Translate

Iklan

Iklan

Nasib Korban Penggusuran Tanggul Plaza Kabupaten Jember

12/25/11, 12:56 WIB Last Updated 2012-02-14T17:38:35Z

 Hampir Sewindu, Tanpa Ada Kepastian Ganti Rugi.
Subandi, Saat Didampingi H. Mashud
Gempur-Jember. Tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat, apalagi waktu yang ditempuh itu tanpa ada sebuah kepastian. Seidaknya itulah yang dirasakan Subandi (56), yang sebelumnya tinggal di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul (sekarang area pembanguna tanggul plaza). Subandi adalah penerima hibah dari Toasih ahli waris dari Toli alias Tinggal Slamet, yang hampir tujuh tahun terahir ini menunggu ganti rugi penggusuran yang tak kunjung tiba.

Kejadian yang memaksa Subandi pindah dari rumahnya itu berawal saat tahun 1999. Dari keterangan Toasih, Ketika itu Subandi mencari data-data kepemilikan tanah tersebut, setelah mendapatkan bahwa tanah itu atas nama Toli alias Tinggal Slamet (bapak dari Toasih_red), akhirnya pada tahun 2000 Subandi berani membangun rumah diatas tanah tersebut.

Kurang lebih 3 tahun ia menempati rumahnya, tepatnya tahun 2004, ketenangan Subandi terusik dengan kedatangan Kepala Desa Tanggul Wetan, Suryatim (Alm), serta Edy Budi Susilo, yang saat itu menjabat Kepala Bagian Polisi Pamong Praja (Kabag Pol PP) Pemerintah Kabupaten Jember. Pejabat terahir, penerima kuasa dari Masaji Mulyo yang berkedudukan di jalan Basuki Rahmat No. 11 Surabaya.
Kedua pejabat tersebut mendatangi Subandi  dan menyuruhnya agar tanah segera di kosongkan, dengan alasan akan di bangun Pasar Kabupaten, yang ternyata adalah Tanggul Plaza, akan  tetapi  Subandi menolak untuk meninggalkan rumahnya, sebab Subandi merasa memiliki bukti kepemilikan Petok dan bukti pembayaran pajak yang sah sebagaimana yang tertera di buku kerawangan Desa Tanggul Wetan dengan Nomer Petok. C No. 1331 dan 219 atas nama Toli alias Tinggal Slamet/Toasih.

Disisi lain, ternyata tanah tersebut juga dikuasai oleh pengusaha, berdasar Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) tanggal 10/01/1991, Nomor 42/HGB/BPN/1991. Dan telah diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dengan Nomor 46/Tanggul Wetan atas nama Widhakdo Mulyo, dahulu bernama Tjieo Bien Hoei dengan luas tanah 11,095m2, yang berlaku sampai dengan 11 Juni 2010.
Sebelum dikuasai Widhakdo Mulyo, tanah itu berstatus Eigendom Perponding Nomor 2986 dan 3252 atas nama Gerrit Tjioe (Tjioe Sien Aan), yang juga diterbitkan sertifikat HGB Nomor 2/Tanggul Wetan dan Nomor 4/Tanggul Wetan Atas Nama Lie Han Tjioe Stichting, yang berkedudukan di Kabupaten Bondowoso dan berakhir masa haknya pada tanggal 23 September 1980.

Ditemui dirumahnya, Minggu (25/12/11) Subandi kembali menceritakan saat awal pembongkaran paksa itu. Ia mengatakan bahwa hasil kesepakatan, tanahnya akan dibeli dengan harga umum, serta ada ganti biaya pembongkaran rumah sebesar Rp. 20 juta, bahkan dirinya dijanjikan untuk dicarikan tanah pengganti.  

Pejabat waktu itu mengatakan, lanjut Subandi, sedikitnya ada 3 lokasi yang telah disiapkan sebagai pengganti tanahnya yang digusur. Salah satunya di Desa Tanggul Kulon dan 3 lokasi lainnya di Desa Tanggul Wetan, “setelah kami kroscek tempat yang disediakan, kami bersedia pindah dan membangun rumah, termasuk saya membuat rumah di tanggul ini. Tapi setelah dua tahun kami menempati tanah ini, kami di tagih oleh orang yang mempunyai tanah. Jadi ternyata tanah ini tidak dibayar, dan kami yang harus membayarnya. Padahal uang ganti rugi yang di janjikan tidak kunjung datang sampai sekarang,” ujar Subandi, yang merasa kecewa atas oknum pejabat tersebut.

Tak mau menyerah begitu saja, Subandi berusaha mengadukan nasibnya kepada pihak terkait dengan melayangkan surat kebeberapa instansi pemerintah mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan ke Presiden, “saya yang langsung antar sendiri kerumah pribadi beliau (Presiden SBY_red) di cikeas,” katanya.

Namun tetap saja tak ada keadilan baginya, lagi-lagi jawaban dari Cikeas sama dengan jawaban yang
disampaikan oleh pihak kabupaten yang ia surati terlebih dulu, “isinya bahwa saya sudah menerima uang ganti rugi sebesar 20 juta, padahal uang tersebut adalah biaya bongkar bukan ganti rugi,” paparnya.

“Dan apabila kami tidak puas, kami di suruh menempuh ke jalur hukum, biaya apa yang kami pakai untuk berperkara mas,” keluhnya. “Apakah keadilan harus di tempuh dengan berperkara dulu. Selain tak memiliki biaya, kan sudah jelas tanah itu milik kami,“  imbuh Subandi, dengan nada bertanya-tanya dan menyesal.

Ditemui terpisah, Edi Budi Susilo, yang saat ini menjabat Kepala  Bapemas Kabupaten Jember, berdalih keterlibatan dirinya dalam proses pembongkaran rumah milik Subandi adalah membantu dan menjembatani proses tersebut. Saat disinggung dalam kapasitas apa dia membantu permasalah ini, Edi mengatakan dirinya sebagai pribadi yang pernah menjabat sebagai Camat Tanggul, ”waktu itu, sebelum saya sebagai Kabag Pol PP, saya menjabat Camat Tanggul. Jadi ada semacam ikatan emosional anatara saya dengan warga Tanggul,” kilahnya. 


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Nasib Korban Penggusuran Tanggul Plaza Kabupaten Jember

Terkini

Close x