
Dirinya mengaku sudah
tidak ingat pada tanggal dan tahun berapa dilahirkan, namun seingatnya pada jaman
Ratu Helmina (Ratu Kerajaan Belanda) yang saat itu sedang menjajah ‘Jawa Dwipa’
kala itu, pulau jawa (Indonesia) ia sudah sudah besar.
“Saya masih nutut pada
jaman Ratu Helmina, waktu itu Presiden Soekarno masih kecil, saya bukan
tentara, tetapi saya saksi hidup saat negara ini terjajah belanda, waktu itu
kita harus bayar upeti kalau panen,” katanya, saat ditemui dirumahnya, Desa
Cumedak, Kecamatan Sumberjambe, Kamis siang (15/09).
“Semua Allah yang ngatur, yang
penting berdoa dan ikhtiar, rajin silaturohmi, sodaqoh, Jujur, jangan zu’udzon,
dan apa yang kita lakukan semata-mata karena nilai ibadah, jangan pernah minta
penilaian manusia, manusia mau nilai apa terserah,” katanya saat ditanya rasia
panjang umurnya.
Bapak 5 anak ini dikenal di masyarakat sebagai sesepuh
kampung setempat, yang ringan tangan dan suka berbagi serta disenangi
tetangga. “Malah anak saya yang sudah sepuh dulu, jauh lebih sehat saya, ya itu
tadi, kalau nasehat saya itu dijalankan dan dipegang InsyaALLAH damai hidup
ini,” katanya.
Dirinya berangkat haji sekitar tahun 1946 dengan
menggunakan kapal laut, dengan perjalanan sekitar 1 bulan untuk mencapai kota
Suci Mekah. Hal itu terbukti dari piagam Haji yang dikeluarkan oleh pemerintah
kala itu, yang terpampang menggantung di tembok rumahnya.
“Saya dulu waktu berangkat
Haji naik Kapal Laut, sekitar satu bulan untuk sampai ke Kota Suci Mekah, kalau
sekarang kan enak, bisa naik pesawat, saya dulu berangkat haji naik
delman menuju kewedanan Jember, jadi betul-betul perjuangan,”
katanya.