Plang Hotel Bukit Bringin Indah, kredit foto: Fahmi/Majalah Gempur |
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Hotel Bukit Bringin Indah yang terletak di Kecamatan Ajung dikeluhkan warga yang hari ini mengadu ke Camat Ajung, Rabu 17 Juli 2019. Pasalnya, hotel tersebut diduga menjadi tempat esek-esek terselubung.
Salah seorang warga yang mengaku perwakilan masyarakat, Holiyadi di kantor Kecamatan Ajung mengatakan, dirinya dan masyarakat Ajung merasa resah dengan keberadaan Hotel Bringin Indah, sebab telah menerima tamu-tamu yang bukan muhrim.
Saar warga menemui Camat Ajung dan Kalsubsektor Ajung, kredit foto: Nanang Hidayat
"Jadi, kita klarifikasi kepada bapak camat terkait dengan perizinan Hotel Bringin Indah ini, apakah masih berjalan atau sudah tidak, karena kemungkinan akan ada satu ajang-ajang di sana," ujar Holiyadi saat duduk bersama Camat Ajung dan Kapolsek Ajung.
Di Hotel Bukit Bringin Indah, kata Holiyadi, syarat menginapnya hanya menyertakan KTP salah satu orang pasangan saja, tidak harus membawa bukti bahwa kedua pasangan tersebut adalah muhrim.
Sebagai perwakilan warga, Holiyadi mengaku banyak menerima aduan dari masyarakat. Ia juga menuding hotel Bukit Bringin Indah menjadi tempat mangkalnya oknum media dari luar Jember, untuk melakukan pemerasan terhadap pasangan bukan muhrimnya.
Holiyadi meminta pada camat dan kapolsek, supaya di sana kondusif. Seandainya hotel tersebut tetap berjalan, usahakan sesuai koridor dan bila memang bukan muhrim, jangan diperbolehkan.
Camat Ajung, Slamet Wijoko menyampaikan, terkait dengan perijinan dan prosedur lainnya, ia mengaku masih perlu belajar lagi. "Insyaallah aturannya sudah jelas. Nanti, kita cek secara gabungan bersama Muspika. Kalau yang pernah saya tanda tangani dan yang saya ingat itu ijin rumah bernyanyi," ungkap Slamet.
Slamet menyebut, Hotel Bukit Bringin Indah dapat disebut sebagai tempat esek-esek terselubung. Aduan tersebut, menjadi atensi bagi Slamet sebagimana komitmen Pemda. Ia bersama Satpol PP dan Kapolsek serta Muspika, akan melakukan koordinasi lebih dulu. Hasilnya, kata Slamet, nanti akan dikomunikasikan.
Kapolsubsektor Ajung Iptu Ali Setihono menyampaikan, sebagaimana surat yang masuk ke Kapolres untuk merencanakan aksi, bukannya tidak enak namun itu sebuah kebebasan untuk menyampaikan satu suara atau pendapat.
"Tapi, saya di sini masih baru kok langsung disambut unjuk rasa, rasanya ndak enak. Makanya, tadi malam kami berupaya bersama pak camat, komunikasi dengan mas Jumadi apakah tidak ada cara lain sesuai tuntutan namun tercapai tapi tidak harus ramai-ramai," ujar Iptu Ali.
Tadi, kata Iptu Ali, sudah diuraikan dari perwakilan tokoh masyarakat sekitar Hotel Bukit Bringin Indah, bahwa di sana banyak temuan-temuan pelanggaran yang dilakukan baik masyarakat sini atau luar Jember.
"Itu berarti memang harus kita perhatikan dan harus kita tindak lanjuti. Jadi, karena sekarang sudah disampaikan oleh pak Jumadi, berarti kita segera mengambil langkah, nanti kita bicarakan kepada pak camat, harus apa yang kita lakukan," ungkap Iptu Ali.
Tentunya, sambung Iptu Ali, bila di sana ada pelanggaran hukum, harus ditindak, ditegur dan dibina bila bisa. Tapi, sebagai pemangku wilayah Camat tentu akan memeriksa operasional Hotel Bukit Bringin Indah apakah sudah memenuhi syarat.
Saat Majalah Gempur berusaha konfirmasi ke pihak hotel, Rabu sore 17 Juli 2019, manager hotel bernama Agus, kata salah seorang penerima tamu bisa ditemui nanti jam 08.00 malam. Ia meminta kami supaya kembali lagi nanti malam agar lebih jelas.
Kantor Hotel Bukit Bringin Indah yang lebih mirip kantin, kredit foto: Fahmi/Majalah Gempur.
Sebelum jam 08.00 malam, kami sudah mendatangi Hotel Bukit Bringin Indah. Namun, petugas kantornya sudah berganti orang. Namanya Siti, seorang ibuk-ibuk berbadan gemuk, ia menyampaikan bila Managernya, Agus biasanya sudah datang. Kami diminta olehnya untuk menungggu.
Suasana hotel terlihat sepi, kredit foto: Fahmi/Majalah Gempur
Hotel Bukit Bringin Indah tidak terlihat seperti hotel pada umumnya, sepi. Hanya ada dua orang pemuda penjaga hotel dan satu bapak-bapak, seorang ibu-ibu berjaga di tempat menerima tamu dan satu lagi seorang ibu-ibu berada di kantor.
Seorang ibu-ibu penerima tamu, kredit foto: Fahmi/Majalah Gempur
Kami sempat bertanya pada pemuda yang berjaga, namanya Riski. Kata dia, dalam sehari hanya kisaran 20 orang yang menginap, harga hotelnya paling murah Rp. 60.000, ada juga yang Rp. 70.000 dan paling mahal untuk keluarga sekitar Rp. 200.000.
Kata Riski, tempat bernyanyinya sudah tutup karena selama ini sepi. Sementara manager hotel, Agus sedang berada di Jatiroto dan belum tau kapan akan datang. Beberapa menit kemudian, terlihat ada seorang tamu naik mobil jeep, Riski langsung berlari menghampiri tamu hotel.
Pos Satpam yang ada di pintu masuk, juga terlihat sepi, tidak ada orang yang berjaga. Saat kami meminta nomer manager hotel untuk konfirmasi, baik Riski maupun Siti penjaga kantor tidak ada yang memiliki, mereka juga mengatakan bila masih baru kerja di sana. (RF).