Oleh : Yusri Usman,
Pemerhati Kebijakan Energi Nasional
Jakarta, MAJALAH-GEMPUR.Com. Tahun 2013
adalah tahun yang sangat buruk bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia, rakyat Indonesia tersontak kaget melihat beberapa
pristiwa yang sangat sulit dapat dicerna oleh nalar akal yang sehat.
Produksi minyak tahunan yang lebih besar dibandingkan penemuan cadangan minyak baru ini akan menyebabkan berkurangnya cadangan, informasi yang terakhir hanya tinggal sekitar 3,6 milyar barrel, jika kegiatan eksplorasi tidak digencarkan, maka diperkirakan cadangan minyak Indonesia diperkiran bakal habis ditahun 2025, karena dalam 5 tahun terakhir rasio penemuan cadangan baru terhadap produksi sekitar hanya 50%, padahal idealnya rasio ini diatas 100% atau lebih dikenal dengan istilah “reserves replacement ratio”/RRR.
Ditjen Migas adalah garda terdepan dalam mata rantai pengelolaan migas di Indonesia.khususnya bertanggung jawab soal peta kebutuhan dan kemampuan produksi BBM dalam negeri,dialah yang berwenang menentukan rekomendasi jenis dan volume BBM dan minyak mentah yang dapat di ekspor maupun di impor untuk mengamankan semua kebutuhan tersebut harus terjaga agar tidak menimbulkan dampak polhukam dan ekonomi, disamping itu tugasnya adalah menawarkan blok migas sesuai Undang Undang dan Peraturan dilaksanakan disini dan menunjuk pemenangnya sebagai operator adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang nantinya akan melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas kita.
Impor BBM dan minyak mentah itu sebenarnya bisa ditekan seandainya tata kelola di hilir migas dilakukan dengan baik, misalnya,Minas & Duri Crude yang selama ini di ekspor,tetapi minyak mentah itu disalurkan ke Kilang Balongan. Faktanya karena import yang semakin besar dan nilai rupiah semakin melemah terhadap dollar amerika sudah tentu menggerus devisa negara (defisit transaksi perdagangan berjalan di triwulan 2 tahun 2013 mencatat rekor 9,8 milliar dollar US,Pemerintah langsung panik dan mengeluarkan paket kebijakan antara lain menekan impor dan mendorong penggunaan biodiesel berbasis minyak mentah sawit (CPO) pengganti produk solar,diharapkan porsi biodisel dalam komsumsi solar naik menjadi 10 %.
Produk lapangan migas lainnya seperti kondensat dan gas bumi, juga salah urus. Selama ini kondensat diekspor ke luar negeri, padahal industri petrokimia di dalam negeri membutuhkannya. mereka terpaksa impor, tentu konsumen sebagai pembeli produk akhir dari hasil industri petrokimia yang menanggung bebannya.
Produksi sampingan kilang minyak Pertamina yang dikomandoi oleh Ir Crisna Damayanto ( mantan tersangka kasus impor minyak “zatapi”) seperti naphta atau light end, kerosene, LGO, HGO dan residu (LSWR, decant oil, vacum residue dan greencoke), selama ini juga telah diekspor dengan harga murah. Padahal, produk sampingan itu bisa ditingkatkan nilainya dengan mengolah kembali menjadi produk bernilai lebih tinggi (dari LSWR/low sulfur weigth residue menjadi gas/LPG, naphta dapat diolah lagi menjadi bahan petrokimia ataupun menjadi HOMC/high octan mogas component, gasoil, kerosene atau bahkan avtur).
Carut marut tata kelola migas di Indonesia baik di hulu dan hilir itu banyak dipengaruhi oleh kepentingan penguasa, politik dan mafia migas dan berkolusi dengan oknum penegak hukum . Carut marut ini sebenarnya bisa didandani selama ada niat baik dan komitmen dari penguasa untuk memberangus mafia migas dan oknum pengambil kebijakan di kementerian dan lembaga yang melanggengkannya. Semua harapan saat ini tercurahkan hanya kepada KPK agar menyelidiki lebih jauh dan dalam untuk membongkar praktek kongkalingkong yang sudah sangat masif, terstruktur dan sistemik di SKK Migas.
“Ya Allah Yang Maha Pengampun.. ampunilah kami
dan pemimpin pemimpin kami yang telah melakukan kebodohan baik sengaja maupun
tidak sengaja..tunjukilah kami jalan yang lurus yang Engkau Ridoii, jangan
sesatkan kami setelah Engkau beri petunjuk.. Ya Allah Ya Robbi,lindunginlah dan
jauhkanlah apabila niat kami dari godaan syetan terkutuk untuk tergoda ingin
ikut merampok yang bukan hak kami... Amiin Ya Robbal Allamiin.
![]() |
Pemerhati Kebijakan Energi Nasional: Yusri Usman |
Tertangkap tangannya Ustad LHI dkk dalam dugaan kasus suap impor daging, yang
dalam proses penyidikan n persidangan terungkap fakta-fakta banyak pihak
terkait kepusat kekuasan. Begitu juga kasus Hambalang yang
telah mebuat gegap gempitanya panggung politik Indonesia dengan ditetapkannya
sebagai tersangka dan sudah ditahannya seorang Menteri dan ketua partai yang
lagi berkuasa. Kemudian berikutnya dunia migas dihebohkan dengan tertangkap tangannya RR
sebagai Kepala SKK Migas.
Tak kalah hebohnya dikejutkan lagi
dengan ditangkap tangannya ketua
Makamah Konstitusi AM dan ditutup
dengan ditahannya sdr BM dalam kasus dana talangan Bank Century yang
membuat semua rakyat seolah olah “tidak percaya,tapi nyata”, sehingga munculah
banyak pertanyaan sudah sebegitu
rusakkah moral penyelenggara negara yang
sangat kita cintai ini, yang telah didirikan oleh proklamator pada 17 Agustus
1945 dengan segenap pengorbanan tumpah darah
dan airmata oleh para pahlawan pahlawan kita.
Tentu semua
rakyat bertanya ?? ada apa dan
dimana salahnya sampai begitu banyak
jatuh korban terhadap putra-putri
terbaik kita dari kalangan terdidik, Ustad, cendikiawan dan bahkan katanya ada
yang dosen teladan dari Perguruan tinggi terkenal tempat terakhir dia mengabdi
sebelum terjun kedunia birokrasi.
Masing-masing pihak menganalisa dan mengintepretasi
dan menyimpulkan penyebabnya sesuai kemampuan akal dan pengetahuanya terhadap
semua yang telah terjadi, tetapi sementara kita menyimpulkan mereka meraka
telah masuk kedalam sistem yang salah ,bak istilah biasa digunakan dikampung
saya “ Ustad masuk di kampung maling,lama-lama akhirnya dia juga ikut jadi raja
maling”
Tapi yang pasti kita harus memberikan
apresiasi yang tinggi terhadap jajaran Komisi Pemberantasan korupsi yang telah
berhasil menangkap tangan dugaan korupsi dan sebahagian dalam proses
persidangan terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi yang oleh Majelis
Hakim Tipikor sudah dijatuhkan hukuman.
Harapan
seluruh rakyat Indonesia mudah mudahan peristiwa peristiwa korupsi ini adalah
yang terakhir kali mereka saksikan dan menyadarkan yang lainnya untuk kembali kejalan
yang lurus dan benar seperti yang diwahyukan oleh Allah Yang Maha Pengasih dan
Maha penyayang melalui Rasul Rasulnya.
Maka untuk semua itu saya mencoba melihat apa yang telah terjadi selama
ini diproses bisnis tata kelola migas dari hulu ke hilirnya.
Instruksi Presiden No. 2 tahun 2012 perihal
percepatan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional, rupanya dianggap
angin lalu oleh para petinggi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), khususnya Direktur Jenderal Migas
(Dirjen Migas).
Tujuan dikeluarkannya Inpres yang dirilis pada 10 Januari 2012 itu sudah sangat jelas yaitu agar segala birokrasi berbelit dan ruwet pada pengelolaan migas dipangkas habis, untuk mendukung upaya pencapaian lifting minyak 1 juta barrel per hari (BOD).
Saat ini produksi minyak nasional hanya sekitar 750-840 ribu BOD inipun sangat sulit dicapainya, sementara “cost recovery” semakin membesar dan berbanding terbalik dengan produksi dan kemampuan menemukan cadangan migas yang baru, dan pada 15 tahun terakhir terus mengalami penurunan dari semula 1,6 juta BOD.
(Dirjen Migas).
Tujuan dikeluarkannya Inpres yang dirilis pada 10 Januari 2012 itu sudah sangat jelas yaitu agar segala birokrasi berbelit dan ruwet pada pengelolaan migas dipangkas habis, untuk mendukung upaya pencapaian lifting minyak 1 juta barrel per hari (BOD).
Saat ini produksi minyak nasional hanya sekitar 750-840 ribu BOD inipun sangat sulit dicapainya, sementara “cost recovery” semakin membesar dan berbanding terbalik dengan produksi dan kemampuan menemukan cadangan migas yang baru, dan pada 15 tahun terakhir terus mengalami penurunan dari semula 1,6 juta BOD.
Dahulu IndonesIa menjadi salah satu negara pengekspor
minyak (OPEC), tetapi sekarang ini produksi migas Indonesia memble dan
menjadikan negara ini masuk dalam kelompok negara pengimpor minyak, sebab
produksi nasional jauh di bawah kebutuhan.
Produksi minyak tahunan yang lebih besar dibandingkan penemuan cadangan minyak baru ini akan menyebabkan berkurangnya cadangan, informasi yang terakhir hanya tinggal sekitar 3,6 milyar barrel, jika kegiatan eksplorasi tidak digencarkan, maka diperkirakan cadangan minyak Indonesia diperkiran bakal habis ditahun 2025, karena dalam 5 tahun terakhir rasio penemuan cadangan baru terhadap produksi sekitar hanya 50%, padahal idealnya rasio ini diatas 100% atau lebih dikenal dengan istilah “reserves replacement ratio”/RRR.
Ditjen Migas adalah garda terdepan dalam mata rantai pengelolaan migas di Indonesia.khususnya bertanggung jawab soal peta kebutuhan dan kemampuan produksi BBM dalam negeri,dialah yang berwenang menentukan rekomendasi jenis dan volume BBM dan minyak mentah yang dapat di ekspor maupun di impor untuk mengamankan semua kebutuhan tersebut harus terjaga agar tidak menimbulkan dampak polhukam dan ekonomi, disamping itu tugasnya adalah menawarkan blok migas sesuai Undang Undang dan Peraturan dilaksanakan disini dan menunjuk pemenangnya sebagai operator adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang nantinya akan melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas kita.
Pekerjaan KKKS ini diatur dan diawasi serta
dievaluasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas SKKMigas. Namun dalam prakteknya, proses
tender blok Migas itu berlangsung tidak fair dan tidak transparan, dugaan
adanya kongkalikong atau main mata untuk memenangkan perusahaan migas yang
diinginkan sangat kasat mata terlihat. Dugaan ini bukan isapan jempol semata, beberapa
kasus tender blok migas bisa menjadi rujukan betapa dugaan permainan itu amat
gamblang. Berikut ini beberapa contoh besar terkait dugaan adanya permainan
tender blok migas itu adalah sebagai berikut :
Penunjukan Mandiri Oil sebagai pengelola Blok Sembilang di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Sembilang adalah blok Migas di perairan lepas pantai Kepri. Blok ini sebelumnya dikelola oleh Conoco Phillips dan habis kontrak pada 2010. Dirjen Migas kemudian menunjuk Mandiri Oil melalui proses joint study sebagai operator blok tersebut pada 14 September 2010. Namun sudah 3 tahun berjalan tidak ada aktifitas apapun di blok tersebut. Ini jelas mempengaruhi lifting minyak nasional dan berpotensi merugikan negara. Padahal sebelumnya, sejak 2007, BUMD Kepri sudah mengajukan diri untuk proses joint study dan mengajukan permohonan paling awal, tetapi tidak digubris. Akhirnya, pada bulan Oktober 2013 kasus Blok Sembilang ini sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penunjukan Mandiri Oil sebagai pengelola Blok Sembilang di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Sembilang adalah blok Migas di perairan lepas pantai Kepri. Blok ini sebelumnya dikelola oleh Conoco Phillips dan habis kontrak pada 2010. Dirjen Migas kemudian menunjuk Mandiri Oil melalui proses joint study sebagai operator blok tersebut pada 14 September 2010. Namun sudah 3 tahun berjalan tidak ada aktifitas apapun di blok tersebut. Ini jelas mempengaruhi lifting minyak nasional dan berpotensi merugikan negara. Padahal sebelumnya, sejak 2007, BUMD Kepri sudah mengajukan diri untuk proses joint study dan mengajukan permohonan paling awal, tetapi tidak digubris. Akhirnya, pada bulan Oktober 2013 kasus Blok Sembilang ini sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti sudah menjadi pembicaraan didunia
migas bahwa Mandiri oil (PT Mandiri Panca Usaha) adalah pemain yang sangat baru
baru dibidang migas tetapi sudah menghebohkan jagat migas nusantara ketika
bocornya pembicaraan antara Dirut Pertamina yang pada bulan september 2013
dipanggil pejabat tinngi di Kementerian ESDM untuk menanyakan kesiapan Pertmina dalam pengelolaan
blok Mahakam, malah menurut kabar yang beredar bahwa Dirut Pertamina sudah
mendapatkan pengarahan harus menggandeng
PT Mandiri Panca Usaha dan Perusda (BUMDKaltim ) dengan komposisi saham Pertamina-Mandiri oil-Perusda kaltim
(30%-40%) Total E&P (30%) dan Inpex (30%) dan operatornya tetap Total
E&P.
Sebelumnya kita
telah mendengar kehebohan dalam tender blok B –North Sumatera Offshore
(NSO) Exxon Mobil di Arun Aceh pada tahun 2012 , bahwa pejabat BPMigas dan Kementerian ESDM telah menekan Exxon Mobil untuk menunjuk
Mandiri Oil sebagai pemenangnya walapun hasil evaluasi panitianya bahwa Mandiri
oil kalah dari PT Subur Raharja dan Bakrie, yang akhirnya Exxon mobil menolak
di intervensi soal tender tersebut dan dibatalkan tendernya, yang berakibat
jabatan President Director Exxon Mobil Indonesia ditolak izin perpanjangan
kerja jabatannya oleh sdr R.Priyono selaku Kepala BPMigas.
kemudian Blok Marlen Natuna. Proses lelang telah dilaksanakan pada 27 November 2012, dan Lelang reguler 3 blok CBM (coal bed methane) di wilayah Sumatera dilaksakan pada Februari 2012, serta lelang 7 blok Migas yang sudah dilaksanakan pada 19 Februari 2013. Namun hingga saat ini belum ada satupun pengumuman siapa pemenang sebagai operatornya, padahal didalam dokumen lelang disebutkan bahwa pengumuman akan dirilis pada 19 Maret 2013.
Ketidakjelasan tender Blok Migas seperti saya contohkan itu sama saja dengan menciptakan ketidakpastian hukum bagi calon investor peserta lelang, selain itu pastinya juga menghambat program pemerintah untuk percepatan mendongkrak lifting minyak nasional dan berpotensi merugikan Negara.
Satu hal yang sangat mengelitik akal sehat kita adalah sikap sebahagian besar pejabat migas terhadap kontrak PSC Blok Mahakam yang akan berakhir 2017. Mereka lebih berpihak kepada perusahan asing ketimbang kepada Pertamina. Bahkan kontrak Blok Masela yang akan berakhir 2028 dan menurut PP No. 35 tahun 2004 pasal 28 disebutkan bahwa perpanjangan bisa diajukan paling cepat 10 tahun atau paling lambat 2 tahun sebelum akhir kontrak.
kemudian Blok Marlen Natuna. Proses lelang telah dilaksanakan pada 27 November 2012, dan Lelang reguler 3 blok CBM (coal bed methane) di wilayah Sumatera dilaksakan pada Februari 2012, serta lelang 7 blok Migas yang sudah dilaksanakan pada 19 Februari 2013. Namun hingga saat ini belum ada satupun pengumuman siapa pemenang sebagai operatornya, padahal didalam dokumen lelang disebutkan bahwa pengumuman akan dirilis pada 19 Maret 2013.
Ketidakjelasan tender Blok Migas seperti saya contohkan itu sama saja dengan menciptakan ketidakpastian hukum bagi calon investor peserta lelang, selain itu pastinya juga menghambat program pemerintah untuk percepatan mendongkrak lifting minyak nasional dan berpotensi merugikan Negara.
Satu hal yang sangat mengelitik akal sehat kita adalah sikap sebahagian besar pejabat migas terhadap kontrak PSC Blok Mahakam yang akan berakhir 2017. Mereka lebih berpihak kepada perusahan asing ketimbang kepada Pertamina. Bahkan kontrak Blok Masela yang akan berakhir 2028 dan menurut PP No. 35 tahun 2004 pasal 28 disebutkan bahwa perpanjangan bisa diajukan paling cepat 10 tahun atau paling lambat 2 tahun sebelum akhir kontrak.
Dirjen Migas, Ir. Edy Hermantoro menyatakan
akan mencari celah hukum agar dalam waktu dekat blok Masela dapat diperpanjang
sampai tahun 2058. Sementara itu Blok Siak yang akan berakhir 27 November 2013
menurut Wamen ESDM dan Direktur Hulu Ditjen Migas akan dievaluasi dan dicari
aturan hukumnya untuk proses perpanjangan kontrak PSC, apakah tetap diberikan
kepada Chevron Pasifik Indonesia atau Pertamina,tetapi melihat gelagatnya blok
Siak akan tetap diperpanjang 1 tahun kepada CPI dan seterusnya, seperti yang sudah pernah
dilakukan terhadap blok Langgak kabupaten Kampar pada tahun 2007. Ini jelas
'kebijakan yang tidak bijak" aneh bin ajaib alias sontoloyo.
Bahkan bisa jadi dikatakan hampir sebahagian
besar pejabat tinggi dilingkungan migas senyatalah telah mengabaikan dan mengkhianati isi dan tujuan kandungan
pasal 33 Undang Undang Dasar 1945.
Ada sesuatu hal yang membuat kita jadi
semakin bingung lagi adalah kebijakan Direksi Pertamina ditahun 2011 telah
melakukan kerja samakan operasi (KSO) 40 lapangan andalannya kepada pihak lain,seperti
lapangan Cepu dan Limau Timur Pertamina EP Asset 2, yang menurut informasi saya
dapat bahwa GM KSO Cepu di Pertamina EP Asset 4 adalah sdr Gunawan Hendro yang
sebelumnya bekerja di Jawa Pos koran miliknya Dahlan Iskan ( Menteri BUMN).
Begitu
juga dengan nasib 5 blok CBM Pertamina telah dilepas saham nya 49 % kepada
Sugico Graha tampa mendapat apapun dan Sugico ditunjuk sebagai operatornya.terlihat
jelas Direksi Pertamina telah melakukan kebijakan seperti “ monyet berebut mengambil makanan lainnya, sementara
makanan yang sdh digenggamnya terlepas”,sejumlah lapangan produksi yang sebagai tulang punggung utama
nya dilepas tidak jelas kepada pihak lain, sementara itu Pertamina ingin juga
merebut blok Mahakam dan blok Siak.
Bahwa fakta selama ini sudah membuktikan
kemampuan tehnis sumber daya manusia yang ada di pertamina sudah sangat
mumpunin bahkan ada yang melebihi
kemampuannya diatas tenaga ahli asing,dan hal ini juga dibuktikan dalam
mengelola Blok Nort West Java offshore (NWJO) dan blok West Madura Offshore ( WMO)
yang kedua blok tersebut meningkat jauh produksinya.Demikian juga di KKKS Total
E & P dan Chevron Pacific Indonesia ( CPI) boleh dikatakan hampir 90% sd 95% tenaga ahli perminyakkan adalah
putra putri bangsa Indonesia.
Entah untuk alasan apa semua pejabat di jajaran Kementerian ESDM begitu
sangat kompak dan solid bagaikan
orchestra berkomentar bahwa belum saatnya kita dapat mengambil alih blok
tersebut dan beresiko tinggi, saya melihat mereka semua setelah menjabat
menjadi berubah jadi tidak nasionalis, bahkan lebih jauh dapat disinyalir sudah
terkontaminasi oleh mafia migas.
Proses dan oleh karenanya hasil
Tender di SKK Migas Cacat Hukum.
Ternyata tak hanya di Dirjen Migas, carut marut tata kelola migas juga terjadi di SKK Migas, badan baru pengganti BP Migas yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD 1945.
Ada ketidakberesan yang berlangsung di SKK Migas selama ini. SKK Migas telah melakukan kegiatan ilegal. Kenapa ? Sebab selama ini SKK Migas masih menggunakan sebagian Pedoman Tata Kerja (PTK) produk BP Migas. Dalam peraturan yang diterbitkan Menteri ESDM yang menjadi payung hukum keberadaan SKK Migas juga tak ada ketentuan yang tetap memberlakukan PTK BP Migas.
Ternyata tak hanya di Dirjen Migas, carut marut tata kelola migas juga terjadi di SKK Migas, badan baru pengganti BP Migas yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD 1945.
Ada ketidakberesan yang berlangsung di SKK Migas selama ini. SKK Migas telah melakukan kegiatan ilegal. Kenapa ? Sebab selama ini SKK Migas masih menggunakan sebagian Pedoman Tata Kerja (PTK) produk BP Migas. Dalam peraturan yang diterbitkan Menteri ESDM yang menjadi payung hukum keberadaan SKK Migas juga tak ada ketentuan yang tetap memberlakukan PTK BP Migas.
Fakta tentang penggunaan PTK BP Migas
sebagai dasar operasional SKK Migas itu antara lain terlihat jelas di website
SKK Migas pada bagian regulasi (SOP) dan info lelang. Sebagai contoh, untuk
lelang periode November 2012 hingga November 2013. Ada empat PTK yang
disebutkan dan digunakan sebagai dasar lelang, 3 di antaranya adalah PTK
BPMigas,walaupun ada yang sempat direvisi dibulan April 2013, akan tetapi PTK
Penunjukkan Penjual Migas bagian Negara nomor ;20 tanggal April 2003 adalah produk semasa periode BPMigas.
Contoh
yang saya sebutkan itu menunjukkan kesembronoan Pimpinan SKK Migas dalam
menjalankan tugasnya. Mereka patut dipertanyakan kompetensi dan integritasnya
dalam melakukan tugas operasional yang strategis dan menyangkut kekayaan negara
kita, dan akibat kesembronoan Pimpinan SKK Migas itu, sebagian kegiatan hulu
migas di Indonesia secara hukum menjadi ilegal. Dengan demikian, sebenarnya
demi hukum, negara tak lagi memiliki kewajiban untuk membayar kontrak lelang
pengadaan barang dan jasa di SKK Migas maupun di semua KKKS. Sebaliknya, tak
ada kewajiban kontraktor sebagai pihak ketiga untuk memenuhi
kewajibannya.
Adapun potensi kerugian negara yang timbul akibat tata kelola di SKK Migas yang amburadul itu antara lain posisi SKK Migas dan KKKS akan lemah manakala ada sengketa dengan perusahaan pihak ketiga yang telah ditunjuk sebagai penjual minyak, kondensat dan gas bumi bagian negara. Selain itu, tak adanya sebagian PTK khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa akan menyulitkan penegak hukum dalam menentukan indikasi tindak pidana korupsi yang telah terjadi. Ini disebabkan tidak adanya acuan penentuan perbuatan melawan hukum apa yang telah dilakukan, karena kontraknya batal demi hukum.
Demikian juga potensi terjadinya penyimpangan atau penyelewengan dalam penentuan cost recovery yang merugikan negara juga sangat besar.
Tata kelola migas yang buruk itu diperparah lagi dengan adanya dugaan permainan uang dalam penentuan pemenang lelang di SKK Migas. Kasus suap yang menimpa Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas dan diketemukan uang dollar Amerika di ruang Sekjen Kementerian ESDM, setidaknya menjadi contoh nyata tentang adanya permainan uang itu. Bahkan kabar terakhir di BAP Rudi Rubiandini ada permintaan THR dari sejumlah anggota DPR Komisi VII dan Dirut pertamina pun diduga mengetahui modus ini. Kalau sudah begini maka diduga semua stakeholder ikut bermain (Kementrian ESDM, Dirjen Migas, SKK Migas dan Pertamina serta sebagian anggota DPR-RI Komisi VII).
Adapun potensi kerugian negara yang timbul akibat tata kelola di SKK Migas yang amburadul itu antara lain posisi SKK Migas dan KKKS akan lemah manakala ada sengketa dengan perusahaan pihak ketiga yang telah ditunjuk sebagai penjual minyak, kondensat dan gas bumi bagian negara. Selain itu, tak adanya sebagian PTK khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa akan menyulitkan penegak hukum dalam menentukan indikasi tindak pidana korupsi yang telah terjadi. Ini disebabkan tidak adanya acuan penentuan perbuatan melawan hukum apa yang telah dilakukan, karena kontraknya batal demi hukum.
Demikian juga potensi terjadinya penyimpangan atau penyelewengan dalam penentuan cost recovery yang merugikan negara juga sangat besar.
Tata kelola migas yang buruk itu diperparah lagi dengan adanya dugaan permainan uang dalam penentuan pemenang lelang di SKK Migas. Kasus suap yang menimpa Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas dan diketemukan uang dollar Amerika di ruang Sekjen Kementerian ESDM, setidaknya menjadi contoh nyata tentang adanya permainan uang itu. Bahkan kabar terakhir di BAP Rudi Rubiandini ada permintaan THR dari sejumlah anggota DPR Komisi VII dan Dirut pertamina pun diduga mengetahui modus ini. Kalau sudah begini maka diduga semua stakeholder ikut bermain (Kementrian ESDM, Dirjen Migas, SKK Migas dan Pertamina serta sebagian anggota DPR-RI Komisi VII).
Carut Marut di Hilir Migas
Tak hanya di hulu migas, carut marut tata kelola juga terjadi di hilir migas. Setiap hari Indonesia membutuhkan BBM 1,4-1,5 juta barrel. Kebutuhan BBM dalam negeri yang besar itu sebenarnya juga dipengaruhi faktor-faktor di luar kebutuhan riil. Faktor itu adalah adanya pertambahan jumalah kenderaan bermotor yang sangat pesat, penyelundupan BBM subsidi ke luar negeri, pemborosan BBM karena kemacetan di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya dan kebocoran BBM subsidi ke industri pertambangan dan perkebunan. Akibatnya menurut Plt Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu “ anggaran subsidi BBM jebol diperkirakan sebesar A 24 triliun rupiah dari alokasi APBN-P 2013 sebesar 200 triliun rupiah.
Tak hanya di hulu migas, carut marut tata kelola juga terjadi di hilir migas. Setiap hari Indonesia membutuhkan BBM 1,4-1,5 juta barrel. Kebutuhan BBM dalam negeri yang besar itu sebenarnya juga dipengaruhi faktor-faktor di luar kebutuhan riil. Faktor itu adalah adanya pertambahan jumalah kenderaan bermotor yang sangat pesat, penyelundupan BBM subsidi ke luar negeri, pemborosan BBM karena kemacetan di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya dan kebocoran BBM subsidi ke industri pertambangan dan perkebunan. Akibatnya menurut Plt Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu “ anggaran subsidi BBM jebol diperkirakan sebesar A 24 triliun rupiah dari alokasi APBN-P 2013 sebesar 200 triliun rupiah.
Kebutuhan
BBM dalam negeri yang bisa dipenuhi kilang BBM dalam negeri hanya 700 ribu
barrel, sisanya sebanyak 700–800 ribu barrel diimpor dalam bentuk BBM maupun
minyak mentah. Hal ini disebabkan kapasitas terpasang kilang BBM di dalam
negeri 1,07 juta barrel BBM tapi produksinya hanya 700 ribu barrel per hari
karena faktor usia kilang dan tidak efisien, karena rencana pembangunan
kilang sudah sejak 15 tahun sampai saat
ini hanya sebagai wacana atau istilah
kerennya “NATO (no action talk only)”.
Impor BBM dan minyak mentah itu sebenarnya bisa ditekan seandainya tata kelola di hilir migas dilakukan dengan baik, misalnya,Minas & Duri Crude yang selama ini di ekspor,tetapi minyak mentah itu disalurkan ke Kilang Balongan. Faktanya karena import yang semakin besar dan nilai rupiah semakin melemah terhadap dollar amerika sudah tentu menggerus devisa negara (defisit transaksi perdagangan berjalan di triwulan 2 tahun 2013 mencatat rekor 9,8 milliar dollar US,Pemerintah langsung panik dan mengeluarkan paket kebijakan antara lain menekan impor dan mendorong penggunaan biodiesel berbasis minyak mentah sawit (CPO) pengganti produk solar,diharapkan porsi biodisel dalam komsumsi solar naik menjadi 10 %.
Produk lapangan migas lainnya seperti kondensat dan gas bumi, juga salah urus. Selama ini kondensat diekspor ke luar negeri, padahal industri petrokimia di dalam negeri membutuhkannya. mereka terpaksa impor, tentu konsumen sebagai pembeli produk akhir dari hasil industri petrokimia yang menanggung bebannya.
Produksi sampingan kilang minyak Pertamina yang dikomandoi oleh Ir Crisna Damayanto ( mantan tersangka kasus impor minyak “zatapi”) seperti naphta atau light end, kerosene, LGO, HGO dan residu (LSWR, decant oil, vacum residue dan greencoke), selama ini juga telah diekspor dengan harga murah. Padahal, produk sampingan itu bisa ditingkatkan nilainya dengan mengolah kembali menjadi produk bernilai lebih tinggi (dari LSWR/low sulfur weigth residue menjadi gas/LPG, naphta dapat diolah lagi menjadi bahan petrokimia ataupun menjadi HOMC/high octan mogas component, gasoil, kerosene atau bahkan avtur).
Carut marut tata kelola migas di Indonesia baik di hulu dan hilir itu banyak dipengaruhi oleh kepentingan penguasa, politik dan mafia migas dan berkolusi dengan oknum penegak hukum . Carut marut ini sebenarnya bisa didandani selama ada niat baik dan komitmen dari penguasa untuk memberangus mafia migas dan oknum pengambil kebijakan di kementerian dan lembaga yang melanggengkannya. Semua harapan saat ini tercurahkan hanya kepada KPK agar menyelidiki lebih jauh dan dalam untuk membongkar praktek kongkalingkong yang sudah sangat masif, terstruktur dan sistemik di SKK Migas.
Direktorat Jendral Migas dan Pertamina. Bisa
jadi puluhan triliun bahkan ratusan triliun uang negara dapat diselamatkan.
Kalau KPK hanya menyidik dan berhenti hanya di kasus suap Kernel oil dan SKK
Migas saja, maka kedepan kita hanya tinggal menunggu waktu kiamatnya industri migas
kita setelah dicabik-cabik oleh mafia migas, dan lalu, saat mana kita akan
mengheningkan cipta... maafkan kami Para Pahlawan, kami gagal total meneruskan
cita-cita Proklamasi. Tetapi apakah masih ada maaf karena anak cucu bangsa ini
sudah terkapar dalam kemiskinan ditepi bumi pertiwi yang kaya raya ini,
menonton bangsa asIng berpesta pora di bumi pusaka leluhurnya.
Angkah secara tegas Ketua Komisi Pemberantas
Korupsi Abraham Samad pada tanggal 9 september 2013 secara tegas menyatakan
“kita dibodoh bodohi terus,impor-impor itu bohong karena KPK sudah
mempelajarinya “
Banyak fakta yang seharusnya menjadi pelajaran
pahit bagi bangsa Indonesia yang telah melakukan kebodohan , salah satunya kasat mata saat ini adalah kita telah
dipencundangi oleh konsorsium perusahaan jepang di Inalum Asahan selama 30
tahun malah kita skrng diharuskan membayar lebih kurang US$ 625 juta.apa belom
kapok Beh ??? gak mau tobat Beh ??? ,
Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang aja akan berpaling pada manusia
yang melakukan kebodohan.