Jember – Jagat maya digemparkan dengan kabar mengejutkan dari Desa Sukosari, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember. Seorang anak berinisial SF (31) warga Dusun Sasi Tanggor, nekat melaporkan ibu kandungnya sendiri ke pihak kepolisian. Laporan tersebut dilayangkan ke Polsek Sukowono dengan tuduhan penipuan dan penggelapan sapi Limosin.
Peristiwa ini menjadi sorotan publik karena dianggap mencederai nilai kasih sayang dalam keluarga. Pepatah lama “Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah” seolah tepat menggambarkan situasi memilukan ini. SF yang selama ini hidup bersama ibunya, Jumliya (55), menuding bahwa sang ibu telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait kepemilikan dua ekor sapi jenis Limosin.
Dari informasi yang beredar, sapi milik SF sebelumnya sudah terjual dan ia bahkan telah menerima hasil penjualan sebesar Rp4 juta. Namun, entah apa yang melatarbelakangi, SF tetap melayangkan laporan resmi ke polisi dengan dugaan bahwa sang ibu melakukan penipuan serta penggelapan terhadap hewan ternak tersebut.
Di sisi lain, Jumliya tak mampu menutupi rasa sedih dan kecewanya atas sikap sang anak. Dengan suara lirih, ia mengisahkan perjuangannya selama ini yang bahkan sempat bekerja di Arab Saudi sebagai tenaga kerja wanita. Semua jerih payah itu, katanya, dilakukan demi kebahagiaan anak-anaknya. Namun kini, dirinya justru berhadapan dengan persoalan hukum akibat laporan dari darah dagingnya sendiri.
“Saya ini ibunya, mas. Dulu saya kerja jauh-jauh ke Arab Saudi demi anak. Saya hanya ingin dia bahagia. Tapi ternyata anak saya tega melaporkan saya ke polisi hanya karena masalah sapi. Hati saya hancur. Saya kecewa sekali, dan saya berharap dia keluar dari rumah saya karena sudah tidak menganggap saya ibunya lagi,” ungkap Jumliya dengan mata berkaca-kaca.
Kasus unik ini mendapat perhatian dari sejumlah tokoh masyarakat. Aktivis Jember Utara, Heru, mengecam keras tindakan SF. Ia menilai perbuatan tersebut tidak hanya mencoreng nama keluarga, tetapi juga melukai nilai-nilai kemanusiaan dan bakti seorang anak kepada ibunya.
“Seumur hidup saya baru kali ini mendengar ada anak melaporkan ibunya sendiri ke polisi hanya karena persoalan sapi. Padahal jasa seorang ibu itu tidak bisa diukur, bahkan seluas lautan emas pun tak sebanding. Kalau ada anak yang berbuat seperti itu, saya menyebutnya anak durhaka,” tegas Heru.
Hingga kini, pihak kepolisian masih mendalami laporan tersebut. Kasus ini pun terus menjadi perbincangan hangat masyarakat, baik di lingkungan desa maupun di media sosial. Banyak yang menyayangkan terjadinya konflik keluarga yang berujung ke ranah hukum, apalagi melibatkan hubungan sakral antara seorang ibu dan anak kandungnya sendiri. (r1c, h3r)