
Pasalnya wilayah itu, pegunungan
(bergdistriken) dengan udara segar dan subur, bahkan era sebelumnya, yang saat
itu masih berada di bawah kuasa Blambangan, juga sudah menjadi penghasil sumber
bahan pangan yang sudah diekspor hingga ke luar Jawa (Arifin, 1995 : 278).
Sehingga sebelum adanya
perusahaan perkebunan dan pertanian, penduduk local (Rakyat; red) yang
mayoritas adalah suku Madura itu sudah mempunyai usaha kebun, bahkan Java
Coffee yang dikenal di dunia saat itu berasal dari Bondowoso.
“Bukan kopi (koffij), mereka
juga menaman padi (rijst), tembakau (tabak), tebu (suikerriet), Coklat (kakao),
dan kapas (Hageman, : hal. 34)”. Demikian ungkap, Y Setiyo Hadi, Penggagas dan
Pengelola Rumah Sejarah sekaligus pemilik Museum Boemi Poeger, kepada media ini
saat di temui Sabtu, (6/5)
Java Coffee, diperkenalkan
di Belanda pada tahun 1712 (di Amsterdam) itu menurut Yopi, berasal dari lereng
Gunung Ijen pada ketinggian 1.100 mdpl sampai 1.600 mdpl. “Kopi Jawa ini
dihasilkan dari kebun yang dikelola rakyat di sekitar lereng Gunung Ijen”.
Katanya.
“Munculnya perusahaan
perkebunan, diawali, beberapa penelitian, tanah (land), bahasa (taal) dan
kebudayaan (volkenkunde) oleh para peneliti Eropa. Para peneliti tersebut antara
lain Horsfield (1805-6), Junghuhn (1844), Bosch (1844), Zollinger dan beberapa peneliti
lainnya”. Jelasnya.
Perusahaan perkebunan kopi
(koffieeonderneming) Belanda mulai muncul sekitar tahun 1850 (Drie Geografische
Studies Over, 1963: hal. 383). “Sejumlah perkebunan kopi berada di Blawan dan
Jampit – Kalisat, juga dikenal
menghasil Java Coffee”. Pungkasnya. (eros).