
Kiai kelahiran di
Tuban Jawa Timur pada 1925, yang wafat di usia 90 tahun dan meninggalkan tujuh
dari sembilan putra sembilan belas cucu dan satu cicit ini mempunyai keyakinan
bahwa NU sebagai organsiasi yang lurus,
bersifat memperbaiki dan mengayomi. Maka jika masuk NU semangatnya harus memperbaiki diri.
Semasa hidup, tokoh sepuh
Nahdlatul Ulama (NU) yang selalu berada dibalik
layar ini dikenal dekat dengan Rais akbar NU,
Hasyim Asy'ari, Ketika belajar di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Beliau tidak
hanya belajar agama, tapi juga belajar berorganisasi. Karena itu, tahun 1941,
saat usia muda ia telah menjadi anggota NU.
Kiai yang selalu berpenampilan
sederhana juga dikenal dekat dengan semua kalangan terutama kepada kader muda NU ini
merupakan konseptor ulung dan ideolog di balik berbagai kabijakan strategis NU
dalam masalah keagamaan dan kebangsaan.
Pada saat KH Ahmad Siddiq
menjadi Rais Am Syuriyah PBNU, Mbah Muchit dipercaya sebagai Sekretaris pribadi
dan menjadi "dapur" dalam perumusan berbagai gagasan strategis NU dan
bangsa, membuat rumusan konseptual mengengenai Aswaja.
Menuntaskan hubungan Islam
dengan Negara dan mencari rumusan pembaruan pemikiran Islam, serta strategi
pengembangan masyarakat NU. Salah satu yang fenomenal adalah Khittah Nahdliyyah
dan hubungan NU dan politik, serta penerimaan Pancasila sebagai asas
tunggal.
Dengan dibantu Mbah Muchit, langkah Kiai Ahmad (panggilan KH Ahmad Shiddiq) mampu mengimbangi gerak pembaharuan Ketua Umum PBNU Almarhum KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur), sehingga NU menjadi organisasi yang berperan besar dalam bidang keagamaan, kemasyarakatan termasuk kenegaraan. Sukses duet Gus Dur dan Kiai Ahmad ini tidak bisa lepas dari pikiran kreatif Mbah Muchit.
Untuk itu pernah Kiai yang pernah menjadi sekretaris Rais Aam NU KH
Achmad Shiddiq pada tahun 1980-an serta menjadi mustasyar PBNU untuk beberapa
periode ini, hampir seluruh hidupnya digunakan untuk memikirkan kepentingan umat.
Ajaran pendiri NU mewarnai setiap sikap dan pesan yang disampaikan.
KH. Muchit Muzadi meninggal menjelang subuh sekitar jam 04.00 wib
setelah dirawat selama 10 hari di RS Persada Malang. Setelah
dishalatkan di Masjid Al-Hikam Malang, Jenazah kemudian diberangkatkan di
kediamannya di Jalan Kalimantan Nomor. 4 Lingkungan
Tegal Boto Lor, Kelurahan / Kecamatan Sumbersari, Jember yang selama ini juga menjadi kediamannya
Suasana Dirumah Duka
Sekitar jam 09.00
pagi, ketika jenazah masih di Malang Suasana di rumah duka di Jember, sudah
mulai terlihat ramai, sebagian para
pentakziah tampak membacakan ayat-ayat suci Alqur'an di masjid Sunan Kali Jogo
yang lokasi bersebelahan dengan rumah duka.
Sejumlah santri tampak
menyiapkan dan menulis batu nisan berwarna putih, dan tandu yang dipersiapkan
itu berupa tandu biasa yang digunakan oleh warga kebanyakan. Tandu itu terbuat
dari rangkaian pipa besi yang diberi alas papan kayu dan berwarna hijau.
Sejumlah perlengkapanpun
serta tenda juga tampak ditata oleh kerabat dan pelayat. Tenda itu diletakkan
di depan rumah duka hingga disebelah pojok selatan masjid Sunan Kali Jogo,
Jalan Kalimantan, lingkungan Tegol Boto, Kecamatan Sumbersari, Jember.
Sejumlah petugas dari
Polres Jember. Banser, beserta Satuan Pengamanan Universitas Negeri Jember
terlihat berjaga di rumah duka. Para petugas itu juga turut membantu mengatur
arus lalu lintas di Jalan Kalimantan tersebut.
Menurut salah seorang
santri, Ahmad Taufiq, jenazah KH Muchid Muzadi akan dimakamkan di Tempat Pemakaman
Umum KelurahanTegal Boto. "Rencanya nanti akan dimakamkan bersebelahan dengan
Ibu Nyai di TPU, yang meninggal terlibih dulu," ujarnya.
Ribuan pelayat sudah memadati
rumah duka, ketika Jenazah mbah Muchit tiba di Jember sekitar pukul 12.30 Wib,
Sejumlah pejabat tampak hadir, diantaranya Bupati Jember, MZA Djalal, yang
didampingi sejumlah pejabat, serta Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
KH.Syadid Jauhari, KH. Lutfi dan
sejumlah tokoh masyarakat lainnya.
Sekitar pukul 14.15
jenazah diberangkat ke Tempat Pemakaman Umum. Ribuan pentakziah pun ikut
mengiringi kepergian Mbah Muchit ke tempat peristirahatan terkahirnya. jamaah
penghantar mendengarkan sambutan dari keluarga yang diwakili putra tertua
almarhum
Dalam sambutannya,
putra sulung almarhum Mbah Muchit, Ahmad Jauhari, menyampaikan kepada para
pentakziah agar mengihlaskan kepergian ayahnya. Selain itu, dia juga memohon
maaf kepada seluruh pentakziah apabila ada kesalahan. "Ahirnya kami mohon
atas nama keluarga mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan di hati bapak
ibu sekalian," katanya.
Tiga Wasiat Mbah Muhid
Sesuai wasiat beliau yang disampaikan Alfian putranya, KH.
Muchit Muzadi minta dimakamkan di Jember di samping makam istri beliau Nyai
Faidah yang lebih dahulu meninggal enam tahun yang lalu di usia (76) tepantnya
pada tahun 2009.
Meminta keluarga menghubungi Pengasuh Ponpes Tebu Ireng KH Salahudin Wahid agar diberitahukan atas kematiannya . "Kami diminta memberitahu keluarga Gus Salahudin Wahid (Gus Shola) karena bapak merupakan murid Hadratusyeih KH Hasyim Asy'arie," lanjutnya. Kiai Muchit disebut murid langsung Kiai Hasyim yang tersisa.
Meminta keluarga menghubungi Pengasuh Ponpes Tebu Ireng KH Salahudin Wahid agar diberitahukan atas kematiannya . "Kami diminta memberitahu keluarga Gus Salahudin Wahid (Gus Shola) karena bapak merupakan murid Hadratusyeih KH Hasyim Asy'arie," lanjutnya. Kiai Muchit disebut murid langsung Kiai Hasyim yang tersisa.
Dan ketiga meminta tiga
orang memakmurkan Masjid Sunan Kalijaga. Pesan itu disampaikan anak sulung Mbah
Muchit, Ahmad Jauhari saat berpidato menjelang pemakaman, "Meminta Pak
Hamid, Pak Munir, dan Pak Afandi memakmurkan Masjid Sunan Kalijaga," ujar
Ahmad.
Sekitar pukul 14.30
wib diiringi tangis kesedihan Jenazah KH. Muchit Muzadi yang lahir 4 Desember
1925 Dimakamkan di pemakaman keluarga samping rumahnya.
Sepak Terjang Mbah Mukhid Di Jember
Semasa hidupnya, mendiang
dikenal teguh memegang dan menyebarkan ajaran KH Hasyim Asy’ari, pendiri
Nahdlatul Ulama. "Bapak itu ke Jember sekitar tahun 1965, membantu
mengajar mengikuti almarhum KH Dhofir Sidiq,",
Ulama kelahiran Kecamatan Bangilan, Tuban, 4 Desember 1925 itu kemudian merantau ke Jember dan aktif untuk menyebarkan ajaran Hasyim Asy’ari. Di manapun berada, mendiang selalu menyebarkan nilai-nilai NU. Di Jember, mendiang getol merintis pendidikan formal. Alfian mengingat, almarhum sempat dipercaya ikut mengurus lahirnya IAIN Jember dan MAN 1 Jember.
Ulama kelahiran Kecamatan Bangilan, Tuban, 4 Desember 1925 itu kemudian merantau ke Jember dan aktif untuk menyebarkan ajaran Hasyim Asy’ari. Di manapun berada, mendiang selalu menyebarkan nilai-nilai NU. Di Jember, mendiang getol merintis pendidikan formal. Alfian mengingat, almarhum sempat dipercaya ikut mengurus lahirnya IAIN Jember dan MAN 1 Jember.
Selain itu, mendiang juga
aktif mengajar tentang Aswaja, dan ke NU-an di Pondok Pesantren As Sidhiqqi
Putri di Talangsari, Jember bersama Halim Siddiq. Di sana, mendiang tetap aktif
mengajar bahkan hingga masa pensiun "Bapak sangat fokus
pada pendidikan dan ke NU-an," katanya.
Ajaran pendiri NU mewarnai setiap sikap dan pesan yang disampaikan oleh mendiang. Beliau dikenal dekat dengan Rais Akbar NU, Hasyim Asy'ari, ketika mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Selama menetap di Jember, pernah menjadi sekretaris Rais Aam NU Achmad Shiddiq pada tahun 1980-an serta menjadi mustasyar PBNU untuk beberapa periode.
Di Jember pula, mendiang
kehilangan istrinya dan dua anak dari sembilan buah hatinya. Mereka telah
berpulang mendahului almarhum. "Ada sembilan bersaudara, sekarang tinggal
7, dua kakak saya sudah meninggal dunia. Pesan terakhir bapak hanya minta
didoakan agar khusnul khotimah." kenang
Alfian Futuhul Hadi, putra bungsu KH Muchit Muzaid.
Pendapat Para Tokoh dan Kaum Muda NU
Rektor IAIN Jember Prof DR
H.Babun Suharto SE,MM, “Almarhum bukan saja tokoh lokal namun juga
maerupakan tokoh nasional, pemikiran yang berlian dan tingkah laku beliau perlu
ditauladani, tokoh yang konsen didalam pendidikan dan juga yang selalu menjaga
Walsunah wal jamaah, serta sebagai pendiri di IAIN Jember
Bupati MZA Jalal
menyampaikan” Tidak sekedar tokoh ulama juga sebagai sososk pejuang,
kemaslhatan masyarakat, pemerintahan , kenegarawanan, dan kehidupanya sangat
sederhana sekali, tidak menunjukan ketokohanya, tapi tetap bergaul dengan
masyarakat bawah, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, sangat terkesan
dengan kesederhanan yang tidak mau dipuja” Ungkapnya
Atas nama bupati Jember
merasa kehilangan, dan bisa mencontoh kesedehanaanya serta keilmualnya,
persahabatan yang ia contohkan bisa saling memberi dan menerima, yang terkesan
baliau tidak pernah membuat musuh, semuanya bisa dirangkul mulai kalangan muda
hingga dewasa, serta tokah yang langka” Jelas Jalal
Sementara Bupati Anwar
Anas “ Sosok yang luar biasa, Kiyai yang dukumentatip, medukumenkan perestiwa
sejarah yang baik, dan seorang kyai yang bisa mengayomi kaum muda, serta
mendorong untuk berkarya, tokoh yang sangat bersahaja dan sederhana “
Pungkasnya
Sedangkan Kaum Muda NU
Cabang Jember merasakan duka yang sangat mendalam, atas meninggalnya Ky Mukhit,
Pasalnya Beliau sangat perhatian sekali pada Kaum muda NU, Meskipun
kondisinya saat itu sedang sakit, pasti akan menyempatkan datang setiap
kegiatan yang dilaksanakan IPNU-IPPNU, PMII Fatayat dan GP Ansor.
Hal ini dirasakan
Masdian, ketika mengadakan Sekolah Kader yang di inisiasi Fatayat.
Bagaimnapun kondisi beliau, mulai dari bertongkat, hingga kursi roda, beliau
selalu hadir dengan senyum lebarnya.
“Beliau pernah dawuh,
bahwa lebih seneng diundang yang muda, seperti fatayat, ansor, IPNU, IPPNU, Dan
PMII, daripada bapak bapak NU, karena masa aktif kaum muda lebih panjang dan
lama, Beda dengan NU yang sudah sama sepuh.” Kenang Masdian
Menurut Masdian, hal-hal
sangat perlu dilanjutkan dan diteladani adalah semangat perjuanganya, sangat
menginspirasi kami, kaum muda NU. Berangkat dari itu, kami jadikan koreksi
diri, sekarang kader itu ngalem, capek dikit- ngeluh, beda pendapat- marah, ide
tidak diterima-ngambul. Pesan kami
kepada kaum muda NU, Ayo Move on! Kita lanjutkan semangat 'Sang Mutiara'
sebagai santri di pesantren besar, NU.
Hal senada juga
disampaikan Kader Muda NU Cabang Kencong Kabupaten Jember, Khoerush
Sholeh. Menurut Khoerus , Kiai Mukhit Muzadi
adalah sosok tokoh yang sangat perhatian kepada kadernya, pasalnya meski umurnya
yang sudah udzur, ketika bertemu wajahnya tampak senang, rasa sakitnya seakan terobati
dan sembuh seketika.
Kehadirannya
mengisyaratkan, ada harapan besar dipundak kader muda NU, keberlangsungan Nahdlatul Ulama
dan bangsa Indonesia di titipkan. Selamat tinggal mbah Nyai, Mudah-mudahan harapan
dan kepercayaanmu dapat kami lanjutkan. (*)