Pantauan di lokasi,
bangunan beton (plengsengan bantaran sungai yang terbuat dari beton_red) dengan
panjang seratus meter itu terlihat ambrol sekitar lima meter pada ujung selatan
bangunan tersebut, dampaknya jalan desa turut tergerus aliran sungai dan amblas
hingga memakan separuh badan jalan.
Menurut Pasiyati, warga
setempat menuturkan, bahwa sebenarnya bangunan sipel dan jalan desa ini masih
baru selesai di kerjakan, seingatnya pada medio 2013 dan tahun 2014. Namun
entah kenapa, bangunan tersebut tak mampu menahan arus sungai, sehingga pada
minggu malam (28/12) ambrol.
Sekitar awal tahun 2012, jalan
ini putus total akibat hantaman arus sungai, namun segera dibuat sudetan tengah
untuk pemecah arus (pengerukan material pasir dan tanah akibat sedimentasi erosi
sungai), “dulu pernah dibuat sudetan, namun tampaknya tidak efektif,” kata
Sariyun, warga yang sedang di tkp, Jum’at (02/01).
Menurut dia, sebenarnya Dinas
Pengairan Jember membangun beton penahan arus serta sipel beton. Namun tidak serius
dan terkesan asal-asalan, sehingga fungsinya tidak maksimal, “ini kan muspro
(sia-sia) namanya, baru setahun dibangun sudah ambrol lagi, uang Negara kok dihambur-hamburkan,”
tandasnya.
Informasi yang dihimpun
menyebutkan, Pemkab Jember telah menggelontorkan dana Rp. 1.9 milyar lebih
dalam pembangunan sudetan dan plengsengan beton tersebut. Anggaran ini
digunakan untuk mengembalikan sungai seperti sediakala dan mengembalikan jalan
desa yang telah tergerus air.