
Netralitas PNS selalu
menjadi permasalahan setiap Pilkada berlangsung. pasalnya Pilkada identik dengan hajat politik lokal. Organ yang
efektif untuk diarahkan adalah yang dekat kekuasaan. Sehingga Potensi
penyimpangan PNS, TNI, Polri, dan kepala
desa, termasuk tinggi, untuk itu netralitas mereka harus dijaga.
“Kami menerima banyak
laporan soal keterlibatan PNS ini. Mereka tahu larangannya, sembunyi-sembunyi,
tetapi ketahuan,” Demikian kata Ketua Bawaslu RI, Prof. Dr. Muhammad, S,IP,
M.SI, pada Sosialisasi Tatap Muka, Bawaslu RI, kepada Stakeholders dan Tokoh
Masyarakat Jember, di Safhire Room Aston Hotel, Minggu (22/11),
Larangan tersebut mengacu kepada Undang-Undang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota No. 8/2015. “Hak politik PNS sebagai warga
negara tetap terjamin, dia tetap boleh mencoblos. Tetapi sebagai aparat sipil Negara,
mereka dilarang melibatkan diri atau
dilibatkan. Lagipula, kampanye itu kan jadwalnya saat hari kerja," Jelasnya.
Kalau yang didukung jadi,
memang bakal jadi pahlawan dan cepet naik jabatan. Kalau yang didukung gagal ya
jadi pecundang. “Dukungan PNS dalam Pilkada memang menentukan mereka di masa
depan, akan jadi ‘pahlawan’ atau ‘pecundang’. jelasnya
Menurut Muhammad, hal
tersebut disampaikan untuk meluruskan aturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi yang menyatakan PNS boleh mengikuti kampanye
asal tidak mengarahkan kepada pasangan calon tertentu.
Pelanggaran kampanye yang
dilakukan oleh oknum-oknum PNS ini menurutnya masih rawan terjadi, mengingat
banyaknya jumlah PNS yang ada di kabupaten kota penyelenggara Pilkada. Terkait
hal ini, pihaknya akan meminta Sekda di kabupaten kota agar berlaku tegas
terhadap PNS yang melanggar, sehingga dapat segera ditindak.
“Sebenarnya semua
tergantung pada subjek PNS itu sendiri, masuk atau tidaknya pada politik
praktis kan mereka sendiri yang menentukan. Cuma, jumlah PNS cukup banyak. Kita
akan mengantisipasinya dengan sosialisasi ke SKPD-SKPD masing-masing di
kabupaten kota, baik secara langsung maupun lewat surat,” terang mantan Ketua
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sulawesi Selatan.
Sementara, lanjut dia,
peraturan dalam UU No 1 Tahun 2015, sebagaimana diubah menjadi UU No 8 Tahun
2015 telah mempersempit potensi pemanfaatan PNS dalam kampanye. Diantaranya,
larangan mutasi pegawai jelang pilkada dan sanksinya pun sudah diatur dalam UU
tersebut.
“Pada Pasal 71 ayat 1 UU
itu menyatakan, pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa
dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu calon selama masa kampanye.”Pungkasnya (Edw).