Surabaya — Polemik dugaan pemotongan dana hibah Pemprov Jawa Timur kembali mengemuka setelah Ketua PW GP Ansor Jatim, Musaffa Safril, menyuarakan adanya praktik pemangkasan hingga 50 persen pada aliran hibah untuk masjid dan pesantren di Sumenep, Madura.
Pernyataan Safril yang viral di media sosial itu langsung menuai pro dan kontra.
Aliansi Pemuda Indonesia (APMI) menilai langkah Safril dalam menyampaikan kritik tersebut terkesan emosional dan kurang proporsional.
“Pernyataan GP Ansor berkenaan dengan penyaluran dana hibah bagi saya sangatlah emosional. Ia hanya merasa kecewa kepada pemerintah Jawa Timur karena merasa tidak terfasilitasi atau tidak diakomodir,” kata Ketua APMI, Holili, Senin (15/9/2025).
Menurutnya, semangat GP Ansor sebagai wadah kaum muda Nahdliyyin dan kumpulan intelektual seharusnya dibangun dengan narasi yang kuat, bukan sekadar lontaran kekecewaan. “Narasi yang dibangun Ketua GP Ansor Jawa Timur sangatlah dangkal, bahkan menjadi bahan ketawaan kaum muda NU. Karena mereka pasti memiliki asumsi yang sama dengan apa yang saya sampaikan, yaitu semata karena kecewa,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Holili menilai GP Ansor tidak sepatutnya terjebak dalam ranah politik dan birokrasi. “Konyol, di mana organisasi NU harus ada di barisan sebagai lembaga kemaslahatan umat. Jangan sampai Ansor beralih fungsi sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM),” tegasnya.
Meski begitu, APMI tetap mendukung upaya aparat penegak hukum untuk menelusuri kasus dugaan korupsi hibah Jatim. Namun, APMI menekankan agar semua pihak menyampaikan kritik dengan cara yang lebih konstruktif dan tidak sekadar berbasis pada kekecewaan.
“Ketua Ansor terlalu baper, seorang leader tidak seharusnya punya jiwa-jiwa yang baper dalam menghadapi situasi dan kondisi politik,” pungk
asnya. (r1ck)