
Akibatnya penghasilanya menurun. Untuk melampiaskan kekesalannya,
sejumlah tukang becak dan sopir angkutan umum protes ke DPRD Jember. Mereka
mengadukan di rapat dengar pendapat komisi C DPRD Jember. “Masyarakat banyak
yang pindah ke angkutan becak motor (Bentor; red),” keluh Syamsul Arifin,
tukang becak tradisional Jumat (27/2).
Angkutan ini selain lebih
cepat rasanya juga seperti naik becak, sehingga menghemat waktu dan biaya.
“Saat ini banyak warga pindah menggunakan Bentor,” jelas Syamsul.
Bentor ini memang tidak beroperasi di perkotaan, namun banyak sekali
bahkan menjamur di pinggiran.
Seperti di daerah Jember
selatan dan barat, yakni Kecamatan Ambulu, Balung, Rambipuji hingga
Bangsalsari. Namun, selama ini tidak ada tindakan dari aparat. “Kalau ada
penumpang, mereka lebih cepat datang kesana. Sedangkan kami harus ngontel
panas-panasan,” keluhnya.
Apalagi, dengan kecanggihan
tekhnologi saat yang membuat semua kemudahan bagi para pengguna dan angkutan Bentor
untuk beroperasi dan mencari pelanggan. “Sekarang ada HP. Telfon datang,
sehingga pelanggan banyak yang memilih Bentor. Dibandingkan becak
tradisional,” tambahnya.
Hal senada dikeluhkan Sopir
Angdes wilayah Ambulu, Menurutnya, Bentor ini ada mulai tahun 2011. namun tidak
ada tindakan, akibatnya pertumbuhan Bentor
kian menjadi. “Padahal mereka jelas – jelas tidak resmi. Kami yang resmi
didesak untuk uji Kir dan persyaratan lainnya. Tetapi mereka dibiarkan,”
keluhnya dengan nada kesal.
Bahkan, jalur Ambulu ke
timur, barat, selatan dan utara merupakan wilayah pedesaan. Sehingga, jika
dilakukan penertiban juga sulit untuk dilakukan. Selain becak tradisional,
adanya Bentor ini juga mempengaruhi pemasukan sopir Angkutan Kota
(Angkot).
“Kami hanya dapat penumpang
dari pelajar saja. Mencari uang Rp 50.000 per hari saja Itupun didapat setelah harus
berlama-lama di lokasi ngetem sekitar Kaliputih, Rambipuji. Jika tidak, Maka
jangan harap mendapatkan penumpang, bisa-bisa nihil. ,” tutur Nur Atim Sopir Angkot dari Rambipuji
Kepala Dinas Perhubungan
(Dishub) Jember, Isman Sutomo, kendaraan Bentor ilegal. selain tidak terdaftar
sebagai kendaraan pabrikan, juga tidak ada nomor polisi. “Sehingga, petugas
kesulitan melakukan Tilang,” jelas Isman. Dishub juga tidak bisa menindak,
karena tidak ada trayek untuk angkutan itu.
Kanit Patroli Satlantas
Polres Jember Ipda Sumardjan menerangkan, persoalan ini menjadi perhatian
khusus sejak tahun 2008. Bahkan, di Ambulu terdapat industri rumahan yang merakit kendaraan ini. “Ada dedet,
gerandong, dan Bentor. Bahkan ada juga kereta kelinci yang dipakai untuk lokasi
– lokasi wisata,” jelas Sumardjan.
Pihaknya sudah melakukan
himbauan dan kami lakukan penindakan, namun tak dihiraukan, bahkan beberapa
industri lain tahun 2011 bermunculan. Sehingga produksi ini berkembang pesat.
Tercatat, untuk dedet 224 unit, sedangkan gerandong 17 unit. Untuk kereta
kelinci diperbolehkan untuk beroperasi di lokasi wisata saja.
Pihaknya telah melakukan
komunikasi dengan pemilik dan industri Bentor. Untuk industri, kepolisian sudah
menghimbau agar produksi dihentikan. Sedangkan untuk pemilik atau sopir Bentor
diberikan 2 pilihan saja, yakni mau memilih motornya saja atau becaknya.
Yang jelas kendaraan itu harus dipotong.