Pasalnya, tanah eksa sracht di wilayah
perkebunan Kalisanen ini, menurutnya merupakan hak warga dan telah dikelola
oleh masyarakat secara turun temurun sejak jaman kolonial Belanda, namun pada
tahun 1966 telah dirampas dan diklaim sebagai tanah Hak Guna Usaha (HGU) oleh pihak
PTPN XII.
Untuk itu para aktivis yang terhimpun dalam
Wadah Aspirasi Masyarakat Petani (Wartani) Curahnongko bersama Sekretaris
Nasional (Seknas) Jokowi Jember ini meminta Tim Kerja Reforma Agraria,
memasukan lahan tersebut sebagai Tanah Obyek Sengketa Agraria (TORA) untuk
diserahkan kepada warga.
"Lahan itu satu-satunya aset sumber mata
pencaharian bagi sedikitnya 2000 kepala keluarga, oleh karenanya kami memohon Presiden
Jokowi bisa mengembalikan hak tanah itu kepada masyarakat," Pinta ketua
Wartani Desa Curahnongko, Yateni dalam rilisnya di sekretariat Seknas Jokowi di
Jember, Kamis, (13/10)
Apalagi keseluruhan lahan HGU seluas 2.709
hektar telah berakhir, bahkan sejak tahun 2011 tidak pernah dilakukan
perpanjangan kembali. "Sebagai dampak sengketa yang sudah berlangsung
puluhan tahun, maka dengan habisnya HGU itu, status tanah menjadi terlantar
atau kembali menjadi tanah negara," ujarnya
Menurut dia, tanah seluas 332 ha itu merupakan
sisa lahan yang diserahkan (diredistribusikan) oleh pemerintahan orde baru
sekitar tahun 1983 kepada petani. Namun kala itu, dari total 357 ha yang
dikuasai petani hanya 25 ha yang diserahkan. Sementara selebihnya, diklaim sebagai
HGU. "Seharusnya lahan itu diredistribusikan semuanya ke petani. Tapi
oleh pemerintah hanya diserahkan sebagian," ujarnya.
Konflik agraria ini menurutnya memiliki
sejarah panjang. Diawali sejak tahun 1942 ketika penduduk setempat menguasai
lahan bekas pendudukan penjajah Belanda. Namun pada 1966 ketika pemerintahan
beralih ke orde baru, para petani yang menguasai lahan diusir oleh pemerintah
dan dikuasai oleh perusahaan negara.
"Kemudian pada 1983 HGU PTPN habis,
sehingga pemerintah memberikan sebagian tanah ke petani. Namun upaya
redistribusi lahan itu ternyata hanya untuk meredam gerakan petani. Terbukti,
pada 1986 muncul HGU baru dan lahan sisa redistribusi itu masuk ke dalam HGU
tersebut," paparnya.
Rezim berganti, pada 1998 orde baru tumbang. Momentum
itu kembali digunakan petani untuk kembali menuntut redistribusi tanah, meski
saat itu tanah tersebut masih dikuasai oleh PTPN XII yang masa berlakunya HGU
hingga 2011.
"Saat ini kami hanya menuntut lahan kami kembali.
Karena pemerintahan Presiden Jokowi berjanji akan meredistribusikan tanah
seluas 9 juta hektar, untuk Kemakmuran Masyarakat. kami hanya minta hak kami
saja, tidak lebih dari itu, Hal itu untuk menjamin kepastian hukum dan
legalisasi tanah," Pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Seknas Jokowi Jember,
Sapto Raharjanto menuturkan, pihaknya bersama para petani Curahnongko telah
berupaya untuk membangun komunikasi dengan Tim Kerja Reforma Agraria di
pemerintahan pusat.
Sapto meyakini, ada ekpektasi program
landreform dan Nawacita Presiden Jokowi terhadap redistribusi lahan untuk
petani Curahnongko."Saat ini jiwa zamannya berubah. Ada ekpektasi bahwa
pemerintah melakukan reforma agraria yang nyata tanpa ada permainan. Tidak
seperti masa orde baru," tuturnya.
Kendati begitu, dia berkomitmen mengawal
sengketa agraria ini hingga tuntas. Agar tak lagi ada kecelakaan sejarah yang
dapat merugikan petani seperti saat 1983 lalu. "Apalagi tanah Curahnongko
juga masuk prioritas penyelesaian kasus sengketa agraria di Kementerian
Agraria. Karena Jember merupakan satu dari empat kasus di Indonesia yang masuk
prioritas selain satu kasus di Riau dan dua kasus lainnya di Jambi,"
katanya.
Program reforma agraria yang dicanangkan
Presiden Jokowi dipandang tidak hanya sebagai bagi-bagi lahan bagi rakyat
miskin saja, melainkan juga harus menyentuh akar dari ketimpangan struktur
sosial ekonomi masyarakat.
"Orientasi paling dasar yaitu perombakan
struktur yang timpang seperti halnya dalam hal ketimpangan pengiasaan tanah
negara, kedua konflik-konflik agraria yang terjadi adanya kebijakaan yang
timpang tindih di lapangan dan terakhir menyangkut krisis sosial dan ekologi di
pedesaan," jelasnya.
Oleh karenanya dengan adanya program penataan,
penguasaan dan pemilikan TORA, serta dari history dan dokumen sejarah yang
dimiliki masyarakat di desa Curahnongko, pihaknya akan melayangkan surat
permohonan penyelsaian redistribusi tanah di desa Curahnongko kepada Presiden
Jokowi.