Merasa Tak Pernah dijaminkan,
Pemilik Sertifikat Labrak “Kepala Unit BRI Sukonatar” Mantan Petugas Survei
Banyuwangi, www.majalah-gempur.com
-Merasa
tak pernah menjaminkan sertifikat tanah milik keluarganya, Hapipi (65), warga
dusun Patoman RT 02 RW VI desa Watukebo, kecamatan Rogojampi, melalui
keponakanya bernama Taufiq (45), melabrak Kepala BRI unit Sukonatar, Kecamatan
Srono Banyuwangi.
Sebagai konsekwensinya, Herman, yang menjadi
pelaku survey pada masa terjadinya pencairan pinjaman tersebut sudah menawarkan
opsi pengembalian sertifikat dalam waktu satu bulan. “Kita akan bantu pengembalian
sebesar Rp 5 juta, dan saya minta pemilik
sertifikat atau ahli warisnya menyediakan sebesar Rp 12 juta. Karena sisa total
keseluruhan hutang pokok di BRI sejumlah Rp 17 juta, jadi biar sama-sama
enaknya gitu,” pungkasnya.(Agus Wahyudi &
Hakim Said).

Bahkan dalam kesempatan itu, Taufiq, juga
mengancam akan membawa kasus dugaan pemalsuan data guna memuluskan pencairan
pinjaman tersebut ke ranah hukum. Karena setelah jauh hari sebelumnya mengecek data
di BRI Tawang Alun, Kecamatan Banyuwangi (tempat peminjaman dan pencairan dana
awalnya, Red), unit Sukonatar, terungkaplah dugaan pemalsuan data tersebut.
Terbukti didalam perjanjian penjamin tertera atas
nama pasutri Maseh Hapipi dan Fatimah, beralamatkan didusun Krajan RT 01 RW IX
desa Badean, kecamatan Kabat. Sedangkan nama peminjamnya adalah Drs. Sholikin
dan Khotarun Nida, yang berdomisili didusun Krajan II RT 01 RW IV desa
Penataban, Kecamatan Giri. Sementara perikatannya
dilakukan notaris Vini Okama, yang berkantor di kecamatan Rogojampi, hingga muncul
sertifikat pada tanggal 16 januari 2006.
Sejatinya, nama Maseh Hapipi dan Siti Fatimah
tersebut tidak pernah tercantum sama sekali diregestrasi desa Badean. “ Karena
setelah dikroscek di desa Badean, nama pasutri tersebut tidak tercantum sebagai
warga desa Badean. Dan anehnya lagi, kedua nama tersebut justru sama-sama perempuan
,” ungkap Taufiq, kepada media ini Senin (5/3)
Menurut keponakan Hapipi itu, di registrasi
desa Badean, justru adanya hanya nama Maseh, saja yang tak lain adalah orang
tua dari pamannya. “Lha Maseh, ini sudah meninggal dunia sebagaimana keterangan
surat kematian yang dikeluarkan desa Badean, pada tahun 1994,” beber Taufiq,
lagi seraya memperlihatkan surat bernomor 200/07/429.506.07/2012, yang menerangkan
bahwa Maseh, dimaksud meninggal karena sakit. “Jadi nama Maseh Hapipi tidak pernah
ada sama sekali,” tambahnya.
Ironisnya, dalam proses pencairan uang di BRI,
nama peminjamnya fiktif alias palsu serta nama penjamin sertifikat tidak pernah
dihadirkan. “Sudah jelas pada waktu itu nama penjamin tidak hadir, tetapi yang tragis,
didalam kwitansi pencairan muncul cap jempol atas nama Maseh Hapipi dan Siti Fatimah,”
sergah Taufiq, lagi.
Setelah ditelusuri oleh Taufiq, diketahuilah
bahwa dulu-dulunya yang mensurvei untuk proses pencairan pinjaman di BRI adalah
Herman, yang kini menjabat sebagai kepala unit BRI Sukonatar. Bahkan dalam
penilisikan selanjutnya terkuaklah
kemacetan setoran sejak tahun 2010 silam.
Kepala BRI Unit Sukonatar, Herman, saat
dikonfirmasi diruangannya terkait persoalan sertifikat tersebut mengatakan,
bahwa sebenarnya ia sudah berkali-kali menawarkan jalan damai. “Biar permasalahan
ini tidak perlu keluar yang nantinya jadi ramai dan berakibat terganggunya kinerja
institusi yang kita pimpin,” terangnya.