapai hampir satu juta ton. Kita bangga, tapi melarat. Tujuan saya jadi bupati itu supaya rakyat Jember jadi kaya, bukan sekadar bangga. Kalau hanya bangga sih banyak," katanya.
Djalal membandingkan antara pendapatan buruh dengan petani. "Petani hanya mendapat Rp 20 ribu perhari, itu pun kerja di sawah hanya tiga bulan kalau padi. Setelah itu dia tidak bekerja. Enak orang Jakarta dan Surabaya. Tidak punya sawah tapi kaya raya. Orang Jember bekerja di sawah, sampai kulitnya menghitam," katanya.
Dua tahun terakhir, Djalal memilih untuk menurunkan tensi pemerintahan. "Saya tak bermaksud moksa seperti Patih Gajah Mada. Tapi saya lebih banyak melakukan hal-hal terkait administrasi, karena kita berada di persimpangan jalan. Salah sedikit saja dan dengan dinamika yang keras, kita bisa jadi korban," katanya.
Namun Djalal mengintensifkan kegiatan-kegiatan yang dianggapnya sebagai ekstrakurikuler, seperti bersepeda angin dan bersepeda motor offroad. "Saya minta maaf kepada anak buah saya. Ada 15 korban, terakhir ajudan saya patah kaki. Pak Gik (Sugiarto), mantan sekretaris daerah, juga pernah patah," katanya, mengakhiri. (wir/kun)
Namun Djalal dihantam banyak pihak, karena mengusulkan adanya industrialisasi Jember. "Saya memang agak ekstrim revolusioner. Tujuannya memancing pemerintah pusat agar memanggil dan memarahi saya," kata Djalal.
Djalal diserang karena menilai usulan industrialisasi akan mengubah Jember yang merupakan daerah agraris. "Saya senang pertanian. Kita bangga, produksi gabah kering sawah mencapai hampir satu juta ton. Kita bangga, tapi melarat. Tujuan saya jadi bupati itu supaya rakyat Jember jadi kaya, bukan sekadar bangga. Kalau hanya bangga sih banyak," katanya.
Djalal membandingkan antara pendapatan buruh dengan petani. "Petani hanya mendapat Rp 20 ribu perhari, itu pun kerja di sawah hanya tiga bulan kalau padi. Setelah itu dia tidak bekerja. Enak orang Jakarta dan Surabaya. Tidak punya sawah tapi kaya raya. Orang Jember bekerja di sawah, sampai kulitnya menghitam," katanya.
Dua tahun terakhir, Djalal memilih untuk menurunkan tensi pemerintahan. "Saya tak bermaksud moksa seperti Patih Gajah Mada. Tapi saya lebih banyak melakukan hal-hal terkait administrasi, karena kita berada di persimpangan jalan. Salah sedikit saja dan dengan dinamika yang keras, kita bisa jadi korban," katanya.
Namun Djalal mengintensifkan kegiatan-kegiatan yang dianggapnya sebagai ekstrakurikuler, seperti bersepeda angin dan bersepeda motor offroad. "Saya minta maaf kepada anak buah saya. Ada 15 korban, terakhir ajudan saya patah kaki. Pak Gik (Sugiarto), mantan sekretaris daerah, juga pernah patah," katanya, mengakhiri. (wir/kun)
Bupati Tidak Pro Terhadap Pedagang Tradisional
Selama 10 tahun memimpin
Jember, Bupati MZA Djalal mengaku tidak mudah untuk menata kondisi di internal
birokrasi. Demikian disampaikan Djalal dalam acara bedah buku Hikayat Sang
Manyar, karya pengurus PWI Jember, Oryza Wirawan.
Menurut Bupati, menjadi
seorang pemimpin tidaklah mudah. Sebab, karakter masyarakat yang dihadapi cukup
kompleks, butuh sebuah kesabaran dan mental yang sangat kuat untuk
menghadapinya. Secara pribadi Djalal mengaku terinspirasi dengan sosok mantan
presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang begitu sabar menghadapi sejumlah kritik
yang datang bertubi-tubi dari tokoh masyarakat. Djalal mengapresiasi buku Sang
Manyar karya Oryza meski tidak sepenuhnya tulisan itu seratus persen benar
adanya.
Sementara menurut Oryza
Wirawan sebagai penulis buku Sang Manyar, sebagai seorang wartawan banyak
catatan yang telah dia rangkum selama 10 tahun kepemimpinan MZA Djalal. Ada
beberapa kebijakan yang sangat menonjol dan berdampak langsung terhadap
masyarakat. Salah satunya berkembangnya Bank Gakin atau lembaga keuangan
masyarakat mikro yang cukup signifikan. Meskipun ada kebijakan lain yang
dinilai Bupati tidak pro terhadap pedagang tradisional, yakni tumbuh suburnya
mini market berjaringan.
Dalam acara tersebut hadir
sejumlah narasumber, diantaranya Rektor IAIN Jember Babun Suharto, budayawan UNEJ
Ayu Sutarto, dan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Jember Ahmad Bunyamin. (Win)
Djalal Akui Tidak Mampu Tuntaskan Perbaikan
Jalan Rusak
Dua periode memimpin
Kabupaten Jember, MZA Djalal mengaku tidak mampu menyelesaikan kondisi jalan
berlubang yang masih banyak terjadi di Jember. Hingga akhir masa jabatannnya
September mendatang, Jember belum bebas dari jalan berlubang.
Kepada sejumlah wartawan,
Djalal mengakui ketidakmampuannya memperbaiki semua jalan rusak karena
tingginya permintaan masyarakat untuk pembangunan jalan baru. Akibat
keterbatasan anggaran, maka anggaran perawatan jalan terpaksa dialihkan untuk
pembuatan jalan baru. Djalal mengaku sudah berusaha maksimal mengatasi
banyaknya jalan rusak dan membangun jalan baru hingga lebih dari 3 ribu
kilometer, selama ia menjadi Bupati Jember. Namun jumlah jalan rusak masih saja
terjadi.
Persoalan jalan berlubang
menjadi pekerjaan terbesar dan utama bagi Bupati dan Wakil Bupati Jember
periode mendatang. Siapapun bupatinya, ia berharap mampu meneruskan program
yang selama ini belum rampung untuk kepentingan masyarakat Jember. Djalal
optimis dengan semakin baik akses jalan di Kabupaten Jember, otomatis akan
meningkatkan perokonomian dan kesejahteraan masyarakat. (Fathul)
Bupati MZA Djalal: Rakyat Jember Pantang Menyerah
Jember (Selasa, 11 Agustus
2015) – Bupati MZA Djalal mengakui peningkatan seluruh capaian kinerja
Pemerintah Kabupaten Jember guna merealisasikan Visi Kabupaten Jember yaitu
“Terwujudnya Masyarakat Jember yang Kreatif, Sejahtera, Agamis dan
Bermartabat”, tidak lepas dari peran dan dukungan seluruh Stakeholder khususnya
masyarakat Jember.
“Masyarakat Jember
memiliki kemauan dan semangat kerja tinggi untuk memperbaiki nasib menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu, Saya ingin berpesan kepada seluruh
masyarakat Jember, mari kita senantiasa menggelorakan semangat yang pantang
menyerah, untuk menuju masyarakat Jember yang sejahtera, unggul, tangguh, dan
berdaya saing,” kata Bupati.
“Saya pun, nantinya
setelah menuntaskan amanah sebagai Bupati Jember, bersama keluarga, tetap ingin
selalu menyumbangkan tenaga, pikiran, dan jiwa raga Saya, untuk Jember dan
masyarakatnya yang Saya sangat cintai,” kata Bupati.
Bupati mengingatkan
perjalanan Jember masih panjang. “Tapi dengan keyakinan dan keinginan yang kuat
dari kita semua, dengan semangat kebersamaan, dan disertai dengan ridho Allah,
tak ada yang mustahil. Insya Allah,” katanya. (Bakesbangpol)
Kesan Para Cabup Soal 10 Tahun MZA Djalal Memimpin Jember
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com.
Mohamad Zaenal Abidin (MZA) Djalal, mendapat apresiasi dari para Calon Bupati
Jember. Apresisasi itu disampaikan ketika memberi pernyataan penutup dalam
bedah buku “Hikayat Sang Manyar”,
Mza Djalal, akan
mengakhiri masa tugasnya pada bulan September 2015 ini inilah sebuah kesan para
Calon Bupati Bupati Jember dr Faida MR dan H Sugiarto, SH terhadap
dua periode kepemimpinan Bupati MZA Djalal yang disampaikan di aula Hotel
Aston. Rabo, (2/8)
“Beliau (MZA Djalal)
memberi kesempatan saya bertumbuh di Jember melebihi orang-orang lainnya.
Karena sinergitas yang telah terbangun antara pemerintah Kabupaten Jember
membawa dampak positif terhadap saya, Rumah Sakit Bina Sehat dan mayarakat,”
kata dokter Faida, Direktur RS Bina Sehat yang juga Cabup nomor urut 2 pada
pilkada tahun ini.
Menurut Faida, salah satu
dukungan nyata itu ketika rumah sakit yang dia pimpin membuat program
pengiriman tenaga perawat profesional keluar negeri beberapa dekade yang lalu.
“Beliau memberi dukungan sepenuhnya terhadap program pengiriman perawat
profesional ke luar negeri dan itu telah tercatat dalam sejarah,” ujar dia.
Meski demikian, Faida
meminta kepada MZA Djalal, agar hubungan silaturahmi yang selama ini terbangun
tidak tercederai hanya gara-gara (beda) pilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati
yang akan digelar 9 Desember mendatang. “Semoga hubungan silaturahim ini tidak
tercederai gara-gara momentum pilbup,” tuturnya.
Sementara itu, Sugiarto,
Cabup nomor urut 1 terkesan lebih ‘intim’ dalam menyampaikan testimoninya terhadap
10 tahun kepemimpinan Djalal. Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Jember di era
Bupati Djalal itu menyebut, jika dirinya adalah orang dekat Djalal. “Jika
diibaratkan rumah tangga, saya ini adalah istrinya (Bupati Djalal). Dan dibalik
kesuksesan seorang suami pasti ada do’a istri,” ucapnya, yang kemudian disambut
senyum peserta diskusi yang hadir.
Sugiarto memaklumi, bila
dari 2.5 juta penduduk Jember merasa belum puas sepenuhnya terhadap
kepemimpinan MZA Djalal. Sebab menurutnya, dari sekian juta penduduk Jember
keinginan dan kepentingannya berbeda-beda. Sehingga wajar kalau ada sebagian
yang tidak puas dengan Pemerintah Jember saat dipimpin Djalal. (ruz/midd)