Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Keberhasilan program isbat nikah gratis dari APBD Jember 2013 sebesar 3.5 M yang dihelat Dispendukcapil
Pemkab Jember, beberapa waktu lalu tercoreng dengan pengakuan sejumlah peserta isbat yang
dimintai biaya hingga ratusan ribu rupiah.
Jika ada petugas KUA yang mencoba menjadi
fasilitator pembayaran biaya perkara, itu dinilai menyalahi wewenang tugasnya. “Biaya
perkara sidang isbat, itu domainnya pengadilan agama, bukan kemenag apalagi
KUA,” tambah Rosyadi. Apalagi sepengetahuannya, peserta isbat nikah yang
dihelat Dispendukcapil Jember, tanpa biaya karena sudah dibiayai APBD Jember. (edw)
Program Gratis
Dinas kependudukan dan catatan sipil (Dispendukcapil) Pemkab Jember dimaksudkan untuk menuntaskan
Pencatatan akta kelahiran, bagi kepala keluarga yang sudah nikah resmi tetapi
belum mepunyai surat Nikah.
Namun kenyataan
dilapangan ternyata masih dipunut biaya. Hal ini dialami warga desa/kecamatan
Sukowono. Mereka mengaku dimintai biaya ratusan ribu rupiah, oleh salah pejabat
moden di desanya, dengan alasan biaya administrasi yang telah ditentukan pihak
kantor urusan agama (KUA) setempat.
Nimo, warga
RT 02, RW 04, Dusun Potok Timur, Desa/Kecamatan Sukowono, mengaku, jika dia
bersama Supriani istrinya, mengikuti isbat nikah di kantor Kecamatan Sukowono,
pada tanggal 29 November 2013 yang lalu. Namun hingga saat ini, salinan putusan
pengadilan agama (PA) Jember tentang hasil isbat nikahnya, belum diterima
lantaran masih punya tanggungan Rp 100 ribu.
“Kata pak
moden Munir, saya masih punya tanggungan biaya pelunasan sebesar Rp 100 ribu,”
ungkap Nimo Rabo (11/12). Padahal sebelumnya, dia telah mengeluarkan biaya
hingga Rp 300 ribu. Uang sejumlah itu diakuinya dia serahkan ke pejabat moden
di desanya itu, dengan dua kali pembayaran.
Hal yang
sama diakui Misturi, yang menyerahkan uang sebesar Rp 350 ribu. Bahkan untuk
mendapatkan legalisasi pernikahannya dengan Busiya tahun 1982 secara agama itu,
dia harus menjual hewan ternaknya. “Uang Rp 350 ribu yang dibuat bayar isbat
nikah itu, hasil dari jual mentok peliharaan saya pak,” katanya.
Misturi
mengaku, jika tujuan dirinya mengikuti isbat nikah tersebut, agar anak-anaknya
mendapatkan pengakuan sebagai warga negara dan penduduk Indonesia. “Kan kalau
nggak punya surat nikah, anak-anak kami tidak bisa buat akte kelahiran
dan KTP pak. Makanya itu, meski nggak punya uang, saya paksakan saja
ikut isbat nikah itu,” ujarnya dan juga diamini Nimo.
Menanggapi
keluahan tersebut Pak Munir alias Misdari, pejabat moden saat dikonfirmasi
melalui telefon selulernya kemarin, mengelak jika dirinya melakukan pungutan
liar (Pungli), terhadap sejumlah peserta isbat, yang dihelat beberapa waktu
lalu itu. “Kalau isbat nikah di kecamatan gratis pak,” ungkapnya.
Saat
dipertegas jika Nimo dan Misdari telah menyerahkan uang pembayaran biaya isbat
nikah padanya, Misdari pun akhirnya mengaku, jika dirinya menjalankan perintah
dari kepala KUA setempat. Itu kebijakan kepala KUA pak. Moden hanya menjalankan
tugas dari KUA,” tambahnya. Bahkan dia meyakinkan, jika sejumlah biaya tersebut
dia setorkan ke KUA Sukowono.
Masih kata
Misdari, dirinya tidak mengetahui apakah pungutan tersebut melanggar hukum atau
tidak. Sebab diakuinya, selamanya ini KUA Sukowono memang memasang biaya isbat
sebesar Rp 300 ribu. “Kalau bayar di KUA biasanya memang Rp 300 ribu,”
tegasnya. Namun jika sidang isbat digelar di PA Jember, dia meminta biaya Rp
400 ribu termasuk biaya transportasi para peserta sidang isbat nikah itu.
Sementara Kepala
KUA Sukowono saat hendak dikonfirmasi ke kantornya, sedang tidak ada di kantor.
Saat wartawan ini berusaha
mengkonfirmasi melalui telefon selulernya, telefon yang bersangkutan sedang
tidak aktif.
Ditempat
yang berbeda, kepala kantor kementerian agama (Kemenag) Kabupaten Jember
Rosyadi Badar, menjelaskan, jika sidang isbat nikah
sebenarnya ada tiga, Isbat nikah Prodeo dan program Dispendukcapil (gratis),
dan sidang isbat nikah hasil permintaan dua pasangan pengantin yang
bersangkutan. “Kalau permintaan isbat diluar dua program tersebut, biaya
perkara sidang isbatnya ditanggung yang bersangkutan,” jelasnya.
Namun meski demikian, Rosyadi Badar
menegaskan, tidak membenarkan jika ada oknum dari KUA menerima uang pembayaran
perkara, meski hal tersebut hanya berstatus titipan. “Biaya perkara sidang
isbat, yang bersangkutan yang membayarnya. Petugas KUA hanya berhak
mengeluarkan surat rekomendasi, tentang status pernikahan calon peserta isbat,”
tegasnya.