Oleh ; Y. Setiyo Hadi (Mas Yopi)*
Sejarah bersangkutan dengan masa lalu. Ada keterkaitan antara masa kini dengan masa lalu dan masa depan, karena ketiganya merupakan satu kesatuan (intergrated) dalam kehidupan manusia yang bersentuhan dengan lingkungan (alam).
Keberadaan
suatu bangsa terlihat dari asal usulnya di masa lalu serta keberadaan di masa
kini dan daya tahan dalam menghadapi tantangan di masa datang. Dari sinilah
letak dari pentingnya mempelajari sejarah dan budaya yang dimiliki masyarakat
dan bangsa Indonesia, karena sejarah dan budaya yang dimiliki masyarakat dan bangsa
merupakan aset.
Sangat
penting untuk mengetahui latar belakang (background) suatu wilaya
atau masyarakat yang berproses seiring dengan jalannya waktu dari masa ke masa.
Nilai pentingnya dari kesadaran sejarah terletak dari upaya identifikasi
berbagai ptensi dan aset kewilayahan yang dimiliki oleh masyarakat atau bangsa
yang dikelola oleh pemerintah.
Sumber daya
yang dimiliki di bumi Nusantara ini merupakan milik negara yang dikelolah oleh
pemerintah untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Ini merupakan amanat / misi yang
sangat jelas termaktub dalam Undang-undang Dasar yang dimiliki bangsa dan
negara Indonesia. Pengelolaan sumber daya yang dimiliki bangsa Indonesia bukan
untuk individu atau golongan tertentu, namun untuk kemakmuran dan kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia.
Wilayah
Kabupaten Jember, sebagai bagian yang otonom dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia, memiliki potensi dan aset yang tidak dapat lepas dari pendekatan
budaya (culture approach) merupakan wilayah yang memiliki
keanekaragaman budaya yang kompleks (multiculture).
Jember memiliki sejarah yang panjang, sepanjang keberadaannya dari
awalnya. Memang benar bukti sejarah tertulis tentang awal keberadaan Jember
belum jelas keterbukaannya. Namun beberapa sumber yang berasal dari abad 15 dan
abad 18 telah membuktikan bahwa nama-nama tempat di wilayah Kabupaten Jember
telah dikunjungi oleh Raja Mojopahit HAYAM WURUK dan seorang pendeta Hindu dari
Tanah Sunda yang bernama Bujangga Manik. Sumber ini adalah Kitab
Negarakretagama dan Naskah Sunda Bujangga Manik.
Beberapa
nama lokasi yang dikunjungi dan dilewati Hayam Wuruk dalam Negarakretagama,
serta yang dikunjungi Bujangga Manik yang termaktub dalam Naskah Sunda Bujangga
Manik, yang berada di Kabupaten Jember pada saat ini masih ada. Hal ini menunjukkan
bahwa sejarah wilayah Kabupaten Jember perlu ditarik garis jauh sebelum abad 16
Masehi.
Sumber
kolonial Belanda, salah satunya artikel C.J. Bosch yang berjudul “Aanteekeningen
Over De Afdeeling Bondowoso (Residentie Bezoeki)” yang ditulis pada tahun
1848 dan diterbitkan pada tahun 1857, menyebutkan bahwa Jember sebelum abad ke
19 M menjadi bagian wilayah Poeger (landschap Poeger) dan menjadi
bagian dari pemerintahan Poeger (Regenschap Poeger).
Pada
perkembangan selanjutnya, setelah tewasnya Pangeran Ario Wirodhiningrat
(pemimpin atau Bupati Poeger) pada tahun 1757 akibat peperangan dengan Raja
Banyuwangi (yang didukung Raja Goesti Ketoet dan Goesti Kaba Kaba dari Bali),
wilayah Poeger terbagi menjadi empat yaitu: di Poeger, di Djember, di Sentong dan
di Pradjekan yang masing-masing dipimpin oleh seorang Bekel (C.J. Bosch, hal.
476).
Keterangan
di atas merupakan sebagian dari data historis (sejarah) untuk Wilayah Kabupaten
Jember yang berasal dari abad 16 sampai abad ke 19 Masehi. Upaya penggalian dan
pengembangan potensi sejarah wilayah Jember perlu digiatkan sehingga aset yang
dimiliki Jember tidak hilang begitu aja, bahkan dengan kesadaran sejarah ini
akan mempertahankan aset yang dimiliki untuk dikembangkan dalam mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Pentingnya
kesadaran sejarah terletak untuk orientasi yang bermakna dalam membangun masa
depan bangsa sebagai bagian tanggung jawab dalam penegasan keberadaan sebagai
bangsa.