Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Perizinan yang berbelit-belit karena kompleksitas prosedur, banyaknya persyaratan, serta pemisahan instansi (Pusat dan Daerah) menciptakan peluang bagi oknum pejabat untuk melakukan pungutan liar (pungli) terhadap para pengusaha.
Baca juga: Tersandera Birokrasi, Rumitnya Izin Reklame Jalan Nasional di Jember
Berbelitnya izin reklame ini, dikeluhan pengusaha di Jember, khususnya penugursan izin reklame insidental di Satker/PPK 1.4 Provinsi Jawa Timur Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), terutama yang sifatnya mendadak dan berbujet minim sering kali kandas di tengah jalan.
Padahal untuk ijin reklame insidentil di jalan Provinsi Jawa Timur dan kabupaten Jember sangat mudah, cukup izin di DPMPTSP dan setelah disurvey tim bersama, tidak perlu survey ulang, dalam satu dua hari izin sudah keluar, bahkan setelah berkas lengkap dan memenuhi syarat, dalam hitungan jam izin sudah keluar.
Akibat rumitnya izin di Jalan Nasional, para pengusaha reklame mengaku sangat dirugikan, bukan hanya pengusaha yang gagal mendapat pemasukan dari pemasangan reklame insidentil juga sejumlah karyawan jadi korbannya, lantaran tidak dapat kerja, bahkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jember dari pajak reklame juga bakal terancam menurun drastis.
“Kalau izin berlarut-larut, jelas kami rugi. Event waktunya mepet. Padahal aturan pusat sudah jelas, maksimal 18 hari kerja sejak berkas lengkap, izin sudah harus dikeluarkan,” keluh Aries Bawono, salah seorang pengusaha reklame dari Jember, kepada sejumlah awak media Kamis (4/9/2025) lalu.
Hal itu ia rasakan, sejak beberapa tahun terakhir, petugas sulit dihubungi dan lambannya merespon telepon dan menjawab pesan WhatsApp. Padahal survey tim Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jember yang melibatkan tim Jalan Nasional sudah dilaksanakan.
Itupun belum cukup, untuk dapat izin, harus di survey ulang oleh tim BBPJN yang berkantor di Desa Trisnogambar, Bangsalsari Jember Jawa Timur. Kondisi itu memperkuat dugaan ketua LSM Misi Persada Jember Abd Kadar bahwa di balik perijinan berbelit itu muncul dugaan adanya praktik pungli.
Data yang diperoleh media ini menunjukkan bahwa, sejak lima tahun terakhir, ada dugaan praktik pungli yang menyasar para pengusaha reklame di Jember. Modusnya, izin yang berlarut-larut diduga dijadikan celah oknum pegawai honorer di Satker /PPK Bangsalsari meminta biaya perizinan atau setoran.
Untuk besaran biaya bervariasi, mulai Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta untuk satu kali pemasangan, bergantung jumlah titik reklame insidental yang dipasang. Rata-rata, reklame insidental inilah rentan menjadi sasaran pungutan.
Kadar,mengaku tak terkejut dengan temuan ini. di balik birokrasi yang dipersulit, pasti membuka ruang bagi praktik pungli. “Kalau birokrasi seolah-seolah diperketat, pasti ada pintu khusus yang jadi celah pungli,” ungkapnya kepada sejumlah awak media, Kamis (11/9/2025).
Ia pun mendesak agar BBPJN Jawa Timur-Bali segera melakukan tindakan internal untuk mengungkap kasus ini. Jika tidak, pihaknya siap menyeret dugaan pungli tersebut ke aparat penegak hukum.
“Karena bukti tertulis dan transfer sudah terang benderang. Kalau BBPJN tidak bergerak, kami akan laporkan. Kementerian PUPR juga harus membangun sistem yang bisa menutup celah pungli ini, agar publik percaya pada komitmen Presiden Prabowo soal bersih-bersih layanan birokrasi,” tegasnya.
Untuk menindaklanjuti temuan ini, media ini berupaya melakukan korfimasi kepada Satiya Wardhana, PPK 1.4 BBPJN di Bangsalsari. Namun, ia tak menjawab substansi pertanyaan wartawan soal dugaan pungli tersebut.
Dia hanya menjawab singkat bahwa urusan lebih lanjut terkait prosedur perizinan menjadi kewenangan BBPJN Jatim-Bali di Sidoarjo, dan memilih bungkam saat ditanya soal tindakan internal apa yang bakal dilakukan sebagai tindak lanjut dugaan pungli oleh oknum anak buahnya tersebut.
Sebelumnya, Satiya juga sempat membantah tuduhan mempersulit izin reklame. Ia berdalih penolakan terjadi karena titik pemasangan tidak sesuai aturan, seperti di kawasan jembatan. Kala itu, ia juga lambat merespons upaya konfirmasi pekerja media yang dikirim via pesan WhatsApp.
Mencuatnya isu pungli ini bermula setelah Aries Bawono, salah seorang pengusaha reklame, mengaku kerap dirugikan akibat izin reklame insidental, seperti standing banner dan spanduk event, yang tak kunjung keluar tepat waktu.
Menurut Aries, inti masalah bukan hanya soal izin ditolak atau diterima, melainkan kepastian proses, transparansi biaya, dan ketepatan waktu. “Yang penting jangan ada kesan dipersulit atau ditarik ulur. Jangan sampai pengusaha ditekan dua kali, ekonomi yang sulit dengan pajak naik, ditambah proses izin yang berbelit,” pungkasnya.
Solusi untuk mengatasi hal ini meliputi penyederhanaan prosedur, digitalisasi layanan, penerapan sistem e-government dan e-money, serta peningkatan transparansi untuk membatasi pertemuan antara pemohon dan petugas pemberi izin
Namun kini, bola ada di tangan BBPJN Jawa Timur-Bali dan Kementerian PUPR, termasuk aparat penegak hukum, untuk mengusut tuntas dugaan pungli yang mencoreng wajah pelayanan publik di bidang infrastruktur jalan nasional tersebut. (*)